
caristyle.co.id , JAKARTA – Sepanjang tahun berjalan 2025, saham-saham likuid dan berkapitalisasi besar dalam indeks LQ45 membukukan performa yang kurang bertenaga atau underperform terhadap indeks komposit. Namun, pelonggaran kebijakan moneter bank sentral AS The Fed disebut membuka peluang rebound.
Berdasarkan penutupan pasar Kamis (11/12/2025), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup koreksi 0,92% ke 8.620,49. Meski melemah, level indeks komposit mencerminkan penguatan 21,76% secara year to date (YtD).
Sementara itu, indkes LQ45 hari ini ditutup turun 1,15% ke 847,09, mencerminkan pertumbuhan hanya 2,47% YtD.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Hari Rachmansyah menilai masih ada ruang bagi saham big caps untuk mengejar ketertinggalan, terutama di sektor perbankan dan consumer non-cyclical. Dia menilai banyak dari saham LQ45 yang kini valuasinya relatif lebih murah dibanding historisnya, sehingga berpotensi jadi sasaran rotasi sektor ketika sentimen makro membaik.
“Namun, reli besar kemungkinan tetap selektif, karena investor masih fokus pada sektor yang punya katalis kuat seperti komoditas mineral, energi terbarukan, dan telkomunikasi. Jadi peluang rebound big caps ada, tapi tidak seagresif reli small-mid caps pada tahun ini,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).
Hari mengatakan pemangkasan suku bunga The Fed ditambah fenomena Santa Claus Rally juga turut berpotensi memicu short-term momentum pada saham LQ45, terutama yang sensitif suku bunga seperti bank dan properti.
: IHSG Ditutup Melemah 0,92% ke Level 8.620, Saham Tambang Masih Panas
Mengingat IHSG sejak awal tahun sudah mengalami reli signifikan, menurutnya ruang kenaikan tambahan kemungkinan lebih terbatas. Misalnya saham-saham perbankan yang saat ini belum mendapat katalis positif ketika pertumbuhan kredit masih bergerak cenderung turun. Alhasil, emiten bank belum bisa menunjukkan kinerja fundamental yang atraktif bagi investor.
“Artinya, LQ45 bisa ikut naik, tapi kemungkinan besar tidak akan reli besar seperti small-mid caps. Ini lebih ke pergerakan terukur dan selektif,” ujar Hari.
Pemangkasan suku bunga The Fed juga bisa mendorong modal asing masuk ke pasar Indonesia. Hari menjelaskan, yield US yang lebih rendah akan membuka peluang arus modal kembali masuk ke emerging markets, termasuk Indonesia. Namun, dalam 1–2 bulan ke depan menurutnya dampaknya di pasar modal akan moderat, tidak langsung besar.
“Hal ini karena investor global tetap berhati-hati terhadap isu geopolitik dan komoditas. Sektor yang paling berpotensi mendapat inflow adalah komoditas mineral, telekomunikasi, dan energi terbarukan,” tandasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.



