Ratusan pengemudi ojek online (ojol) membanjiri kawasan Monas, Jakarta, pada Selasa (02/09), bukan dengan demonstrasi riuh, melainkan melalui aksi damai. Mereka berjalan kaki sembari membagikan mawar, sebuah gestur simbolis untuk menyerukan perdamaian dan menjaga suasana kondusif. Namun, di balik seruan damai tersebut, terselip tuntutan kuat: agar kasus kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol yang tragisnya terlindas kendaraan taktis Brimob, diusut tuntas tanpa pandang bulu.
Salah satu peserta aksi damai ojol, Vita Budiarti, datang jauh-jauh dari Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, demi menunjukkan solidaritasnya. Dengan berat hati, ia meninggalkan seorang anak yang sedang sakit di rumah, semata-mata untuk menyuarakan aspirasi demi “Indonesia lebih baik, Indonesia damai, Indonesia kondusif,” ujarnya. Ibu tiga anak ini merasakan langsung dampak gelombang demonstrasi yang belakangan melanda berbagai kota di Indonesia. Kericuhan dan penutupan perkantoran serta sekolah telah menyelimuti masyarakat dengan kekhawatiran akan terulangnya peristiwa kelam Mei 1998, dan imbasnya sangat terasa pada pendapatan hariannya.
Vita mengeluhkan banyak penumpangnya merasa was-was menggunakan jasa ojol di lokasinya. Akibatnya, pendapatan yang ia raih beberapa hari terakhir anjlok hingga 30%. “Kami driver takut [soal keamanan], tapi lebih takut lagi kalau dapur tidak ngebul,” aku Vita dengan nada getir. “Lebih takut lagi anak harus bayar sekolah, atau ongkos, atau token listrik habis, beras habis, jadi ketakutan tidak kondusif tidak ada, jadi kita hempaskan,” tambahnya, menggambarkan perjuangan para pengemudi yang dilematis antara keamanan dan kebutuhan hidup.
Pengemudi ojol lainnya, Elgia Fitra, yang biasa beroperasi di Jakarta Selatan, juga turut merasakan pukulan ekonomi akibat situasi yang tidak kondusif. Ia mengungkapkan pendapatannya berkurang drastis hingga 50% dalam beberapa hari terakhir. “Karena beberapa titik enggak bisa lewat. Ada beberapa restoran tutup karena ada penjarahan kemarin. Kalau untuk penumpang juga sama,” jelasnya. Elgia menyoroti dampak penutupan jalan dan kekhawatiran masyarakat, yang membuat pekerjaannya semakin sulit. “Ada beberapa titik jalanan ditutup. Tapi, repot kalau buat jemput dan cari jalannya,” keluhnya.
Situasi serupa dialami oleh Ardi, yang mengidentifikasi dirinya sebagai “bocah petualangan”—istilah bagi pengemudi ojol yang melintasi batas wilayah. Pada hari normal, ia biasanya bisa mendapatkan orderan setiap setengah jam. Namun, “Kalau kemarin bisa sampai dua jam jedanya, baru dapat order berikutnya,” ungkapnya, menggambarkan betapa sulitnya mencari nafkah. Meskipun begitu, ia mengaku hari ini pesanan sudah mulai kembali normal, memberikan sedikit kelegaan di tengah ketidakpastian.
Di bagian selatan parkiran Monas, ribuan pengemudi ojek dari berbagai platform berkumpul, dengan mereka yang berada di barisan terdepan membawa segepok tangkai mawar. Pemandangan kontras terlihat di Jalan Merdeka Selatan, tempat seratusan personel kepolisian dan TNI bersiaga rapi di pinggir jalan, menanti pemberian bunga. Disaksikan oleh publik dan puluhan juru warta, para pengemudi ojol ini kemudian membagikan satu per satu mawar kepada aparat, sebagian bahkan saling bersalaman dan berpelukan, menciptakan momen simbolis yang kuat.
“Aksi damai ojol ini merupakan dukungan kami terhadap aparat kepolisian. Kami percaya seluruh proses hukum kepada kepolisian,” kata Mpok Erna, humas organisasi ojol URC Bergerak. Kepada BBC News Indonesia, ia menjelaskan bahwa acara ini didukung oleh “supporter” dan “relawan”. “Kami imbau teman-teman di luar sana, jangan pernah terprovokasi. Mari sama-sama kita bikin Jakarta aman kembali, kondusif dan bersinar di malam hari,” tambahnya, disambut seruan serentak, “Hidup ojol! Hidup ojol!” dari para pengemudi ojol lainnya, menegaskan komitmen mereka terhadap stabilitas.
Kematian Affan Kurniawan dalam ingatan kolektif pengemudi ojol
Aksi damai pengemudi ojol ini berlangsung di tengah penyelidikan intensif kepolisian terhadap kasus kematian Affan Kurniawan, 21 tahun. Tragedi yang terjadi pada Kamis malam (28/02) ketika Affan tewas dilindas kendaraan taktis Brimob ini terekam dan viral di media sosial, menyulut emosi publik dan komunitas ojol.
Menurut laporan Kompas.com, Kepala Biro Pertanggungjawaban Profesi Kepolisian Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, mengonfirmasi bahwa proses pemeriksaan dan pemberkasan terhadap tujuh polisi yang terlibat telah rampung. Hasil pendalaman menunjukkan dua orang, Kompol K (Danyon Resimen IV Korbrimob Polri) dan Bripka R (sopir kendaraan taktis PJJ), ditetapkan dalam kategori pelanggaran berat dan terancam sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Sidang kode etik berat mereka dijadwalkan pada 3-4 September.
Sementara itu, lima personel Sat Brimob Polda Metro Jaya lainnya—Aipda MR, Briptu D, Bripda AM, Bharaka J, dan Bharaka YD—dinyatakan melakukan pelanggaran sedang karena duduk di bagian belakang kendaraan sebagai penumpang. Sidang untuk mereka akan menyusul, dengan ancaman sanksi seperti penempatan khusus, mutasi demosi, penundaan pangkat, hingga penundaan pendidikan. Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo sebelumnya telah berjanji akan menuntaskan kasus Affan Kurniawan ini sesuai aturan yang berlaku, memberikan harapan keadilan bagi keluarga korban dan komunitas ojol.
Saat ditanya mengenai kematian Affan Kurniawan, beberapa pengemudi ojol yang ditemui BBC News Indonesia di Monas sempat terdiam, menghela napas, dan bercerita dengan nada suara yang lebih pelan, menunjukkan luka mendalam yang mereka rasakan.
Bagi Ardi, kematian Affan adalah tragedi yang melekat kuat dalam ingatannya. Ia bahkan mengaku sempat “nongkrong” di sekitar Markas Brimob di Kwitang, Jakarta Pusat, sehari setelah insiden tersebut. “Semua, seluruh Indonesia ributnya pasti tentang ojol,” katanya, menggambarkan gelombang kemarahan yang meluas. Namun, ia kemudian menarik diri dari kerumunan setelah hari kedua, merasa ada pihak yang “nunggangin” atau memanfaatkan situasi. “Saya mundur, saya langsung ngojek saja,” ujarnya.
Vita Budiarti mengungkapkan kekagumannya pada Affan Kurniawan, yang di usia 21 tahun sudah menjadi penopang ekonomi keluarga. Ia membandingkan dengan kebanyakan anak muda seusia Affan yang mungkin lebih banyak menghabiskan waktu bermain. “Tapi ini dia berjuang membantu keluarganya… Saya paling nggak kuat melihat adegan tersebut yang memang sudah tersebar cepat. Pastinya ada kemarahan,” kata Vita, merasakan amarah yang sama atas keadilan yang belum tuntas.
Elgia Fitra juga tak mampu menahan emosinya. “Jujur waktu nonton videonya saya nangis. Nangis saya. Karena posisinya, apalagi dia bukan yang ikut aksi demo. Dia hanya ingin anter orderan, kenapa jadi kena,” ucapnya penuh duka, menyoroti betapa ironisnya nasib Affan.
Seluruh pengemudi ojol ini, tanpa terkecuali, terus memantau jalannya kasus Affan Kurniawan. Mereka menyerukan agar hukum ditegakkan “seadil-adilnya” dan penyelidikan dilakukan secara transparan, demi keadilan bagi rekan sejawat mereka.
Pengemudi ojol ‘misterius’ di lingkaran Wapres Gibran
Dalam rentetan peristiwa yang mengejutkan, dua orang yang pernah diundang Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka turut hadir dalam aksi damai ojol di Monas. Sedikit konteks, di tengah rapat maraton Presiden Prabowo Subianto merespons demonstrasi yang meluas, Wapres Gibran juga mengambil langkah dengan mengundang perwakilan pengemudi ojol ke Istananya pada Minggu (31/08).
Namun, pertemuan tersebut justru memicu kontroversi. Foto-foto mereka tersebar luas di media sosial, disertai tuduhan sebagai “pengemudi ojol abal-abal”. Kecurigaan warganet muncul, salah satunya karena penggunaan istilah tak biasa seperti “taruna” oleh salah satu perwakilan saat berbicara—sebuah sebutan untuk peserta didik di sekolah kedinasan. Selain itu, sepatu Air Jordan seharga jutaan rupiah yang dikenakan oleh Donny Pratama, salah satu perwakilan yang hadir, menjadi sorotan tajam, dianggap janggal untuk seorang pengemudi ojol.
Donny Pratama pun memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa sepatu tersebut adalah hasil thrifting atau barang bekas yang dibelinya seharga Rp400 ribu. “Jujur itu beli thrifting. Itu saya enggak tahu asli atau KW,” katanya. Donny menambahkan bahwa penggunaan sepatu tersebut adalah wujud rasa hormatnya terhadap undangan dari istana wakil presiden. “Enggak mungkin saya pakai sandal jepit, atau baju robek-robek. Ya, menghormati,” lanjutnya. Untuk membuktikan dirinya adalah “pengemudi ojol asli,” ia bahkan menunjukkan aplikasi di ponselnya, lengkap dengan orderan yang masuk.
Joko Triarto, perwakilan lain yang diundang Wapres Gibran, juga tak luput dari sorotan warganet yang menduganya sebagai intel karena menggunakan sepatu pantofel. Saat ditanya mengenai tuduhan itu, Joko tertawa sejenak sebelum menjelaskan, “Prosesnya itu, saya ditelpon kantor, saya disuruh hadir [ke Istana]. Kantor bilang, pakaian bebas, tapi pakai jaket InDrive. Saya pakaiannya bebas, saat itu saya bahan jeans.”
Namun, protokol istana kemudian menginformasikan bahwa undangan harus menggunakan batik dan celana bahan. “Dia [protokol Istana] tidak menyebutkan sepatu. Tapi kita match-nya (cocoknya) itu, pasti batik, celana bahan, kan sepatu pantofel yang kita pakai,” kata Joko. Ia menambahkan, di tengah perjalanan, pihak Istana kembali melonggarkan aturan pakaian. “Enggak apa-apa pakai baju bebas saja. Nah, kan saya sudah [telanjur] menggunakan pakaian batik dan sepatu pantofel. Saya berpikirnya, saya diundang ke istana, setidaknya saya harus ikuti sopan, adabnya,” jelasnya, menunjukkan komitmennya untuk menghormati undangan. Joko juga berupaya menunjukkan aplikasi di ponselnya, meskipun profil fotonya tak nampak jelas karena masalah kaca layar yang rusak.
Menanggapi kehebohan ini, pihak inDrive melalui akun resmi Instagram membenarkan bahwa kedua pengemudinya diundang oleh Wapres Gibran. “Kami menegaskan bahwa kedua orang tersebut adalah pengemudi aktif inDrive yang telah bergabung sejak tahun 2020 dengan penuh dedikasi,” tulis inDrive, seraya menambahkan, “Kami menentang segala bentuk ancaman kekerasan ataupun intimidasi terhadap pengemudi kami.” Kendati demikian, di kolom komentar, sebagian warganet masih tetap menyangsikan klarifikasi ini.
Terlepas dari siapa pun perwakilan ojol yang diundang Wapres Gibran, seharusnya mereka membawa kepentingan riil para pengemudi ojol. “Mewakili nasib-nasib kami dan ikut memperjuangkan nasib kami. Jadi jangan hanya berpihak oleh kepentingan aplikator,” tegas Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI). SPAI sendiri tidak terlibat dalam aksi damai ojol di Monas maupun undangan di lingkungan Wapres Gibran.
SPAI tetap berpegang teguh pada tuntutan pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menurut Lily, “bertanggung jawab atas meninggalnya kawan kami Affan.” Kapolri Listyo sendiri telah merespons desakan ini dengan lugas, mengatakan: “Terkait dengan isu yang menyangkut dengan Kapolri itu hak prerogatif presiden. Kita prajurit kapan saja siap.”
Lily menambahkan, dari rentetan demonstrasi yang dipicu kematian Affan Kurniawan, semestinya pemerintah melakukan koreksi mendalam terhadap kebijakan perlindungan pekerja online. “Presiden secepatnya mengeluarkan peraturan presiden terkait perlindungan pekerja platform. Agar ke depannya ketika kami-kami ini ada masalah, itu sudah jelas cantolan payung hukumnya,” harapnya, menyoroti ketiadaan payung hukum yang jelas bagi pekerja platform.
Persoalan ketenagakerjaan pengemudi ojol memang sudah berlarut-larut. Dalam aksi unjuk rasa terbaru, mereka mematikan aplikasi dengan tuntutan yang jelas: penyesuaian tarif ojol, potongan maksimal 10% oleh aplikator, serta kenaikan tarif untuk layanan pengantaran barang dan kurir. Masalah mendasar lainnya adalah status pengemudi ojol sebagai “mitra” perusahaan aplikasi. Status ini memberikan fleksibilitas kerja, namun di sisi lain, sebagian komunitas pengemudi ojol menuntut agar status mereka ditetapkan sebagai “pekerja”, sebuah persoalan pelik yang tak kunjung menemukan titik terang selama bertahun-tahun, dan krusial untuk perlindungan pekerja online yang lebih baik.
- Aktivis Lokataru ditangkap buntut gelombang demonstrasi Agustus – ‘Pola yang berulang usai unjuk rasa besar’
- Demonstrasi di berbagai kota – Polisi dilaporkan menembakkan gas air mata di kampus Unisba Bandung
- Mengapa aksi demonstrasi berujung perusakan dan penjarahan?
- Demo setelah pengemudi ojek online tewas dilindas rantis, dua anggota Brimob diduga langgar etik berat
- Pengemudi ojol Affan Kurniawan disebut ‘martir demokrasi’ – Apakah aksi massa bakal membesar?
- Demo DPR: Kendaraan polisi melindas pengemudi ojol hingga tewas, Istana minta maaf dan tujuh polisi diperiksa