Larangan Baju Bekas Impor: Aturan Baru Purbaya & Kendalanya

Posted on

Menteri Keuangan Siapkan Jurus Baru Berantas Pakaian Bekas Impor: Pedagang Pasar Senen Cemas, Industri Tekstil Bersorak

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana memperketat aturan terkait impor pakaian bekas ilegal di Indonesia. Langkah ini diwujudkan dengan penerbitan peraturan menteri keuangan (PMK) yang akan memperkuat aturan yang sudah ada. Meskipun detailnya belum diumumkan, PMK ini akan memuat sanksi tegas seperti denda besar hingga pencabutan izin impor bagi para pelanggar.

Pelarangan impor pakaian bekas sendiri sebenarnya telah lama diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022. Namun, efektivitas aturan ini masih dipertanyakan.

Aturan Baru Dianggap Tak Perlu?

Pengamat justru menilai bahwa aturan tambahan yang digagas Menteri Keuangan Purbaya ini tidak diperlukan. Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, berpendapat bahwa masalah utama bukan pada kurangnya aturan, melainkan lemahnya penegakan hukum.

“Kalau Permendag efektif, sebenarnya sudah cukup untuk mengurangi peredaran pakaian bekas,” ujar Andri kepada BBC News Indonesia. Ia menambahkan bahwa celah-celah ilegal dalam proses impor menjadi akar masalah yang harus diberantas.

Kecemasan Pedagang Pakaian Bekas di Pasar Senen

Rencana penerbitan PMK ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang pakaian bekas. Salah seorang pedagang di Pasar Senen, Jakarta Pusat, yang enggan disebutkan namanya, mengaku cemas dengan kebijakan ini. Ia khawatir usahanya akan gulung tikar.

Yanuar, bukan nama sebenarnya, seorang pedagang pakaian bekas di lantai dua Pasar Senen, mengungkapkan kegelisahannya. “Ya, dampaknya sangat besar terhadap pedagang [pakaian] second,” tuturnya. Ia yang telah berjualan pakaian bekas sejak tahun 2000, menggantungkan hidupnya dari usaha ini.

Yanuar memahami bahwa pelarangan impor ini bertujuan untuk mendorong penjualan produk pakaian jadi dalam negeri. Namun, ia merasa kesulitan jika harus beralih menjual pakaian baru. “Kalau beralih ke [menjual pakaian] baru, pusing juga saya mikirinnya, modalnya juga gede,” keluhnya.

Di toko kecilnya yang berukuran 3×4 meter, Yanuar menjual pakaian bekas impor dari Korea Selatan dan Jepang. Ia menjualnya dengan harga terjangkau, mulai dari Rp20.000 hingga Rp75.000 per potong. Harga murah ini didapat karena ia membeli pakaian secara grosir atau “bal-balan”. Satu bal berisi 300-500 potong pakaian ia dapatkan dengan modal Rp5 juta. “Kalau 500 potong [pakaian] baru? Bayangin aja modalnya berapa,” ujarnya.

Pemerintah Gencar Razia, Pedagang Sempat Bernapas Lega

Sejak Permendag Nomor 40 Tahun 2022 diberlakukan, pemerintah telah melakukan sejumlah penindakan. Pada Agustus 2022, Menteri Perdagangan saat itu, Zulkifli Hasan, memusnahkan 750 bal pakaian bekas impor senilai Rp8,5 miliar di Karawang. Awal tahun 2023, pemusnahan serupa juga dilakukan di Cikarang dengan nilai yang lebih fantastis, mencapai Rp80 miliar.

Aksi penindakan ini sempat membuat para pedagang pakaian bekas kelimpungan. Namun, pada Maret 2023, Zulkifli Hasan memberikan sedikit “angin segar” dengan memperbolehkan pedagang menghabiskan stok pakaian bekas yang sudah masuk ke Indonesia.

Meski demikian, Yanuar mengaku tetap mendapatkan pasokan pakaian bekas dari luar negeri, bahkan setelah adanya larangan tersebut. Ia dengan lancar menyebutkan tren pakaian yang sedang digemari pembeli, seperti celana panjang “ala Korea”. Lantas, bagaimana ia bisa terus mendapatkan pasokan ilegal tersebut? “Ilegal lah,” jawabnya singkat. Ia menyebutkan bahwa bal-balan pakaian bekas itu masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. “Cara kerja enggak tahu, tapi saya tahu ini ilegal,” pungkasnya.

Alasan Pemerintah Melarang Impor Pakaian Bekas

Menteri Keuangan Purbaya beralasan bahwa impor pakaian bekas merugikan industri tekstil dalam negeri, berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat, dan menyebabkan kerugian negara akibat hilangnya potensi pajak bea masuk. Ia menginstruksikan Bea Cukai untuk memperketat pengawasan di pelabuhan dan tak segan menangkap pihak yang menolak upaya pemberantasan impor ilegal ini. “Siapa yang nolak, saya tangkap duluan… Berarti kan dia pelakunya, clear,” tegasnya.

Purbaya mengancam para pelaku impor ilegal dengan hukuman berat, termasuk penyitaan barang, denda, penjara, dan larangan impor seumur hidup. “Nanti barangnya dimusnahkan, orangnya didenda, dipenjara juga, dan akan di-blacklist. Yang terlibat itu saya akan larang impor seumur hidup.”

Pengamat Soroti Lemahnya Pengawasan

Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab utama maraknya peredaran pakaian bekas impor. “Banyak celah ilegal untuk impor. Kalau ini berulang, [artinya] celah itu sangat banyak,” katanya. Ia mengkritik rencana penerbitan aturan baru yang dianggapnya hanya mengulang ketentuan yang sudah ada dalam Permendag. Andri mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam melakukan penegakan hukum. “Permasalahan bukan kebijakan, tapi pelaksanaannya [penegakan hukum],” tegasnya.

Senada dengan Andri, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menekankan pentingnya pengawasan yang ketat untuk mencegah masuknya pakaian bekas ilegal. “Karena bisa saja barang itu tidak masuk melalui pelabuhan utama, tapi justru pelabuhan kecil,” ujarnya. Rendy juga menyoroti kondisi ekonomi Indonesia yang masih rapuh, menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan beralih ke produk yang lebih murah, termasuk pakaian bekas. Ia menyarankan pemerintah untuk menerbitkan kebijakan yang dapat menstimulasi perekonomian dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Mengapa Thrifting Digemari?

Pengajar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, memberikan perspektif lain. Ia menilai bahwa popularitas pakaian bekas juga terkait dengan kepuasan pembeli terhadap produk yang ditawarkan. “Kalau sebagian masyarakat mengaku bahwa mereka pernah membeli atau menyukai thrifting goods, artinya produk-produk baru yang ada di pasaran terlalu mahal untuk kualitas serupa dan kurang kompetitif,” jelasnya. Eddy menekankan pentingnya bagi perusahaan pakaian untuk menciptakan produk yang kompetitif, baik dari segi harga maupun kualitas. Pemerintah juga diharapkan memberikan insentif bagi perusahaan untuk berinovasi dan mempermudah proses berbisnis.

Para pedagang di Pasar Senen juga mengklaim bahwa kualitas menjadi alasan utama mengapa masyarakat tetap membeli pakaian bekas. Yanuar menyebutkan bahwa pakaian bekas seringkali menawarkan merek terkenal dengan harga yang lebih terjangkau. Hal senada juga diungkapkan oleh Rudi, pedagang lainnya, yang mengatakan bahwa pembeli mencari pakaian bekas karena kualitas bahan yang bagus dengan harga yang tidak terlalu tinggi.

Dukungan Industri Tekstil untuk Pemberantasan Impor Ilegal

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik rencana Menteri Purbaya untuk memperkuat aturan terkait impor pakaian bekas. Wakil Ketua Umum API, David Leonardi, menyatakan bahwa aturan ini penting untuk memberikan efek jera yang nyata dan menutup celah pelanggaran yang selama ini dimanfaatkan oleh pelaku impor ilegal.

David menjelaskan bahwa keberadaan pakaian bekas impor telah menggerus permintaan terhadap produk lokal dan berdampak buruk pada industri tekstil dan pakaian jadi. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas produksi di kalangan produsen kain dan benang, serta hilangnya pesanan bagi para penjahit. “Kondisi ini mengancam lebih dari tiga juta tenaga kerja langsung di sektor TPT,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa impor pakaian bekas ilegal telah menghilangkan potensi pendapatan negara hingga ratusan miliar rupiah.

David menepis anggapan bahwa pakaian bekas memiliki kualitas yang lebih baik. Ia menegaskan bahwa pakaian bekas berpotensi membawa penyakit menular bagi pekerja dan konsumen, seperti bakteri, jamur, dan ektoparasit. “Persepsi branded itu juga kerap menipu. Sebagian besar pakaian bekas justru tidak layak jual dan bermutu rendah,” pungkasnya.

  • Bos Sritex diduga selewengkan kredit bank, bagaimana nasib ribuan pekerja Sritex yang di-PHK?
  • Dari kulkas hingga kosmetik: Sertifikasi halal untuk tren bisnis atau kapitalisasi agama?
  • Pemerintah berubah sikap soal PPN 12%, harga barang-barang telanjur naik – ‘Masyarakat mulai oleng’
  • Sritex resmi berhenti beroperasi, lebih dari 10.000 karyawan diberhentikan – Siapa yang harus bertanggung jawab atas nasib karyawan?
  • Harga tersembunyi pakaian murah: Eksploitasi buruh dan biaya lingkungan produksi tekstil
  • Produk China membanjiri Indonesia, puluhan pabrik tekstil tutup dan badai PHK – ‘Kondisi industri tekstil sudah darurat’
  • Tren ‘thrifting’ menjamur, bagaimana dengan dampak lingkungannya?
  • Impor pakaian bekas ilegal: Indonesia ‘menjadi penampung sampah’ dan dianggap ‘tidak punya martabat’
  • Babak belur Pasar Tanah Abang dihajar pasar digital – ‘Sebulan tidak ada pemasukan satu rupiah pun’

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *