Polda Metro Jaya telah menetapkan 15 orang sebagai tersangka dalam kasus penculikan dan pembunuhan tragis yang menimpa pegawai bank, Mohamad Ilham Pradipta (37). Para pelaku dijerat dengan pasal terkait tindak pidana penculikan atau merampas kemerdekaan seseorang, menyusul ditemukannya jasad korban setelah serangkaian peristiwa memilukan.
Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menjelaskan bahwa pihaknya tidak menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Menurut Wira, keputusan ini didasarkan pada hasil penyelidikan yang menunjukkan niat awal para pelaku bukanlah untuk membunuh, melainkan semata-mata melakukan penculikan. “Kalau 340, betul-betul niatnya membunuh dengan dia merancangkan,” terang Wira Satya Triputra di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (16/9), menyoroti perbedaan esensial dalam motif kejahatan.
Lebih lanjut, Wira menegaskan, meskipun niat utamanya adalah penculikan, tindakan para pelaku pada akhirnya mengakibatkan kematian korban. Oleh karena itu, Pasal 328 Ayat 3 KUHP menjadi jerat hukum yang relevan. “Pasal yang kita sangkakan, Pasal 328 Ayat 3. Itu adalah penculikan yang mengakibatkan meninggal dunia,” jelasnya, menekankan bahwa pasal ini secara spesifik mencakup situasi di mana tindak pidana penculikan berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
Modus operandi di balik kejahatan ini cukup terencana, melibatkan kolaborasi 15 pelaku yang memiliki tujuan sama: menguras dana dari rekening dormant. Untuk bisa mengakses dana tersebut, para tersangka membutuhkan akses khusus dari seorang kepala cabang bank. Dalam jaringan kejahatan ini, terungkap pula keterlibatan dua anggota TNI AD berinisial Kopda FH dan Serka N, yang turut menjadi bagian dari aksi nekat tersebut.
Tragedi ini berawal dari penargetan Mohamad Ilham, yang diketahui menjabat sebagai kepala cabang bank oleh salah satu tersangka. Ia kemudian diculik dan dipaksa untuk bekerja sama dalam upaya pemindahan dana dari rekening dormant. Namun, skenario jahat para pelaku berakhir dengan penemuan jasad Ilham di sebuah lapangan kosong di wilayah Serangbaru, Kabupaten Bekasi, pada tanggal 21 Agustus 2025, menandai akhir tragis dari kasus ini.