caristyle.co.id JAKARTA – Kebanyakan investor pemula cenderung memulai perjalanan investasinya dengan instrumen berisiko rendah. Namun, berbeda dengan Rustarti Suri Pertiwi, Direktur Keuangan PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO), yang justru memilih investasi saham sebagai langkah awal. Pilihan berani ini tak lepas dari awal mula kariernya di Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Sekitar tahun 2007–2008, wanita yang akrab disapa Tiwi ini memulai karier di BRI sebagai Account Officer dalam penyaluran kredit. Tak lama berselang, ia beralih ke bidang Investor Relations (IR), sebuah peran yang secara signifikan membuka wawasannya terhadap dunia pasar modal. Keterlibatannya dalam membangun relasi dengan pemegang saham BRI memberinya pemahaman mendalam tentang dinamika investasi.
“Setelah di Investor Relations, saya makin paham soal capital gain, dividen, dan bagaimana pasar modal bekerja,” ungkap Tiwi. Interaksi langsung dengan pemegang saham institusi memupuk keyakinannya bahwa investasi saham bukanlah domain eksklusif korporasi besar, melainkan juga dapat dijangkau oleh individu.
Termotivasi oleh pemahaman baru tersebut, Tiwi memutuskan untuk memasuki pasar modal melalui investasi saham pada tahun 2009. Sebelumnya, pengetahuannya sebatas instrumen sederhana seperti deposito yang dianggap aman dan menawarkan bunga lebih tinggi daripada tabungan biasa. Namun, pengalaman di IR membawanya ke jenjang pemahaman finansial yang lebih kompleks.
Di tengah kesibukan kerja, Tiwi awalnya tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan analisis saham secara mandiri, sehingga kerap mengikuti saran dari lingkaran terdekatnya. Pengalaman ini menyadarkannya bahwa investasi bukan hanya tentang modal finansial, melainkan juga memerlukan waktu untuk belajar dan memantau pergerakan pasar. Ia kemudian menggeser fokusnya pada saham blue chip yang memiliki fundamental kuat dan model bisnis yang mudah dipahami, dengan orientasi jangka panjang.
Meskipun demikian, perjalanan investasi pertamanya tidak luput dari tantangan. Tiwi mengakui sempat mengalami kerugian di tahun-tahun awal. Pengalaman ini, meski menyedihkan, menjadi pelajaran berharga yang menggarisbawahi pentingnya prinsip “uang dingin” agar kebutuhan utama sehari-hari tidak terganggu. Dari situlah ia mulai menyesuaikan strategi investasi dengan kondisi pribadinya.
Melihat kompleksitas dan keterbatasan waktu, Tiwi kemudian memilih instrumen yang dikelola secara profesional. “Jadi, portofolio investasi saya menjadi lebih beragam dan disesuaikan dengan waktu serta kemampuan saya dalam memantau investasi tersebut,” jelas Tiwi. Ia memperkaya portofolionya dengan reksadana obligasi (pendapatan tetap) serta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang difasilitasi oleh perusahaannya. Dengan demikian, pengelolaan dana dipercayakan kepada manajer investasi, sementara ia dapat tetap menyisihkan dana bulanan secara rutin untuk tujuan masa depan.
Portofolio Investasi
Kini, strategi investasinya telah jauh lebih matang, mencerminkan pertimbangan usia dan rencana dana pensiun. Sebanyak 60% portofolio utamanya dialokasikan pada obligasi, reksadana pendapatan tetap, serta DPLK. Sementara itu, porsi investasi saham adalah sekitar 15%, kepemilikan aset tanah 25%, dan sebagian kecil ditempatkan pada emas. “Sekarang saya mempertimbangkan usia, termasuk rencana pensiun, dan ekspektasi pendapatan setelah pensiun,” ujar Tiwi, menegaskan pendekatan yang lebih konservatif seiring bertambahnya usia.
Sebagai nasabah prioritas di BRI, Tiwi mendapatkan dukungan optimal dalam pengelolaan portofolionya. Ia dapat mengatur pendapatan dari obligasi negara, misalnya, untuk memenuhi kebutuhan arus kas bulanan atau triwulanan, sehingga perencanaan keuangan menjadi lebih rapi dan terstruktur.
Selain perencanaan investasi, persiapan kesehatan juga menjadi prioritas. Tiwi mengandalkan BPJS Kesehatan selama masih aktif bekerja, namun untuk masa pensiun, ia berencana menambah perlindungan melalui asuransi kesehatan swasta. Ia juga cermat memperhitungkan besaran premi agar dapat ditopang oleh hasil investasinya di kemudian hari.
Lebih jauh, Tiwi telah memproyeksikan kebutuhan bulanan setelah pensiun, termasuk biaya hidup dan pembayaran rutin. “Itu juga menjadi target saya ke depan. Jadi, memang harus kita sisihkan dari pendapatan,” imbuhnya. Kebiasaan menyisihkan dana bulanan ini, menurutnya, penting dimulai sejak usia muda, bahkan untuk pembayaran tahunan seperti STNK, yang nominalnya relatif besar.
Untuk mendukung kebiasaan ini, Tiwi merekomendasikan pemanfaatan fitur-fitur di aplikasi Bank Raya, seperti Saku Raya, Saku Pintar, dan Saku Bujet. Fitur-fitur ini membantu nasabah untuk mengalokasikan dana secara disiplin, misalnya untuk pembayaran rutin bulanan atau akumulasi dana untuk pembayaran tahunan seperti STNK. Dengan demikian, ketika tagihan datang, dana sudah tersedia tanpa mengganggu arus kas harian.
Pahami Profil Risiko Pribadi
Dalam berinvestasi, Tiwi berpegang teguh pada penetapan tujuan yang jelas. Untuk jangka panjang, target utamanya adalah dana pensiun, sementara untuk jangka pendek, ia menyiapkan dana khusus, misalnya untuk ibadah umrah setiap beberapa tahun sekali. Prinsip krusial lainnya adalah memahami profil risiko pribadi. Meski di awal karier ia berani mengambil risiko tinggi dengan investasi saham, seiring bertambahnya usia, Tiwi kini menekankan pentingnya diversifikasi portofolio.
Menurutnya, diversifikasi portofolio sangat esensial untuk menghindari konsentrasi risiko pada satu instrumen saja. Dengan menyebarkan dana ke berbagai instrumen dengan karakteristik berbeda, risiko dapat dikelola lebih efektif dan peluang imbal hasil pun lebih stabil.
Bagi calon investor atau investor pemula, Tiwi berpesan agar tidak takut untuk memulai. “Namun sebelum memulai, menyisihkan waktu untuk belajar, menentukan tujuan, dan memahami profil risiko juga penting,” tegasnya, menggarisbawahi pentingnya literasi keuangan.
Untuk generasi muda, Tiwi menyarankan agar tidak ragu mengambil risiko lebih tinggi dengan investasi saham. Namun, ia menekankan penggunaan “uang dingin” dan orientasi jangka panjang. Selain itu, pemilihan saham harus didasarkan pada fundamental perusahaan yang prospektif. “Kalau kinerja sahamnya bagus, nanti bisa dapat untung bukan cuma dari capital gain, tapi juga dari dividen,” jelasnya.
Aspek penting lain yang disoroti adalah disiplin dalam memisahkan dana investasi berdasarkan tujuan. Disiplin alokasi ini, menurutnya, akan membuat pengelolaan keuangan lebih tertata, apalagi dengan dukungan fitur digital perbankan yang kian praktis.
Sebagai contoh, Tiwi menjelaskan fitur Saku Jaga di aplikasi Bank Raya, yang konsepnya mirip deposito dengan tenor fleksibel (mulai dari satu bulan hingga setahun) dan bunga bervariasi. Fitur ini menawarkan kepraktisan dan sangat cocok bagi anak muda yang ingin memulai investasi secara lebih terencana dan terarah.
Investasi Pendidikan
Di luar berbagai instrumen keuangan, Tiwi juga menganggap pendidikan sebagai salah satu bentuk investasi yang tak kalah krusial. Setelah menyelesaikan S1, ia melanjutkan studi ke jenjang S2, melihatnya sebagai peluang untuk terus berkembang. Baginya, pendidikan adalah investasi waktu dan tenaga yang memberikan hasil luar biasa, baik dalam ranah pribadi maupun profesional.
Selain pendidikan formal, Tiwi juga aktif memupuk pengetahuannya dengan rajin membaca. Di waktu luangnya, ia kerap mendalami buku-buku yang berkaitan dengan bidang keuangannya saat ini. “Membaca juga menambah pengetahuan saya saat diskusi dengan rekan kerja, jadi bisa saling tukar pikiran,” pungkasnya, menunjukkan komitmennya terhadap pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan diri.