Sebuah demonstrasi pro-Palestina besar-besaran di Madrid, Spanyol, secara dramatis menghentikan etape terakhir balapan sepeda bergengsi, Vuelta a Espana. Aksi massa yang membanjiri jalur balapan tersebut berujung pada pembatalan event pada Minggu (14/9), mengubah jalannya pertandingan olahraga menjadi pernyataan politik yang kuat.
Dikutip dari AFP, ribuan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota Spanyol, menyerbu jalur yang seharusnya menjadi arena balapan di pusat kota Madrid. Terutama di Gran Via, lokasi vital di mana para pesepeda dijadwalkan menyelesaikan beberapa putaran penentu, demonstran merobohkan pembatas jalan dan membanjiri aspal. Di tengah teriakan slogan boikot Israel, asap hijau dan merah memenuhi udara, memperkuat visualisasi tuntutan mereka.
Peristiwa tak terduga ini memaksa para pesepeda untuk berhenti sekitar 56 kilometer dari garis finis, yang kemudian berujung pada pembatalan resmi Vuelta. Meskipun kemenangan diraih dengan cara yang kurang ideal, Jonas Vingegaard, juara Tour de France dua kali, yang kala itu mengenakan kaus merah pemimpin dan unggul 1 menit 16 detik dari Joao Almeida di awal etape terakhir, dinobatkan sebagai juara untuk pertama kalinya. Namun, pihak penyelenggara menyampaikan penyesalan bahwa tidak akan ada upacara podium untuk merayakan para pemenang.
Vingegaard yang tampak kecewa mengungkapkan perasaannya, “Sayang sekali momen abadi seperti itu direnggut dari kami.” Ia melanjutkan, “Saya sangat menantikan untuk merayakan kemenangan ini bersama tim dan para penggemar. Setiap orang berhak untuk berunjuk rasa, tetapi tidak dengan cara yang memengaruhi atau membahayakan balapan kami.” Kata-katanya menyoroti kompleksitas emosi yang menyelimuti kemenangannya.
Situasi sempat memanas di dekat Atocha, stasiun kereta api pusat Madrid, di mana polisi awalnya menghadapi demonstran dengan gas air mata. Namun, aparat kemudian mengizinkan massa untuk turun ke jalan, sebuah keputusan yang berujung pada pembatalan total balapan. Keputusan ini disambut dengan sorak-sorai sukacita dari para demonstran, yang dengan bangga meneriakkan, “Palestina memenangkan Vuelta ini,” menandai kemenangan simbolis mereka. Perlu dicatat, insiden ini bukan yang pertama; beberapa etape Vuelta sebelumnya juga telah dipersingkat akibat protes serupa, sebagian besar menentang partisipasi tim swasta Israel-Premier Tech.
Latar belakang politik di Spanyol turut memberikan dimensi unik pada peristiwa ini. Sebelum balapan dijadwalkan dimulai pada hari Minggu, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez secara kontroversial menyatakan “bangga” terhadap protes tersebut. Sentimen ini digaungkan oleh beberapa anggota pemerintahan sayap kiri Spanyol yang secara terbuka mendukung gerakan tersebut, mencerminkan dukungan kuat di negara itu terhadap perjuangan Palestina.
Di antara para pejabat, Wakil Perdana Menteri sayap kiri Spanyol, Yolanda Diaz, tampil sangat vokal. Melalui akun Instagram-nya, Diaz menegaskan bahwa Israel “tidak dapat berkompetisi dalam ajang apa pun jika terus melakukan genosida.” Ia juga memuji para demonstran, menyatakan bahwa “Masyarakat Spanyol telah memberi pelajaran kepada dunia (dengan) melumpuhkan Vuelta.” Pernyataan keras Diaz ini muncul beberapa hari setelah pemerintah Israel melarangnya masuk menyusul kritik tajamnya terhadap tindakan militer di Gaza, yang semakin menyoroti ketegangan politik mendalam seputar isu tersebut.