Jakarta Tegang: Sekolah Libur Imbas Demo Ricuh, Kapan Dibuka?

Posted on

Sejumlah sekolah di DKI Jakarta telah meniadakan aktivitas pembelajaran tatap muka menyusul serangkaian aksi unjuk rasa yang terjadi beberapa hari belakangan ini dan berujung ricuh. Keputusan ini diambil sebagai langkah preventif demi menjamin keamanan dan kenyamanan proses belajar mengajar bagi para siswa di tengah situasi yang tidak kondusif.

Salah satu institusi pendidikan yang menerapkan kebijakan ini adalah SMA 3 Jakarta, berlokasi strategis di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Pemandangan pada Senin (1/9) pagi menunjukkan gerbang sekolah tertutup rapat, tanpa hiruk pikuk aktivitas siswa. Hanya terlihat seorang penjaga sekolah yang sigap berjaga. “Siswa belajar dari rumah, Pak,” ujar penjaga tersebut, mengonfirmasi penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Dampak aksi unjuk rasa ini tidak hanya terbatas pada sekolah negeri. Sejumlah sekolah swasta di ibu kota juga mengambil langkah serupa untuk melindungi peserta didiknya. Misalnya, Sekolah ST. Theresia yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, turut memberlakukan aktivitas pembelajaran dari rumah, menunjukkan keseriusan pihak sekolah dalam merespons situasi keamanan.

Keputusan peniadaan kegiatan belajar mengajar secara langsung ini bukan tanpa dasar. Langkah preventif tersebut merujuk pada Surat Edaran (SE) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) nomor 13 tahun 2025. Surat edaran ini secara spesifik membahas “Penerapan Nilai Karakter Positif Peserta Didik Sebagai Warga Negara yang Demokratis dan Bertanggung Jawab dalam Penyampaian Pendapat”.

Inti dari surat edaran ini adalah pembinaan komprehensif terhadap peserta didik, memastikan mereka dapat menyampaikan pendapat dalam negara demokrasi dengan cara yang konstruktif dan bertanggung jawab. Kemendikdasmen menekankan pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman sekaligus membentuk siswa menjadi warga negara yang cakap berdemokrasi.

Dalam SE tersebut, Kemendikdasmen mengimbau beberapa poin penting, antara lain:

  • Mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi peserta didik melalui kebijakan teknis, instruksi, atau pengawasan yang diperlukan di wilayah masing-masing dengan pelaksanaan yang transparan, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya agar seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dapat mengembangkan diri dalam suasana pendidikan yang aman dan terlindungi, sehingga tumbuh sebagai warga negara yang kritis, peduli, demokratis, dan bertanggung jawab, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  • Menginstruksikan kepala satuan pendidikan, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pendampingan secara berkelanjutan kepada peserta didik. Hal ini krusial agar dalam menyalurkan pendapat dilaksanakan secara aman, santun, bertanggung jawab, serta terlindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Mendorong pendidik pada satuan pendidikan dalam proses pembelajaran agar membimbing peserta didik menyampaikan pendapat dengan menanamkan nilai-nilai positif, seperti sikap ramah, santun, menghargai perbedaan, dan mengedepankan etika dalam berkomunikasi, sehingga tumbuh budaya dialog yang sehat;
  • Memfasilitasi satuan pendidikan dalam menyediakan ruang dialog yang aman dan konstruktif seperti forum musyawarah, organisasi siswa, ekstrakurikuler, atau kegiatan sekolah lainnya sebagai wadah penyaluran pendapat peserta didik; dan
  • Mengimbau orang tua/wali peserta didik agar berperan aktif dalam mendampingi anak-anaknya. Pendampingan ini penting untuk memastikan anak memahami urgensi menyalurkan pendapat melalui jalur yang tepat dan aman.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya menjaga keselamatan siswa sekaligus membimbing mereka menjadi generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter kuat dan bertanggung jawab dalam berdemokrasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *