Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara serius tengah mendalami dugaan praktik penyalahgunaan kuota petugas haji dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Kuota yang semestinya dialokasikan untuk para petugas, kini dicurigai kuat justru diperjualbelikan kepada calon jemaah haji, sebuah pelanggaran yang mencoreng integritas pelaksanaan ibadah suci ini.
“Terkait dengan jual-beli kuota petugas haji, penyidik juga menemukan adanya dugaan kuota-kuota haji yang seharusnya diperuntukkan untuk petugas, seperti petugas pendamping, petugas kesehatan, pengawas, dan juga administrasi, ternyata diperjualbelikan kepada calon jemaah. Ini jelas menyalahi ketentuan yang ada,” tegas Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media pada Selasa (7/10).
Praktik culas ini, menurut KPK, berpotensi menurunkan kualitas layanan haji secara drastis. Kuota yang seharusnya diisi oleh tenaga profesional yang siap melayani jemaah, kini ditempati oleh individu yang membayar, bukan karena kompetensi atau tugas khusus.
“Tentu saja praktik ini akan mengurangi kualitas pelayanan haji secara keseluruhan,” imbuh Budi, menyoroti dampak serius dari penyimpangan tersebut.
Budi merinci lebih lanjut, berbagai jenis kuota petugas haji yang diduga menjadi objek jual-beli meliputi petugas kesehatan, petugas pendamping, hingga pengawas. Sebagai contoh, kuota yang diperuntukkan bagi petugas kesehatan untuk memfasilitasi kebutuhan medis para jemaah, justru beralih tangan kepada calon jemaah biasa. Konsekuensinya, jumlah petugas vital di Tanah Suci berkurang, mengancam keselamatan dan kenyamanan jemaah.
“Misalnya yang seharusnya jatahnya petugas kesehatan yang akan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan kesehatan dari para calon jemaah ini, tapi kemudian diperjualbelikan kepada calon jemaah lain,” jelas Budi. “Artinya ada petugas kesehatan yang berkurang jumlahnya ataupun petugas-petugas lain yang sangat dibutuhkan.”
Penyidik KPK masih terus mendalami modus operandi praktik ini, termasuk menelusuri besaran harga kuota petugas haji yang diperjualbelikan. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menambahkan bahwa tak jarang kuota petugas haji khusus yang tidak terpakai disalurkan kembali kepada jemaah haji. Meskipun secara sekilas tampak seperti efisiensi, praktik ini bisa menjadi celah bagi penyalahgunaan yang lebih luas.
Korupsi Kuota Haji
Kasus ini tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari penyidikan yang lebih besar terkait korupsi kuota haji 2024 secara umum. Perkara ini bermula pada tahun 2023, ketika Presiden Jokowi berhasil memperoleh tambahan 20 ribu kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi.
KPK menduga bahwa informasi mengenai kuota tambahan ini segera direspons oleh asosiasi travel haji yang kemudian menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas distribusi kuota. Mereka disinyalir berupaya agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku, yang seharusnya maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.
Dalam serangkaian dugaan pertemuan, disepakati bahwa kuota haji tambahan akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler, yakni 50%-50%. Keputusan kontroversial ini kemudian diduga tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas atau yang akrab disapa Gus Yaqut. KPK kini masih mendalami keterkaitan SK tersebut dengan rapat-rapat yang digelar sebelumnya.
Lebih lanjut, KPK juga menemukan indikasi adanya setoran yang diberikan oleh para pihak travel haji yang mendapatkan kuota tambahan tersebut kepada oknum-oknum di Kemenag. Besaran setoran ini bervariasi, berkisar antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, bergantung pada skala dan ukuran travel haji yang bersangkutan.
Uang haram ini diduga disetorkan oleh para travel melalui asosiasi haji, yang kemudian menyalurkannya kepada oknum-oknum di Kemenag. KPK mencurigai aliran dana ini diterima oleh sejumlah pejabat, bahkan hingga pucuk pimpinan di Kementerian Agama, mengindikasikan jaringan korupsi yang terstruktur dan masif.
Dari hasil perhitungan sementara, KPK memperkirakan kerugian negara yang diakibatkan kasus korupsi kuota haji ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun, sebuah angka yang fantastis. Untuk menghitung kerugian negara secara akurat, KPK kini menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam upaya mengungkap tuntas kasus ini, KPK telah mengambil langkah tegas. Tiga individu telah dicegah ke luar negeri, yakni eks Menag Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Serangkaian penggeledahan juga telah dilakukan di berbagai lokasi, mulai dari rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah ASN Kemenag, hingga rumah di Depok yang diduga menjadi kediaman Gus Alex.
Terbaru, KPK berhasil menyita dua unit rumah mewah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar dari seorang ASN Ditjen PHU Kemenag. Aset ini diduga kuat dibeli dari uang hasil korupsi kuota haji. Menanggapi tindakan KPK, Gus Yaqut melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini, menyatakan menghormati segala upaya penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK demi menuntaskan perkara ini.