Peristiwa keracunan massal melanda 45 pelajar di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada Senin (22/9). Dugaan kuat mengarah pada konsumsi paket Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disantap saat jam makan siang.
Para korban segera dilarikan untuk mendapatkan perawatan medis darurat setelah menunjukkan gejala keracunan yang khas, meliputi mual dan muntah hebat.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P), Nurul Rasihan, mengungkapkan pihaknya menerima laporan awal tentang dugaan keracunan massal ini sekitar pukul 13.00 WIB. Nurul menambahkan bahwa jumlah siswa yang terdampak terus bertambah, dari laporan awal sekitar 40 hingga 45 siswa yang masuk penanganan medis antara pukul 13.00 hingga 14.00 WIB.
Kecemasan meluas mengingat para pelajar yang menjadi korban berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Menurut informasi awal, paket Program MBG yang diduga menjadi pemicu keracunan ini disalurkan dari salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Meskipun detail sekolah yang terdampak masih dalam pendataan, Nurul Rasihan menyebut bahwa keluhan awalnya muncul dari siswa SMA, disusul SMP, dan kini telah menyebar hingga jenjang SD.
Untuk merespons situasi darurat ini, petugas dari Dinkes Bandung Barat segera dikerahkan ke lokasi kejadian. Mereka bertugas untuk memastikan kondisi kesehatan seluruh siswa yang terdampak dan memulai investigasi menyeluruh guna menelusuri secara pasti penyebab dugaan keracunan tersebut. Data mengenai jumlah dan kondisi korban pun masih bersifat dinamis dan belum final.
Sementara itu, Erik Zainudin, Ketua Yayasan SMK Pembangunan Bandung Barat, mengutarakan dugaannya mengenai kondisi makanan dalam paket MBG. Ia menduga kuat bahwa sejumlah item menu seperti nasi, daging ayam, tahu, dan sepotong buah telah basi. Kecurigaan ini diperkuat oleh kesaksian para siswa yang mengaku menemukan kejanggalan. “Dari keterangan anak-anak, pas dibuka kayanya ayamnya yang basi, asam, warnanya juga agak beda,” pungkas Erik, mengutip langsung pengalaman para korban. Pihak berwenang kini tengah berupaya mengungkap fakta di balik insiden keracunan makanan massal ini.