KPK Periksa Politikus Demokrat, Kasus Korupsi CSR BI

Posted on

caristyle.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan keseriusannya dalam memberantas korupsi dengan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Iman Adinugraha. Legislator yang mewakili daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat (Jabar) IV ini akan dimintai keterangan pada Rabu (3/9) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia (BI).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa pemeriksaan Iman Adinugraha dilaksanakan di gedung KPK Merah Putih. “Dalam lanjutan penyidikan perkara program sosial atau CSR BI, hari ini (Rabu, 3/9), KPK memanggil Sdr IA, untuk dilakukan pemeriksaan sebagai saksi,” jelas Budi. Ia menambahkan, penyidik akan fokus mendalami informasi mengenai aliran uang maupun aset yang diduga terkait dengan tersangka Heri Gunawan, Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, dalam perkara ini.

Penyelidikan KPK dalam kasus ini juga telah membuahkan hasil signifikan berupa penyitaan 15 unit mobil mewah. Kendaraan-kendaraan tersebut disita dari Satori, Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem yang telah berstatus tersangka, di berbagai lokasi di Cirebon, Jawa Barat, antara Senin (1/9) hingga Selasa (2/9). Beberapa di antaranya disita dari showroom mobil bernama Berkah Motor 2, yang diduga memiliki afiliasi dengan Satori. Armada yang disita meliputi tiga unit Toyota Fortuner, dua unit Mitsubishi Pajero Sport, satu unit Toyota Camry, dua unit Honda Brio, tiga unit Toyota Kijang Innova, satu unit Toyota Yaris, satu unit Mitsubishi Xpander, satu unit Honda HRV, dan satu unit Toyota Alphard.

MUI Dukung Langkah Tegas dan Terukur Aparat untuk Kendalikan Situasi dan Jaga Ketertiban

Sebelumnya, pada Selasa (2/9), Satori dan Heri Gunawan juga dijadwalkan menjalani pemeriksaan. Namun, kedua Anggota DPR RI tersebut tidak memenuhi panggilan KPK. Penetapan status tersangka terhadap keduanya telah diumumkan secara resmi oleh KPK, terkait dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluhan Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020–2023. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penyelidikan kasus ini dimulai dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum sejak Desember 2024. Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/8), Asep menyatakan, “Dua hari ke belakang, KPK menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut: Pertama HG (Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024) dan kedua ST (Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024).”

Berdasarkan hasil penyidikan, Heri Gunawan diduga kuat telah menerima total dana sebesar Rp 15,86 miliar. Dana fantastis ini diduga berasal dari berbagai sumber, termasuk Rp 6,26 miliar dari kegiatan PSBI Bank Indonesia, Rp 7,64 miliar dari program Penyuluhan Keuangan OJK, serta Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Selanjutnya, dana tersebut diduga dialihkan ke rekening pribadinya melalui yayasan yang ia kelola, dan digunakan untuk beragam keperluan personal, seperti pembelian aset, kendaraan, hingga pembangunan rumah makan.

Sementara itu, Satori juga disangkakan menerima dana sebesar Rp 12,52 miliar. Rinciannya mencakup Rp 6,30 miliar dari PSBI BI, Rp 5,14 miliar dari OJK, dan Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Untuk menyamarkan asal-usul dana haram tersebut, Satori diduga melakukan berbagai upaya, termasuk transaksi deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, serta pengadaan kendaraan dan aset-aset lain. Bahkan, ia disebut-sebut meminta bantuan bank daerah untuk melancarkan praktik penyamaran transaksi ini.

Lebih lanjut, KPK mencurigai bahwa sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya turut terlibat dan menerima dana serupa. Dugaan ini menguat berdasarkan pengakuan Satori setelah menjalani pemeriksaan beberapa waktu lalu. Menanggapi hal tersebut, Asep menegaskan, “KPK akan mendalami keterangan ST tersebut.” Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Keduanya juga dijerat dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, menunjukkan keseriusan KPK dalam menindak praktik korupsi dan TPPU di Tanah Air.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *