Jangan Lewatkan! Daftar Emiten Cum Date Dividen Interim Minggu Ini

Posted on

caristyle.co.id JAKARTA. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) bersiap membagikan dividen interim dari tahun buku 2025, dengan jadwal cum date yang jatuh pada pekan ini. Momen ini tentu menjadi incaran para investor yang mengincar cuan dari pembagian keuntungan perusahaan.

Salah satu yang paling dinanti adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang akan menebar dividen jumbo dengan nilai total mencapai Rp 6,77 triliun. Angka ini setara dengan 15,6% dari laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk hingga kuartal III 2025, yaitu sebesar Rp 43,40 triliun. Catat tanggal pentingnya: cum date BBCA adalah 2 Desember 2025.

Selain BBCA, ada pula emiten lain yang tak kalah menarik. PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI), misalnya, akan membagikan dividen interim sebesar Rp 300 miliar, atau setara dengan Rp 35,11 per saham. Nilai ini mencerminkan 63,44% dari total laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk dalam sembilan bulan pertama tahun 2025. Sama seperti BBCA, cum date YUPI juga jatuh pada 2 Desember 2025.

Selanjutnya, PT Kurniamitra Duta Sentosa Tbk (KMDS) juga akan membagikan dividen interim dengan nilai total Rp 12,8 miliar, atau Rp 16 per saham. Bagi Anda yang tertarik, cum date KMDS adalah 4 Desember 2025.

Terakhir, PT Sigma Energy Compressindo Tbk (SICO) juga turut meramaikan pembagian dividen interim dengan nilai Rp 2,73 triliun, atau setara dengan Rp 3 per saham. Cum date SICO dijadwalkan pada 3 Desember 2025.

Menjelang pembagian dividen interim ini, Chory Agung Ramdhani, Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), memberikan beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan investor.

Pertama, pemahaman yang baik mengenai tanggal-tanggal kunci seperti cum date, ex date, dan record date sangatlah krusial. Hal ini untuk memastikan investor tidak salah langkah dalam mendapatkan hak dividen.

Kedua, kesehatan fundamental emiten juga menjadi faktor penentu. Investor perlu mencermati keberlanjutan laba, arus kas, serta payout ratio perusahaan. Dividen yang terlalu besar dibandingkan kemampuan perusahaan berpotensi tidak berulang di masa depan.

Ketiga, perhatikan pula bagaimana reaksi harga saham menjelang dan setelah ex-dividend. Biasanya, akan terjadi penyesuaian harga yang dapat mengurangi keuntungan jika investor hanya mengejar dividen jangka pendek.

Keempat, likuiditas saham juga perlu diperhatikan, terutama pada emiten dengan kapitalisasi kecil. Risiko slippage cenderung lebih besar pada saham-saham dengan likuiditas rendah.

“Terakhir, pertimbangkan sentimen sektor dan kondisi makroekonomi, misalnya suku bunga, atau siklus industri yang dapat memengaruhi prospek kinerja setelah dividen dibagikan,” ujar Chory kepada Kontan, Jumat (28/11). Faktor-faktor eksternal ini dapat memberikan gambaran lebih lengkap mengenai potensi investasi.

Secara khusus, Chory menilai dividen interim BBCA masih menarik untuk diperhatikan, meskipun yield hanya 0,6%. Hal ini dikarenakan fundamental BBCA yang masih kokoh. Kinerja keuangan BBCA ditopang oleh kualitas aset yang sehat dan biaya kredit yang rendah.

Untuk tahun 2026, laba bersih BCA diproyeksikan tumbuh 2% year on year (YoY) menjadi Rp57,6 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan kredit yang lebih tinggi, yaitu 7,9%, dan penurunan cost of credit sejalan dengan penurunan suku bunga acuan.

“Namun, net interest margin (NIM) di tahun 2026 diperkirakan turun 27 basis poin (bps) karena penurunan yield aset produktif di tengah kompetisi kredit wholesale yang ketat,” jelasnya.

Fokus ekspansi BBCA ke segmen korporasi blue-chip dan perbaikan permintaan KPR diharapkan dapat menopang pertumbuhan kredit pada tahun 2025–2026.

BBCA tetap unggul dengan franchise CASA lebih dari 80%, sehingga menjaga cost of fund (CoF) tetap rendah dan risiko kualitas aset tetap terkontrol dengan non-performing loan (NPL) gross sebesar 1,5% di tahun 2026.

“BBCA tetap menjadi top defensive pick di perbankan besar berkat fundamental paling kuat di sektor ini,” ungkap Chory.

Harga saham BBCA pada perdagangan Jumat lalu ditutup di Rp 8.275 per saham, turun 14,47% sejak awal tahun atau year to date (YTD) seiring adanya tekanan di sektor perbankan dan rotasi ke saham siklikal.

Arus dana asing sebulan terakhir menunjukkan pergerakan yang dinamis, dengan masuk sekitar Rp 19 triliun dan keluar Rp 16,6 triliun, sehingga terdapat net buy sekitar Rp 2,40 triliun. Hal ini mencerminkan kepercayaan asing yang mulai pulih terhadap bank-bank besar.

Chory pun merekomendasikan beli untuk BBCA dengan target harga Rp 10.800 per saham, berdasarkan proyeksi kinerja tahun 2026. Target ini mencerminkan fair value price to book value (PBV) sebesar 4,4x dan return of equity (ROE) 19,8%.

Dengan upside sampai 29,7%, penurunan harga saham BBCA tahun ini menjadi peluang akumulasi yang menarik bagi investor jangka panjang.

“Risiko utama yang memengaruhi kinerja ke depan adalah turunnya NIM lebih dalam dan perlambatan kredit wholesale,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *