caristyle.co.id – JAKARTA. Usulan penggunaan aset kripto sebagai agunan pinjaman di perbankan tengah menjadi perdebatan hangat. Gagasan ini, yang dilontarkan oleh pelaku usaha kripto beberapa waktu lalu, memicu pro dan kontra di kalangan pelaku industri keuangan.
Christopher Tahir, Co-founder Cryptowatch dan pengelola kanal Duit Pintar, menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan melakukan kajian mendalam untuk menentukan aset kripto mana yang layak dan tidak layak dijadikan agunan. Ia mendukung usulan ini, tetapi menekankan perlunya pembatasan yang ketat.
“Banyak crypto asset yang nilainya tidak stabil, sehingga ada potensi jaminan tersebut menjadi hangus dan tidak bernilai,” ungkap Christopher kepada Kontan, Jumat (22/8/2025).
Di negara-negara yang telah mengizinkan aset kripto sebagai agunan, Christopher menjelaskan, besaran pencairan pinjaman bervariasi, umumnya antara 50% hingga 70% dari nilai aset kripto, tergantung kualitas dan jenis aset tersebut. Bitcoin, Ether, USDT, dan USDC umumnya diterima, sementara aset kripto lainnya jarang digunakan.
“Sedangkan yang lain, jarang ada yang mau,” tambahnya.
Aset Kripto Berpotensi Jadi Agunan, Ini Kata OJK
Mengenai tenor pinjaman, Christopher menjelaskan hal tersebut merupakan kesepakatan antara bank dan nasabah. Untuk mitigasi risiko, likuidasi aset kripto akan dilakukan jika harga turun hingga titik tertentu yang telah disepakati.
Senada dengan hal tersebut, Calvin Kizana, CEO Tokocrypto, menambahkan bahwa di Amerika Serikat dan Eropa, beberapa perusahaan fintech dan bank digital telah menawarkan produk pinjaman dengan jaminan aset kripto. Contohnya, platform seperti BlockFi dan Nexo menyediakan pinjaman berbasis dolar AS dengan Bitcoin atau Ethereum sebagai agunan.
Di Singapura, beberapa perusahaan keuangan terdaftar juga telah menyediakan layanan serupa, namun dengan pengawasan ketat dari regulator. “Praktik ini menunjukkan bahwa meskipun berpotensi memberikan nilai tambah bagi ekosistem keuangan, implementasinya tetap membutuhkan regulasi yang matang dan infrastruktur risiko yang kuat,” tegas Calvin.