caristyle.co.id JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menorehkan sejarah, mencetak penutupan rekor tertinggi sepanjang masa atau All Time High (ATH) yang baru. Pada perdagangan Jumat, 10 Oktober 2025, IHSG ditutup menguat tipis 0,08% mencapai level 8.257,85, menandakan optimisme di pasar modal.
Vice President of Equity Retail Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa penguatan IHSG kali ini bukan semata-mata didorong oleh fenomena window dressing, melainkan oleh serangkaian sentimen positif yang mendasarinya. Menurutnya, rebalancing indeks global seperti MSCI dan FTSE, yang memasukkan sejumlah emiten konglomerasi berbobot besar, menjadi salah satu penopang utama yang mengangkat pergerakan IHSG hingga mampu mencapai level rekor tertinggi baru.
Selain itu, lanjut Oktavianus, spekulasi seputar potensi penurunan suku bunga global turut memberikan angin segar. Harapan akan penurunan suku bunga ini berpotensi mereduksi cost of fund emiten, sehingga menggairahkan rencana ekspansi mereka di berbagai sektor. Kekuatan pasar juga diperkuat oleh penguatan harga sejumlah komoditas esensial seperti tembaga, perak, dan emas, yang secara langsung mendongkrak kinerja saham-saham berbasis komoditas di bursa.
Lebih lanjut, sentimen positif juga berasal dari peningkatan likuiditas di pasar, berkat penggelontoran dana pemerintah sebesar Rp200 triliun. Dana ini diharapkan dapat menjadi stimulan bagi aktivitas sektor riil dan pada gilirannya menopang pertumbuhan ekonomi domestik. Oktavianus menambahkan, belum terealisasinya efek window dressing pada emiten-emiten dengan bobot kapitalisasi pasar besar, seperti bank-bank raksasa, justru menjadi potensi pendorong tambahan yang signifikan jika dampak tersebut mulai terimplementasi pada kinerja emiten ke depan.
Investor Domestik Masih Jadi Penopang Utama
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, mengamati bahwa penguatan IHSG saat ini merupakan kombinasi dinamis antara pengaruh window dressing dan solidnya daya dukung dari investor domestik. Di sisi lain, investor asing masih menunjukkan sikap yang cukup selektif dalam mengalokasikan dananya ke pasar saham, khususnya pada saham-saham pertumbuhan. Mereka cenderung menantikan publikasi laporan keuangan kuartal III-2025 untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai prospek emiten.
Indy juga menggarisbawahi bahwa para pelaku pasar, terutama investor asing, masih memantau perkembangan data ekonomi terkini di Indonesia, termasuk arah kebijakan suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI) dan The Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat. Dinamika ini akan menjadi penentu penting bagi keputusan investasi mereka.
Dorongan Stimulus dan Stabilitas Rupiah
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, berpendapat bahwa penguatan IHSG juga tak lepas dari peran aktif kebijakan stimulus pemerintah yang dirancang untuk menggerakkan roda perekonomian nasional. Kementerian Keuangan sebelumnya telah mengumumkan rencana untuk menyuntikkan paket stimulus ekonomi tambahan pada kuartal IV-2025, dengan fokus utama pada kelompok masyarakat miskin dan rentan.
“Apabila stimulus tersebut tepat sasaran, dampaknya akan sangat positif terhadap perekonomian Indonesia di kuartal empat tahun ini,” jelas Nafan. Ia menambahkan, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga dan kebijakan moneter Bank Indonesia yang cermat turut memberikan sentimen positif tambahan bagi pasar saham. Nafan juga menyoroti potensi The Fed untuk memangkas suku bunga acuan dalam Federal Open Market Committee (FOMC) di akhir Oktober 2025, serta menantikan arah kebijakan The Fed pada Desember sebagai faktor penting yang diperhatikan pelaku pasar.
Strategi Investasi Menjelang Akhir Tahun
Menjelang akhir tahun, Head of Research & Education Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, mencermati pola historis di mana fenomena window dressing seringkali lebih intens terjadi pada bulan November, sementara investor cenderung bersikap wait and see di Desember. “Pada 2025, kemungkinan pola tersebut bisa terulang,” kata Valdy. Menurutnya, saat window dressing, pelaku pasar biasanya akan memilih saham-saham dengan fundamental yang kuat namun harganya masih terdiskon atau murah.
Sebagai contoh, Valdy menyebutkan bahwa saham-saham perbankan besar seperti BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI yang telah mengalami koreksi harga cukup tajam berpotensi menjadi target incaran para investor. Senada, Indy Naila menyarankan agar investor tetap selektif dan fokus pada sektor defensif, khususnya konsumsi. Ia juga merekomendasikan pemantauan ketat terhadap laporan keuangan sektor perbankan untuk melihat tanda-tanda pemulihan profitabilitas. Apabila indikasi pemulihan laba muncul, investor dapat mempertimbangkan untuk mengakumulasi pada harga rendah. Indy merekomendasikan beberapa saham pilihan dengan target harga: INDF di Rp8.000, BBRI di Rp5.025, dan BMRI di Rp5.200.
Sementara itu, Nafan Aji Gusta menyarankan investor untuk menerapkan strategi buy on dip atau merealisasikan keuntungan secara selektif. Ia merekomendasikan sejumlah saham pilihan untuk akhir tahun ini, antara lain: BBCA, AALI, LSIP, TBLA, ASII, AUTO, BBNI, BBRI, BBTN, BMRI, BNGA, BTPS, ELSA, ERAA, JPFA, PGAS, TLKM, TUGU, dan SIDO.