
Kementerian Lingkungan Hidup berjanji melusuri berbagai perusahaan yang aktivitasnya turut memicu banjir dan longsor di Sumatra. Namun langkah ini diragukan pegiat lingkungan karena tidak sedikit korporasi di sekitar wilayah bencana itu memiliki relasi dengan “figur besar”, termasuk Presiden Prabowo Subianto.
Hingga berita ini disusun, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq telah menindak empat perusahaan yang dia sebut berkontribusi meningkatkan tekanan ekologis di sejumlah hulu sungai di Sumatra Utara.
Tiga dari empat perusahaan itu adalah PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III, dan PT North Sumatera Hydro Energy. Hanif tak memerinci satu perusahaan lainnya.
Hanif mengklaim pihaknya belum menutup kemungkinan untuk menjatuhkan sanksi pidana jika empat perusahaan itu terbukti melakukan pelanggaran berat. Sejauh ini, Hanif baru menghentikan operasional mereka untuk sementara waktu.
PT Agincourt, yang mengeksploitasi tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan, menyatakan akan menghormati kewenangan pemerintah. Mereka bilang akan kooperatif terhadap proses audit pemerintah.
Adapun tiga perusahaan lain yang dihentikan operasionalnya belum memberikan keterangan publik.
Baca juga:
- Ribuan orang mengungsi akibat banjir dan longsor di Sumatra Utara, akibat perusakan hutan atau cuaca ekstrem?
- Pidato Prabowo soal ‘tak perlu takut deforestasi’ demi tambah lahan sawit tuai kritik
- ‘Di mana ada tambang di situ ada penderitaan dan kerusakan lingkungan’
Merujuk profil perusahaan yang terdaftar di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Direktur Utama PT Tusam Husani Lestari adalah mantan Edhy Prabowo.
Menteri Kelautan dan Perikanan dan eks Wakil Ketua Umum Gerindra itu menduduki jabatan direktur utama sejak Agustus 2024.
Sebelum Edhy, jabatan itu diduduki Prasetyo Hadi yang kini menjabat Menteri Sekretaris Negara. Prasetyo juga mengisi posisi Ketua Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan DPP Gerindra.
“Tidak akan leluasa melakukan penegakan hukum kalau presiden sendiri terlibat dalam konflik kepentingan yang sama,” ujar Melky.
BBC News Indonesia telah menghubungi Edhy dan Prasetyo guna mengonfirmasi dugaan konflik kepentingan ini, tapi tak beroleh balasan.
Bagaimana kronologi penghentian operasional empat perusahaan?
Penghentian operasional empat perusahaan diputuskan setelah Menteri Hanif Faisol Nurofiq melakukan inspeksi udara dan darat di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Barang Toru dan Garoga di Sumatra Utara, 5 Desember lalu.
Hanif saat itu sempat mendatangi sejumlah perusahaan, antara lain PT Agincourt Resources, PTPN III, dan PT North Sumatera Hydro Energy yang merupakan pengembang PLTA Batang Toru.
Hanif bilang, dia ingin memverifikasi penyebab bencana dan menilai kontribusi aktivitas perusahaan terhadap meningkatnya risiko banjir dan longsor.
Selain itu, Hanif mengklaim ingin memastikan kepatuhan terhadap standar perlindungan lingkungan hidup.
Usai inspeksi, Hanif meminta empat perusahaan itu berhenti beroperasi dan mewajibkan mereka menjalani audit lingkungan.
“DAS Batang Toru dan Garoga adalah kawasan strategis dengan fungsi ekologis dan sosial yang tidak boleh dikompromikan,” kata Hanif.
Pekan ini Hanif dijadwalkan memanggil dan bertemu dengan pimpinan perusahaan-perusahaan tersebut.
Pesimis penegakan hukum
Tiga perusahaan yang dihentikan operasional ini seluruhnya berlokasi di Sumatra Utara. Hanif hingga saat ini tidak menjabarkan rencana audit lingkungan terhadap perusahaan di provinsi lain yang juga terdampak bencana, yakni Aceh dan Sumatra Barat.
Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, menyebut empat perusahaan yang dihentikan operasionalnya di Sumatra Utara hanya segelintir dari daftar panjang korporasi pemegang izin di kawasan hutan di seantero Sumatra.
Khusus izin tambang terdapat 551 perusahaan yang telah mendapat konsesi dari pemerintah, menurut penelusuran Jatam. Angka itu belum termasuk perusahaan yang memegang konsesi untuk perkebunan dan usaha lainnya.
Banyak di antara perusahaan itu, kata Melky, berafiliasi dengan para tokoh politik nasional.
Alhasil, Melky pesimis penertiban dan penegakan hukum kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup akan berjalan maksimal.

Sebuah perusahaan pemegang izin kawasan hutan tanaman industri (HTI) di provinsi Aceh disebut Melku memiliki kaitan erat dengan Prabowo, yakni PT Tusam Hutani Lestari.
PT Tusam memiliki izin kawasan hutan seluas 97.300 hektare alias sekitar 1,5 kali lebih luas dari Jakarta. Wilayah konsesi mereka merentang di empat kabupaten di Aceh yakni Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tengah, dan Bener Meriah.
Dua daerah yang ditulis terakhir adalah wilayah yang terdampak parah dalam bencana yang bermula 26 November—bahkan sampai saat ini dilaporkan masih terisolasi.
Wartawan Iwan Bahagia yang melaporkan untuk BBC News Indonesia dari Aceh Tengah mengatakan, masyarakat Kemukiman Wih Dusun Jamat, Kecamatan Linge, bahkan harus berjalan berkilometer menuju jalur penyeberangan Sungai Kala Ilie.
Jembatan yang membentang di sungai ambruk akibat banjir bandang akhir November lalu.
Sementara untuk mengarungi Sungai Ilie, masyarakat terpaksa membuat rakit dari susunan drum. Moda transportasi darurat inilah yang kemudian digunakan anak-anak, ibu hamil, hingga orang tua untuk menyeberangi sungai.
Apakah PT Tusam berkaitan dengan Prabowo?
Merujuk profil perusahaan yang terdaftar di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, posisi direktur utama perusahaan ini bergantian dipimpin oleh sosok yang dekat dengan Prabowo
Saat ini Direktur Utama PT Tusam dijabat mantan Wakil Ketua Umum Gerindra, Edhy Prabowo.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini pernah dipenjara dalam kasus suap sebesar US$77.000 dan Rp24,62 miliar terkait persetujuan pemberian izin ekspor benih lobster. Dia menjabat Direktur Utama PT Tusam sejak Agustus 2024.
Sebelum Eddy, posisi ini diisi Ketua Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan DPP Gerindra, Prasetyo Hadi. Prasetyo kini menjabat Menteri Sekretaris Negara.
Meski Prabowo tak pernah ada di struktur perusahaan ini, Melky menduga PT Tusam berelasi dengan presiden.
Apalagi, kata Melky, Prabowo membenarkan dirinya menguasai tanah di Aceh Tengah saat debat Pemilu Presiden 2019.
Pengakuan itu disampaikan Prabowo setelah rivalnya di kontestasi politik kala itu, Joko Widodo, menyebut mantan tentara itu memiliki lahan 220.000 hektare di Kalimantan Timur dan 120.000 hektare di Aceh Tengah.
Prabowo kala itu menjawab, “Itu benar, tapi itu HGU (hak guna usaha), itu milik negara.”
“Prabowo mengakui itu kan [punya lahan di Aceh Tengah]? Meskipun enggak ada nama Prabowo di komposisi pengurus dan pemegang saham, tapi ada orang-orang dekatnya,’ ujar Melky.

PT Tusam merupakan hasil kongsi perusahaan kehutanan pelat merah Inhutani IV dan PT Alas Helau. Fakta ini tertuang berkas yang dimiliki Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum.
Mereka mendapat izin HTI berdasarkan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 1 September 1997. Izin ini berakhir pada 14 Mei 2035.
Sekarang Inhutani memiliki 7.946 lembar saham senilai sekitar Rp7,9 miliar dan PT Alas Helau sebanyak 11.920 lembar saham yang bernilai sekitar Rp11,9 miliar.
Pertanyaan selanjutnya, siapa pemilik PT Alas Helau?
Merujuk profil perusahaan yang terdaftar di Kementerian Hukum, PT Alas Helau berdiri lewat Surat Keputusan Ditjen AHU bertanggal 15 Juli 2024.
Edhy Prabowo juga menjabat Direktur Utama di PT Alas Helau.
Ada pula Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, yang menjabat komisaris. Hendrik merupakan Ketua DPD Gerindra Maluku dan memegang posisi sebagai Tim Kampanye Daerah Maluku untuk pasangan Prabowo-Gibran pada Pemilu 2024.
“Jadi ini perusahaan sejak lama sering disebut sebagai perusahaan yang dimiliki langsung oleh Prabowo,” terang Melky.

Beroperasi sejak 1997, Melky menyebut PT Tusam beberapa kali berkonflik dengan warga sekitar lahan.
Masyarakat sekitar lahan HTI menuding PT Tusam telah menyerobot lahan yang sejatinya termasuk areal penggunaan lain (APL) ke dalam kawasan mereka.
Warga menuding PT Tusam telah menyerobot kawasan 13 kampung di empat kecamatan, dan memasukkannya ke dalam kawasan HTI PT Tusam.
Konflik ini sudah berlangsung sedari lama, sampai akhirnya sempat dimediasi Pemerintah Daerah Aceh Tengah pada Juni lalu.
“Konsesi PT THL itu kan sebelumnya mendapat protes dari warga karena dianggap merampas ruang hidup,” kata Melky.
Baca juga:
- Prabowo diminta serahkan ratusan ribu hektare lahan untuk petani kecil
- Potret kebijakan publik pemerintahan Prabowo-Gibran – Viral dulu, cabut kemudian
- Pidato Prabowo soal ‘tak perlu takut deforestasi’ demi tambah lahan sawit tuai kritik – ‘Hutan akan terancam’ dan ‘ruang hidup masyarakat menyempit’
Selain berkonflik dengan masyarakay sekitar, Melky menduga PT Tusam juga “memperlemah fungsi ekologis hulu” sehingga menyebabkan banjir dan longsor di area sekitarnya —termasuk Aceh Tengah dan Bener Meriah yang terdampak parah.
Dalam keterangan dokumen Ditjen AHU, izin PT Tusam meliputi pemanfaatan kayu hutan tanaman pada hutan produksi, antara lain, berupa jati, pinus, mahoni, sonokeling, sengon, jabon, akasia, ekalitus, dan cendana.
“Mengubah hutan menjadi kebun industri, dalam konteks besar dia akan memperlemah fungsi ekologis hulu,” kata Melky.
“Jadi, hutan yang mestinya menyerap air menjadi longsor… karena terjadi alih fungsi pemanfaatan, saya duga itu yang kemudian memicu terjadinya kerentatan bencana.”
BBC Indonesia menghubungi Direktur Utama PT Tusam, Edhy Prabowo, dan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, guna mengonfirmasi beragam dugaan Jatam tersebut, tapi tak beroleh balasan.
BBC News Indonesia juga menghubungi nomor kontak PT Tusam yang tertera di situs perusahaan guna dihubungkan dengan pihak yang dapat merespons pertanyaan, tapi resepsionis yang menjawab telepon hanya mengatakan “akan meneruskan ke PT Tusam Hutani Lestari.”
Dalam situs mereka, PT Tusam menyebut berupaya menjaga harmoni antara pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan sosial. Selain tanggung jawab sosial perusahaan, mereka mengklaim juga mengembangkan program “perlindungan hutan”.
Seperti apa tahapan sanksi pelanggar lingkungan?
Menteri Hanif mengatakan tak menutup kemungkinan akan ada sanksi pidana jika temukan bukti berkontribusi menyebabkan banjir dan longsor.
Namun, bagaimana sebenarnya tahapan pemberian sanksi bagi korporasi pelanggar lingkungan?
Pengamat hukum lingkungan Universitas Andalas, Sucy Deliarahmi, mengatakan sanksi terendah dalam hukum administrasi negara adalah teguran.
Jika teguran tak mempan, sanksi ditingkatkan menjadi penghentian usaha sementara, disusul pencabutan izin.
Jika ditemukan unsur pidana, Sucy pun menyebut perusahaan dapat digugat pidana atau perdata ke pengadilan.
Hal ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Guru Besar Bidang Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bambang Hero Saharjo menambahkan pernyataan Sucy.
Dalam gugatan pidana atau perdata, Bambang menyebut kementerian dapat pula menyertakan perhitungan kerugian ekonomi dan kewajiban pemulihan lingkungan.
“Nanti akan dilihat oleh pengadilan hasil perbuatan mereka [perusahaan]. Sampai sejauh mana, misal, apakah nanti sampai menghantam atau menenggelamkan rumah orang?” papar Bambang.
Apa yang bisa diharapkan masyarakat dari rezim Prabowo soal lingkungan?
Dalam COP ke-30 di Belem, Brasil, pada November lalu, pemerintah Indonesia yang diwakili Hashim Djojohadikusumo, yang merupakan adik Prabowo, membawa rombongan berjumlah 450 orang yang mayoritas berisi perwakilan perusahaan.
Langkah ini sempat mematik kritik beragam pegiat lingkungan, menyebut lemahnya komitmen iklim Pemerintah Indonesia.
Lembaga pemantau lingkungan, Trend Asia, misalnya, menyebut langkah itu mengindikasikan bahwa pemerintah lebih mendahulukan agenda pasar dan korporasi ketimbang melawan krisis iklim dan berpihak kepada rakyat terdampak.
Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahak, menyebut pemerintahan Prabowo sedari awal memang sudah tak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat.
Melky merujuk penelitian Jatam di awal pemerintahan Prabowo yang mendapati bahwa terdapat 34 menteri yang punya afiliasi langsung dengan berbagai macam bisnis, terutama pertambangan.

Lantas, apa yang bisa diharapkan dari rezim Prabowo yang disebut Jatam berpihak pada kepentingan pengusaha?
“Saya kira, kita enggak bisa berharap lagi ke rezim yang bebal minta ampun ini. Satu-satunya harapan, ya, warga saling membantu,” ujar Melky.
“Menurut saya, Prabowo belum selesai dengan dirinya sendiri. Ia tidak akan leluasa melakukan penegakan hukum kalau ia sendiri terlibat dalam konflik kepentingan yang sama.”
Para pengamat hukum lingkungan memberi alternatif untuk merespons pemerintah yang disebut Jatam “bebal”: gugatan class action.
Bambang Hero mencontohkan gugatan class action warga Desa Mandalawangi di Garut, Jawa Barat, yang menggugat Perum Perhutani dan pemerintah setelah bencana longsor 28 Januari 2003.
Dalam tuntutannya, warga Desa Mandalawangi meminta ganti rugi material dan immaterial senilai Rp50,417 miliar.
Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan tersebut dan menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi dan pemulihan lingkungan.
“Ada penebangan di daerah miring sehingga saat hujan terjadi longsor,” kata Bambang yang turut menjadi saksi ahli di persindangan.
Sucy menambahkan: “Karena ini merugikan masyarakat, ya, masyarakat sebenarnya bisa mengajukan gugatan class action. Dari perspektif perdatanya, meminta ganti rugi.”
Wartawan di Aceh Tengah, Iwan Bahagia, berkontribusi dalam laporan ini



