Lima mantan pegawai honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soewondo Pati yang di-PHK, turut hadir dalam rapat kerja Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati, Sudewo. Mereka merasa menjadi korban ketidakadilan dan kecurangan dalam kebijakan pemecatan massal yang dilakukan Bupati.
Masrukah (45), salah satu mantan pegawai yang telah mengabdi selama 20 tahun, menceritakan pengalaman pahitnya dengan suara bergetar. Pemecatan yang begitu mendadak dan tanpa kompensasi membuatnya terpukul. Ia dipaksa mengikuti tes uji kompetensi tanpa transparansi dan diberi surat pemberhentian tanpa pesangon maupun penghargaan atas dedikasi panjangnya. “Saya tidak lolos tes lalu mendapat surat pemberhentian. Tanpa ada tali asih, pesangon atau penghargaan dari rumah sakit. Saya heran mengapa kerja keras saya selama 20 tahun ini tidak menjadi pertimbangan,” tuturnya pilu dalam sidang Hak Angket di DPRD Pati, Rabu (14/8).
Masrukah menduga kuat tes kompetensi tersebut hanyalah akal-akalan untuk menyingkirkan dirinya dan 220 pegawai honorer lainnya. Banyak di antara mereka yang telah mengabdi selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Kejanggalan lain, hasil tes tidak diumumkan secara transparan. “Tes itu tidak pernah saya tahu nilai saya. Di pengumuman itu hanya ada nama dan kolom lulus atau tidaknya. Tapi tidak pernah ada nilainya jadi saya bingung kenapa tidak transparan,” tegasnya.
Alasan efisiensi keuangan yang dikemukakan manajemen rumah sakit dan Bupati Sudewo pun dipertanyakan Masrukah. Pasalnya, setelah pemecatan massal tersebut, justru muncul Peraturan Bupati (Perbup) tentang perekrutan pegawai baru di RSUD Soewondo. “Katanya ini untuk efisiensi keuangan. Tapi kemudian ada Perbup tentang rekrutmen pegawai baru, ini kenapa? Padahal kami itu masuk rumah sakit dan menjadi pegawai dari awal itu ikut seleksi, tanpa uang,” tambahnya.
Nasib Masrukah semakin pahit setelah viralnya curhatan di media sosial. Ia dipecat dari pekerjaannya sebagai admin di sebuah perusahaan, diduga karena tekanan dari Bupati Sudewo. “Waktu saya beranikan diri curhat di posko galang donasi. Itu viral. Setelah itu saya diminta untuk ndak kerja lagi. Bos saya bilang dihubungi sama Bupati Sudewo. Bupati Sudewo tanya Rukhah ki sopo? (Rukhah ini siapa),” ungkap Masrukah.
Agus Triyono (41), mantan pegawai dengan masa kerja 18 tahun, senada dengan Masrukah. Ia juga menganggap tes kompetensi tersebut tidak adil dan tidak transparan. “Tes yang kemarin itu banyak yang tidak fair. Hasil nilainya tidak pernah dikeluarkan. Kemudian soal ujiannya untuk semua kalangan. Saya ijazah SMA soalnya sama kaya yang sarjana,” imbuh Agus.
Mereka, para mantan pegawai honorer RSUD Soewondo, berharap dapat kembali bekerja di rumah sakit tersebut. Usia mereka yang sudah tidak muda lagi menyulitkan pencarian pekerjaan baru. “Sekarang kami ini sudah tua, kami harap bisa bekerja kembali ke sana. Ini sudah menjadi tempat bekerja kami selama belasan bahkan puluhan tahun,” kata Agus.
Kekecewaan mendalam mendorong mereka ikut berunjuk rasa. Mereka mengancam akan terus turun ke jalan jika Bupati Sudewo tidak dilengserkan. “Kemarin ada 70 atau 80 orang yang ikut. Kami akan ikut lagi, kami akan turun lagi,” tegas Agus usai sidang.
Respons RSUD Soewondo
Wakil Direktur Umum dan Keuangan UPT RSUD RAA Soewondo, Ali Muslihin, membenarkan pemecatan massal tersebut sebagai upaya efisiensi. Ia berargumen bahwa RSUD Soewondo beroperasi tidak efisien dengan jumlah karyawan sekitar 1.200 orang sebelum pengurangan pegawai. “Sebenarnya inti utamanya jadi diefisiensi. Jadi RSUD Suwondo ini termasuk dalam hitung-hitungan bisnis rumah sakit, perjalanan rumah sakit adalah rumah sakit yang tidak efisien,” jelasnya. Ali menargetkan rasio ideal satu bed untuk dua karyawan. Seleksi, menurutnya, bertujuan untuk mendapatkan karyawan terbaik. “Dulu itu karyawan kita 1.200 sekarang setelah dengan seleksi kami kan juga pengin apa itu yang terseleksi yang bagus-bagus. Nah yang terseleksi 220 orang,” jelasnya.
Meskipun demikian, Ali mengakui adanya Perbup tentang rekrutmen pegawai baru setelah pengurangan pegawai, namun hingga saat ini perekrutan belum dilakukan. kumparan telah berupaya menghubungi Bupati Sadewo untuk konfirmasi, namun belum mendapat respons.