Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kolaka Timur (Koltim). Penambahan tersangka ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan yang terus digalakkan oleh lembaga antirasuah tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi penetapan ini kepada wartawan pada Kamis (6/11). Meskipun demikian, Budi belum dapat merinci identitas para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka baru tersebut. “Kami belum bisa menyampaikan secara rinci siapa-siapa saja yang sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Budi, sembari menambahkan bahwa KPK akan terus memberikan pembaruan seiring berjalannya proses penyidikan.
Dengan adanya pengembangan penyidikan dan penetapan tersangka baru ini, KPK berharap dapat menuntaskan dan membuat terang perkara dugaan rasuah tersebut. Budi menyampaikan optimisme bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan KPK bisa betul-betul tuntas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan rumah sakit di wilayah Kolaka Timur ini.
Korupsi RSUD Koltim
Kasus besar ini awalnya terungkap melalui sebuah operasi tangkap tangan (OTT) yang sigap digelar KPK pada awal Agustus 2025. Dalam operasi senyap tersebut, total 12 orang berhasil diamankan untuk dimintai keterangan.
Setelah serangkaian pemeriksaan mendalam, KPK pada tahap awal menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelima tersangka yang telah diumumkan sebelumnya adalah:
- Abdul Azis, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kolaka Timur;
- Andi Lukman Hakim, selaku PIC Kementerian Kesehatan untuk Proyek Pembangunan RSUD;
- Ageng Dermanto, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim;
- Deddy Karnady, perwakilan dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP);
- Arif Rahman, pihak yang melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan PT PCP.
Para tersangka diduga kuat melakukan kongkalikong untuk menunjuk PT PCP dalam menggarap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD di Kolaka Timur. Modus operandi ini diduga melibatkan praktik pemberian suap sebagai imbalan atas penunjukan tersebut.
Atas perbuatannya, Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim dijerat sebagai tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, dengan sangkaan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



