Jakarta, IDN Times – Mabes Polri memberikan respons resmi terkait gugatan warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta peningkatan standar pendidikan minimal calon anggota Polri menjadi sarjana (S1). Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, menyatakan bahwa setiap gugatan konstitusional mencerminkan kepedulian masyarakat terhadap institusi Polri. Oleh karena itu, Polri menghormati gugatan tersebut sebagai hak konstitusional warga dan akan menghargai setiap masukan serta kritik yang disampaikan.
“Artinya, semua ada mekanismenya, dan itu merupakan hak konstitusi. Kita tunggu saja prosesnya,” tegas Trunoyudo saat ditemui di Divisi Humas Polri pada Senin (25/8/2025).
Sikap menerima kritik dan masukan ini sejalan dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kapolri senantiasa menekankan pentingnya Polri bersikap terbuka terhadap kritik demi mewujudkan lembaga kepolisian yang modern dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Trunoyudo menambahkan, “Pak Kapolri sudah menyampaikan bahwa Polri berupaya menjadi lembaga modern yang menerima kritik dan masukan sebagai bagian dari proses menuju modernisasi institusi.” Dengan demikian, Polri berkomitmen untuk terus berbenah dan memperbaiki diri.
Gugatan ke MK tersebut diajukan oleh dua warga negara, Leon Maulana Mirza Pasha dan Zidane Azharia. Mereka mempertanyakan Pasal 21 Ayat (1) Huruf d yang menetapkan pendidikan minimal calon anggota Polri hanya SMU atau sederajat. Menurut para pemohon, standar pendidikan tersebut dinilai terlalu rendah dan tidak sejalan dengan kompleksitas tugas kepolisian modern.
Leon dan Zidane berargumen bahwa tugas kepolisian saat ini tidak hanya bersifat fisik dan administratif, melainkan menuntut pemahaman yang mendalam di berbagai bidang, termasuk hukum, kriminologi, psikologi, sosiologi, teknologi informasi, dan komunikasi publik – kompetensi yang lebih optimal diperoleh melalui pendidikan sarjana (S1). Mereka menilai, minimnya pemahaman hukum pada anggota Polri yang hanya lulusan SMU berpotensi menimbulkan masalah dalam penegakan hukum.
Lebih lanjut, para pemohon berpendapat bahwa mempertahankan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Pasal tersebut mengamanatkan peran Polri sebagai alat negara yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Namun, dalam praktiknya, masih sering ditemukan ketidaktahuan terhadap norma-norma hukum acara pidana, kesalahan dalam menilai unsur-unsur tindak pidana, dan kekeliruan prosedural yang dilakukan oleh aparat kepolisian. “Sering kali menyebabkan laporan yang sah secara hukum menjadi terhambat atau tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya,” demikian tertulis dalam permohonan mereka.