PSN Bermasalah: Konflik, Janji Mangkrak, dan Oligarki Pengusaha?

Posted on


Proyek Strategis Nasional (PSN) yang semula diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, justru menuai ironi di lapangan. Alih-alih menyejahterakan, proyek-proyek ini kerap kali membawa dampak sebaliknya bagi masyarakat lokal.

Kisah pilu pembangunan ini terungkap dari pengalaman warga di enam desa di Morowali, Sulawesi Tengah: Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Umpanga, Larebonu, serta Wosu. Rifiana, seorang warga Ambunu, menjadi saksi mata bagaimana agenda besar pemerintah ini mengubah kehidupan masyarakat secara drastis.

Rifiana menuturkan, awalnya perusahaan datang menawarkan kompensasi atas lahan yang akan dijadikan lokasi proyek. Harga yang ditawarkan berkisar antara Rp100 hingga Rp150 juta per hektare. Bagi warga, harga ini terlampau rendah, mengingat tanah tersebut adalah sumber penghidupan produktif yang diwariskan turun-temurun.

Penawaran ini memicu perpecahan di masyarakat. Sebagian menerima tawaran tersebut, sementara yang lain menolak dengan gigih. Mereka yang menolak berpendapat bahwa tanah adalah aset berharga yang akan menjamin masa depan anak cucu. Jika harus ditebus, harganya haruslah sepadan.

Awalnya, Rifiana berharap perusahaan akan menghormati pilihan warga yang menolak. Namun, harapannya pupus. Pada tahun 2022, ia mendengar kabar bahwa lahan milik warga di Desa Ambunu diduga dirampas oleh perusahaan pada dini hari. Tak tanggung-tanggung, luasnya mencapai sekitar 14 hektare. Ironisnya, warga tidak pernah memberikan izin atau kesepakatan tertulis maupun lisan atas penyerahan lahan tersebut.

Ketika warga mengajukan komplain, perusahaan berdalih telah melakukan kesalahan dalam penggusuran. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin sedikit warga yang mampu mempertahankan lahan mereka. Mereka yang bertahan pun kian tertekan, membuktikan bahwa janji-janji manis perusahaan tentang kesejahteraan masyarakat hanyalah isapan jempol belaka.

Ruang hidup masyarakat pun semakin sempit. Sawah dan kebun berubah menjadi lahan industri. Para petani kehilangan mata pencaharian. Di laut, para nelayan menjerit karena wilayah tangkap mereka beralih fungsi menjadi jalur lalu lintas tongkang pengangkut material perusahaan. Mereka terpaksa melaut lebih jauh, membutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar.

Tak hanya itu, kesehatan masyarakat pun terancam. Debu proyek, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan fasilitas smelter mencemari udara dan air, memicu gangguan pernapasan dan menurunkan kualitas hidup. Rifiana menggambarkan betapa dekatnya permukiman warga dengan lokasi proyek, hanya sepelemparan batu. Desa-desa seperti Ambonu, Tondo, dan Tokogaro menjadi wilayah yang terdampak paling parah.

Warga mengeluhkan gatal-gatal pada kulit. Dokter yang memeriksa menduga kuat penyebabnya adalah air dan udara yang tercemar.

Perusahaan yang dimaksud adalah PT Baoshuo Taman Industri Invesment Group (BTIIG), yang berencana membangun dan mengelola Indonesia Huabaou Industrial Park (IHIP) seluas 20.000 hektare. IHIP, yang terafiliasi dengan Zenshi Holding Group dari China, diklaim sebagai perwujudan one belt one initiative, atau “Jalur Sutra Baru,” sebuah proyek ambisius pemerintah Tiongkok di tingkat global.

Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan IHIP sebagai Proyek Strategis Nasional. Investasi di IHIP diperkirakan mencapai Rp14 triliun, dengan fokus pada produksi blok besi nikel dan nikel hidroksida, bahan baku penting untuk stainless steel dan baterai listrik.

Namun, warga sekitar tidak tinggal diam. Mereka berjuang mencari keadilan. Puncak protes terjadi pada Juni 2024, ketika PT BTIIG dituding mengklaim sepihak jalan desa yang hendak dijadikan jalur pengangkutan material tambang (hauling). Perusahaan bersikukuh bahwa jalan tersebut adalah miliknya, sementara warga menegaskan bahwa jalan tersebut adalah milik desa, jauh sebelum perusahaan nikel hadir.

Warga kemudian melakukan blokade jalan, menuntut perusahaan dan pemerintah mendengarkan aspirasi mereka. Tenda-tenda didirikan di tengah jalan untuk menghentikan aktivitas produksi. Aksi ini justru dibalas dengan pelaporan lima warga Desa Tondo dan Topogaro ke Polda Sulawesi Tengah.

Tindakan perusahaan memicu kemarahan warga yang semakin meluas. Penutupan akses jalan juga dilakukan di Desa Ambunu, tepat di samping fly over IHIP, melibatkan sekitar 500 warga. Rifiana termasuk di antara mereka.

Warga menganggap klaim jalan oleh perusahaan dilakukan secara sepihak, tanpa sosialisasi atau diskusi. Penggunaan jalan untuk hauling mengganggu akses masyarakat ke area perkebunan. Nasib serupa dialami lima warga Desa Ambunu yang juga dilaporkan ke Polda Sulteng akibat aksi blokade. Rifiana kembali menjadi salah satu target.

BBC News Indonesia telah berupaya meminta tanggapan dari PT BTIIG, namun belum mendapatkan respons.

“Sependek pengetahuan saya, ketika perusahaan datang, apalagi membawa embel-embel PSN, semestinya semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat, bukan?” ujar Rifiana dengan nada tanya.

“Tapi, mengapa kami sangat dirugikan dan dikorbankan? Pertama, lingkungan kami dirusak, hak-hak kami dirampas, kemudian kami diintimidasi, kami dilaporkan [ke polisi]. Orang-orang seperti tidak diberi kesempatan.”

Pertanyaan besar pun muncul: Apakah PSN benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, seperti yang diharapkan pemerintah?

Di Balik Ambisi Pembangunan

Ketika Joko Widodo pertama kali maju sebagai calon presiden pada tahun 2014, ia menjanjikan sembilan agenda prioritas yang dikenal dengan nama Nawa Cita. Salah satu poin penting dalam Nawa Cita adalah pembangunan Indonesia yang dimulai dari “pinggir,” merujuk pada daerah-daerah di luar kota besar dan pedesaan.

Jokowi ingin memeratakan pembangunan yang selama ini terpusat di Jawa. Strategi ini dianggap sebagai bagian penting untuk mewujudkan rencana besarnya: mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7% setiap tahun.

Setelah memenangkan Pilpres 2014, Jokowi langsung tancap gas. Pada tahun pertama pemerintahannya, ia fokus membenahi rantai birokrasi.

“Untuk itu, kita harus berani menata kembali lembaga-lembaga pemerintah yang saat ini masih terfragmentasi agar lebih efisien, efektif, terkonsolidasi, dan tidak tumpang tindih satu dengan yang lainnya,” jelas Jokowi.

Ia percaya bahwa semakin pendek jalur koordinasi antar penyelenggara negara, semakin mudah upaya untuk menggenjot perekonomian. Beberapa instruksi pun ditandatangani untuk “merapikan” tata kelola kementerian dan lembaga.

Pemerintahan Jokowi juga merilis belasan paket kebijakan ekonomi untuk mempercepat pelayanan, memberikan kepastian regulasi, dan mempermudah investasi.

Pada tahun 2016, Jokowi mengarahkan fokus pada pembangunan berskala besar.

“Memasuki tahun kedua, pemerintah bertekad melakukan percepatan pembangunan. Tahun 2016 ini dapat disebut sebagai tahun percepatan pembangunan nasional. Kita harus melangkah menuju Indonesia maju,” paparnya.

Percepatan pembangunan ini diterjemahkan dengan rencana membangun infrastruktur secara lebih merata di seluruh Indonesia. Tujuannya adalah memperkuat konektivitas antar wilayah dan mengurangi ketimpangan.

Namun, ambisi Jokowi lebih dari itu.

“Dengan demikian Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam perlombaan ekonomi global. Indonesia harus ikut berlomba dan harus menjadi pemenangnya,” tegasnya.

Dari sinilah Proyek Strategis Nasional (PSN) lahir.

Peluncuran PSN ditandai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Target besarnya adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam Perpres 3/2016, proyek-proyek pembangunan yang masuk kategori PSN disusun ke dalam daftar, meliputi bendungan, jalan tol, bandara, hingga kawasan industri. Daftar PSN dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan kebijakan pemerintah. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sejak 2016 hingga 2022, daftar PSN telah mengalami perubahan sebanyak lima kali.

Pada Mei 2024, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengklaim bahwa sekitar 198 PSN telah berhasil diselesaikan pemerintah selama periode 2016 hingga 2024, dengan total nilai proyek mencapai Rp1,6 triliun. Airlangga menambahkan bahwa PSN “berdampak positif pada berbagai sektor ekonomi.”

Merujuk pada Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024, yang dirilis pada Oktober 2024, pemerintah memutuskan sebanyak 228 pembangunan berstatus PSN, di samping 16 program, mulai dari pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) hingga penyediaan pangan nasional.

Sebaran proyeknya, berdasarkan data Kementerian Keuangan per Maret 2023, mencakup seluruh wilayah Indonesia. Jawa menjadi wilayah dengan proyek terbanyak, yaitu 81 proyek dengan nilai investasi mencapai hampir Rp2 ribu triliun. Sumatra (42 proyek) dan Sulawesi (22 proyek) berada di bawah Jawa, sementara Kalimantan serta Papua dan Maluku memiliki jumlah PSN paling sedikit (13 proyek).

Data persebaran ini tidak jauh berbeda dengan yang tertera dalam dokumen aturan yang ditandatangani menko perekonomian pada Oktober tahun lalu. Pulau Jawa masih mendominasi pembangunan PSN dengan kurang lebih 75 proyek.

Jokowi sangat membanggakan keberlanjutan PSN, menyebut bahwa kebijakan ini “meningkatkan daya saing Indonesia di level global” dan menyerap belasan juta tenaga kerja. Ia juga mengingatkan agar kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas utama.

“PSN ini tujuannya adalah memberi manfaat untuk rakyat, bukan justru sebaliknya menderitakan masyarakat,” ujar Jokowi pada tahun 2023.

Di bawah pemerintahan Prabowo dan Gibran Rakabuming, PSN tetap dilanjutkan. Sebanyak 77 PSN disahkan Prabowo melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan lumbung pangan (food estate) di Papua.

Pemerintahan Prabowo juga memperbarui daftar PSN, memuat lebih dari 200 proyek dan puluhan program.

“Proyek-proyek yang berdampak tinggi yang akan menciptakan nilai tambah yang signifikan untuk bangsa kita, menciptakan manfaat nyata, lapangan kerja yang bermutu, dan kemakmuran yang berjangkan panjang bagi masyarakat Indonesia,” tandas Prabowo.

‘Kami Kehilangan Mata Pencaharian karena Limbah’

Kenangan manis tentang masa lalu sering menghantui Anas Padil, warga Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, ketika kehidupan di tempat tinggalnya masih terasa nyaman.

Dulu, Anas bercerita, masyarakat tidak kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Petani dengan mudah menggarap sawah, dan nelayan melaut untuk menangkap ikan atau mengurus tambak udang. Namun, semua berubah drastis setelah pembangunan masuk.

Pada tahun 2017, proyek integrasi peleburan baja karat, PT Obsidian Stainless Steel (OSS), didirikan di Morosi. Proyek ini diinisiasi oleh korporasi asal China, Xiamen Xiangyu Group, yang bergerak di bidang manufaktur besi stainless dan pemurnian nikel. PT OSS dilengkapi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), terminal serbaguna, serta pelabuhan.

Proyek PT OSS menjadi bagian dari “Jalur Sutra Baru,” sebuah inisiatif pembangunan infrastruktur global yang digagas oleh pemerintah Tiongkok, menghubungkan berbagai titik melalui komoditas, industri, dan transportasi. Di Indonesia, pemerintah menetapkan PT OSS sebagai Proyek Strategis Nasional.

Sebelum PT OSS, perusahaan lain, PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNi), telah lebih dulu beroperasi di Morosi. Sesuai namanya, PT VDNi fokus pada nikel, terutama pengolahan dan pemurnian.

“Kami menyambut baik proyek ini, karena direncanakan akan dilanjutkan menjadi industri yang terintegrasi dan akan menghasilkan stainless steel dengan rencana investasi mencapai US$2 miliar,” kata Airlangga Hartarto, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian, saat meresmikan pabrik PT VDNI pada tahun 2019.

PT VDNi terhubung dengan salah satu raksasa nikel di China, Jiangsu Delong Nickel Industry. Di Indonesia, PT VDNI berambisi membangun smelter nikel terbesar. Pemerintah kemudian memasukkan PT VDNi ke dalam daftar PSN pada tahun 2021, di bawah payung Kawasan Industri Konawe.

Luas kawasan industri ini mencapai lebih dari 2.000 hektare, mencakup hingga lokasi PT OSS beraktivitas. PT VDNi ditunjuk sebagai pengelola. Prioritas kawasan industri adalah produksi feronikel dengan perkiraan penyerapan 18.200 tenaga kerja.

Lokasi kedua pabrik dan perusahaan ini mengapit kawasan permukiman penduduk di Morosi. PT OSS berada di utara, PT VDNi di selatan. Dampaknya bagi masyarakat sangatlah besar.

“Sekarang, waduh, coba bayangkan kami berada di tengah-tengah industri,” ujar Anas saat dihubungi BBC News Indonesia.

Kedatangan pembangunan ini, menurut Anas, tidak memihak masyarakat lokal. Banyak lahan yang sebelumnya dikelola warga kini hilang setelah diambil alih oleh kedua perusahaan. Ketika perusahaan beroperasi, dampaknya semakin terasa. Di laut, “masyarakat sudah tidak dapat mengumpulkan rumput laut,” ucap Anas, padahal budidaya rumput laut adalah sumber pendapatan utama nelayan di Morosi.

Situasi ini disebabkan oleh pembangunan jetty (dermaga) milik PT OSS yang menjorok ke laut, digunakan sebagai tempat sandar kapal-kapal besar pengangkut material olahan dari pabrik. Aktivitas di sekitar jetty dituding menyebabkan air menjadi keruh, sehingga rumput laut tidak dapat tumbuh dengan maksimal.

Di darat, keadaannya tidak kalah pelik. Dua PLTU yang diurus oleh PT OSS dan PT VDNi diduga mengakibatkan lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara melaporkan sekitar 5.000 warga mengalami ISPA setelah PT OSS dan PT VDNi beroperasi.

“Kemudian ada yang lebih parah lagi. Dulu, kalau kami mau makan, seharusnya makan dulu baru cuci piring, kan? Kami kebalikannya: cuci piring dulu baru makan,” Anas mencoba menggambarkan kesulitan warga dengan indikator yang paling sederhana.

Tidak hanya itu, limbah yang dihasilkan kawasan industri disinyalir mencemari aliran Sungai Motui, yang dimanfaatkan masyarakat sebagai tambak dan untuk mengairi persawahan. “Banyak warga yang mengandalkan penghidupannya dari sungai tersebut,” ungkap Anas. “Sekarang mereka kehilangan sumber mata pencaharian karena limbah.”

Hasil uji laboratorium, seperti dituturkan Walhi Sulawesi Tenggara, mengonfirmasi pencemaran logam berat pada air sungai. Limbah ditemukan di bibir sungai, permukiman, hingga area tambak. “Sehingga ketika hujan, limbah padat tersebut masuk ke dalam sungai dan mencemari aliran air,” tegas Walhi Sulawesi Tenggara.

Anas menjelaskan bahwa kegiatan industri di Sulawesi Tenggara, yang telah dicap sebagai Proyek Strategis Nasional, berdampak terhadap nasib masyarakat di empat kecamatan: Morosi, Bondoala, Kapoiala, dan Motui, yang mencakup belasan desa.

Warga tidak tinggal diam. Mereka melawan. Pada Desember 2024, masyarakat menggugat PT OSS serta PT VDNi ke Pengadilan Negeri (PN) Unaaha terkait pencemaran lingkungan.

Setelah melalui belasan sidang, hasilnya membuat masyarakat di Morosi dan sekitarnya antusias. PN Unaaha menyatakan PT OSS terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan mencemari lingkungan. PN Unaaha memerintahkan PT OSS untuk menyampaikan informasi pencemaran secara transparan kepada masyarakat dan memulihkan lingkungan, termasuk menghilangkan bau busuk, memperbaiki instalasi pengolahan, dan memusnahkan pencemaran.

Menjelang akhir Agustus, eskalasi antara masyarakat dan PT OSS kembali meningkat. Warga di Desa Kapoiala Baru melakukan aksi pemalangan di holding jembatan jalan PT OSS. Pemicunya, menurut Anas, adalah “penutupan Kali Alam, sumber mata air warga, oleh PT OSS.”

“Warga meminta PT OSS mengembalikan sungai tersebut seperti semula sebab bagi warga setempat sungai itu sangat penting,” Anas mengisahkan.

Pihak kepolisian sempat turun tangan untuk meredam kekecewaan masyarakat. Polsek Bondoala berjanji tuntutan warga segera ditindaklanjuti. Warga membubarkan diri seraya menyuarakan peringatan kedua kepada PT OSS: segera buka Kali Alam. Warga memberi tenggat waktu 24 jam.

Keesokan harinya, saat tenggat ultimatum berakhir, warga mendapati Kali Alam masih tertutup. Di tengah situasi tersebut, Anas menerangkan, “PT OSS datang dan membawa alat berat berupa eksavator.”

“Mereka ingin melakukan penggalian sungai yang ditimbun tersebut sehingga warga langsung membubarkan diri dan membuka pemalangan tersebut,” imbuh Anas.

BBC News Indonesia telah berupaya meminta konfirmasi kepada PT VDNi maupun PT OSS, namun hingga laporan ini diterbitkan, keduanya belum memberikan tanggapan.

Anas mengutarakan bahwa masyarakat di sekitar kawasan industri PSN di Konawe, Sulawesi Tenggara, telah berjuang keras menghadapi kemelut ini. Segala cara telah mereka tempuh, mulai dari nonmitigasi, pengaduan, hingga pengadilan.

Namun, “tidak ada hasil yang memadai di lapangan,” ujarnya. Masyarakat lokal, sekali lagi, harus menanggung dampak negatif dari pembangunan yang dijalankan pemerintah.

Anas menyadari bahwa kondisi serupa juga dialami oleh masyarakat di daerah lain, ketika PSN justru menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan. Ia berharap pemerintah, pertama-tama, mendengarkan keluhan di tingkat bawah, sebelum melibatkan masyarakat di setiap tahapan pembangunan.

“Karena betul-betul kami merasakan dampak di tapak. Itu dampak dari PSN semua. Menurut kami, paling tidak, cukup untuk membangun industri atas nama PSN,” pungkasnya.

Letupan Konflik dan Jejak Konglomerat

Isu utama dari implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah minimnya informasi tentang PSN itu sendiri, papar peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Grita Anindarini.

Sejak awal, semua hal yang berhubungan dengan PSN diatur dalam Peraturan Presiden, tepatnya Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dari perpres, aturan diturunkan ke tingkat peraturan menteri untuk mencatat proyek atau program apa saja yang ditetapkan sebagai PSN.

Grita melihat “tidak ada konsultasi publik terkait penetapan PSN.”

“Jadi, memang rata-rata masyarakat itu pada tahunya bahwa wilayah mereka terkena PSN justru ketika sudah masuk dalam konteks pembebasan lahan, misalnya, atau dalam konteks penyusunan Amdal [Analisis Dampak Lingkungan],” terangnya kepada BBC News Indonesia.

Grita berpandangan hal itu “cukup terlambat.” Pada akhirnya, “banyak konflik yang muncul karena informasi yang tersedia juga sangat minim,” tambahnya.

“Dan ditambah lagi pelibatan masyarakat juga sangat amat minim, begitu, sejak awal,” tegasnya.

Laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memperlihatkan bahwa sejak 2020 hingga 2024, muncul 154 ledakan konflik akibat PSN. Luas lahan di pusaran konflik mencapai 1 juta hektare, dengan 103 ribu keluarga menjadi korban. KPA menyebut PSN sebagai “Penggusuran Skala Nasional.”

KPA mengidentifikasi lima masalah fundamental yang melingkupi PSN.

Pertama, PSN telah menjadi alat baru perampasan tanah, wilayah adat, serta area tangkap nelayan di berbagai daerah.
Kedua, PSN menyebabkan krisis agraria, sosial, ekonomi, hingga lingkungan yang berdampak luas serta genting.
Ketiga, PSN menghilangkan sumber pencaharian, pangan, dan penghidupan rakyat, “yang memperparah kemiskinan nasional secara terstruktur, sistematis, dan masif,” ucap KPA.
Keempat, PSN di sebagian daerah memobilisasi keuangan negara untuk kepentingan kelompok bisnis.
Kelima, PSN direalisasikan dengan cara-cara represif, intimidatif, manipulatif, serta koruptif dengan “menghilangkan partisipasi rakyat secara bermakna maupun transparan.”

Temuan KPA perihal “cara-cara represif” diperkuat oleh analisis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang menemukan bahwa konflik ruang seringkali dibarengi dengan penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force).

YLBHI, berdasarkan pendataan penanganan kasus di 18 LBH Kantor sepanjang 2017-2023, menemukan angka yang sangat tinggi “di mana para petani, masyarakat adat, pembela hak asasi manusia, dan pejuang lingkungan mengalami kekerasan fisik, nonfisik, dan kriminalisasi.”

Aparat keamanan, dalam hal ini kepolisian, YLBHI mencontohkan, terlibat di 50 konflik yang berkorelasi dengan PSN.

YLBHI membagi tindak kekerasan di PSN ke dalam tiga pola:

Pertama, pola kekerasan lisan seperti intimidasi, selain fisik seperti penganiayaan hingga penyiksaan. Pola ini tercatat sebanyak 48 kasus.
Kedua, pola pecah belah warga dengan 43 kasus.
Ketiga adalah kriminalisasi sebanyak 43 kasus. Kasus kriminalisasi sendiri melahirkan 212 korban, semuanya petani. Mereka dijerat dengan berbagai aturan hukum, dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sampai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Jika ditotal, ada 134 tindak kekerasan dalam pelaksanaan PSN.

“Biasanya, ketiga pola tersebut diterapkan secara bertahap, misalnya diawali dengan ancaman penggusuran paksa dan ancaman kriminalisasi, kemudian meningkat pada kekerasan dan kriminalisasi. Selanjutnya, warga yang dikriminalkan dijadikan sebagai alat negosiasi hingga terjadinya perpecahan masyarakat, pro dan kontra,” tulis YLBHI.

Gambaran terang bagaimana PSN diwujudkan dengan taktik represi terlihat di kasus Rempang Eco City di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima pengaduan dari perwakilan masyarakat adat di sana yang menggarisbawahi betapa PSN dilakukan dengan menggunakan intimidasi maupun represi, “sehingga masyarakat terganggu hak atas rasa amannya,” jelas Komnas HAM.

Pada September 2023, sebanyak 1.000 personel gabungan TNI-Polri dikerahkan untuk melakukan pembebasan lahan di wilayah masyarakat adat Pulau Rempang. Pengerahan tersebut disertai tembakan gas air mata dalam menghadapi hak berekspresi masyarakat. Sekitar puluhan warga, mayoritas anak-anak dan guru, mengalami sesak nafas hebat, pusing, serta mual.

Komnas HAM, lewat laporan yang dirilis akhir 2024, mengumpulkan pengaduan dari masyarakat terdampak PSN di seluruh Indonesia dan menyimpulkan adanya pelanggaran HAM selama keberlangsungan PSN dengan dampak berlapis: ekonomi, sosial, sampai lingkungan.

Poin utama yang disorot Komnas HAM adalah regulasi penunjang PSN. Menurut Komnas HAM, regulasi menjadi tulang punggung percepatan dan kemudahan dalam pembangunan PSN.

Komnas HAM mengategorikan regulasi PSN ke tiga fase:

Fase pertama dan kedua mengambil rentang 2014 sampai 2020 dengan peraturan presiden sebagai penopang PSN. Sementara fase ketiga, 2020-2024, PSN mengandalkan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja berbentuk Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional.

Undang-Undang Cipta Kerja, dalam proses perumusan serta pengesahannya, ditentang publik lantaran ditempuh secara kilat dan dipandang hanya untuk mengakomodir kepentingan para pemodal, dibanding terciptanya perekonomian yang adil maupun merata.

Di lain sisi, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Perubahan Daftar PSN yang per 2024 sudah diubah sebanyak lima kali turut dirujuk.

Persoalannya, Komnas HAM bilang, bermacam aturan itu “memberikan kekuasaan lebih kepada pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan PSN.”

Percepatan yang dimaksud Komnas HAM, salah satunya, mewujud dalam pemangkasan proses birokrasi ketika pembebasan lahan.

Dalam konteks pengadaan lahan untuk PSN, Undang-Undang Cipta Kerja berkontribusi atas lahirnya “Bank Tanah” yang bertugas mengelola, menguasai, serta mendistribusikan tanah bagi kepentingan publik maupun swasta. Komnas HAM berpandangan “Bank Tanah” dibentuk sekadar melancarkan PSN.

Peluang masalahnya: Bank Tanah mampu merebut lahan milik masyarakat atas nama “kepentingan umum.” Karena sudah ditempel predikat “program negara,” masyarakat di wilayah PSN cuma disediakan opsi untuk menerima, bahkan menihilkan proses ganti rugi yang layak, sebut Komnas HAM.

Praktik semacam itu diprediksi bakal mewarnai PSN lantaran faktor kebutuhan lahan skala besar guna menyokong proyek-proyek yang tengah digarap pemerintah.

“Masyarakat tiba-tiba tahu bahwa akan ada PSN di wilayahnya ketika tiba-tiba ada alat berat. Ketika tiba-tiba ada petugas yang datang, akan mengukur tanah untuk pembebasan, dan lain sebagainya. Jadi, ini fatal sekali,” terang Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah.

“Sejak awal kami menilai dari sisi perencanaan, pembuatan kebijakan, sampai implementasi, ini ada indikasi ketidakterbukaan, tidak akuntabel. PSN tidak memperhatikan prinsip-prinsip bagaimana suatu kebijakan dibuat, termasuk yang terkait dengan pembangunan.”

Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA, Benni Wijaya, menyatakan konflik di PSN menunjukkan pemerintah “selalu memotong kompas,” “masuk ke area, [lalu] proses ganti kerugian,” tandasnya.

Konsultasi publik, juga sosialisasi, tidak jarang diterabas demi proyek yang mesti lekas dibereskan. Masyarakat dipandang langsung setuju dengan rencana pemerintah. Penolakan masyarakat lantas sering kali diterjemahkan sebagai sikap antipembangunan atau diancam tidak memperoleh ganti rugi, menurut Benni.

“Ketika ada penunjukkan lokasi, semestinya musyawarah dulu ini si pemegang proyek dengan masyarakat. Sepakat enggak masyarakat? Kalau enggak, mereka harus mencari lokasi lain,” sambung Benni.

Kompleksitas PSN tidak sebatas disumbang dari letusan konflik, melainkan bagaimana kebijakan ini maknanya justru perlahan bergeser mengikuti kerangka rasionalitas pasar, demikian kata riset berjudul Pembangunan sebagai Proses Eksklusi: Kajian Hukum dan Ekonomi-Politik atas Proyek Strategis Nasional (2024) yang disusun akademisi UGM, Agung Wardana dan Dzaki Aribawa.

Kuasa, atau rasionalitas, pasar di PSN bekerja untuk memfasilitasi sirkulasi kapital—modal. Maka, instrumen pendukung, seperti regulasi, dipakai memenuhi agenda-agenda tersebut, jelas Agung dan Dzaki. Hitung-hitungannya bukan kepentingan publik, tapi untung dan rugi, tambah keduanya.

Riset Agung serta Dzaki mencontohkan bingkai kuasa pasar dapat disimak melalui penyelenggaraan tanah dalam PSN. Di PSN, pemerintah menyederhanakan relasi manusia dan tanah sebagai cara negara menekan biaya transaksi. Tanah, tulis Agung dan Dzaki, hanya dilihat dalam kacamata aset ekonomi yang dengan mudah bisa dikonversi ke bentuk uang ganti rugi.

Kalau proses negosiasi mengalami kebuntuan, skema pembebasan lahan untuk “kepentingan umum” menyediakan mekanisme yang menguntungkan bagi pihak yang memerlukan lahan, dengan pengalihan hak milik di mana uang ganti rugi dititipkan ke pengadilan.

Padahal, kenyataannya, tanah di Indonesia tidak selalu dimaknai seputar aset. Tanah, di sisi lain, merupakan nilai simbolik, kultural, bahkan religius-magis.

“Sayangnya, karena negara tujuannya adalah untuk menurunkan ongkos transaksi, maka dimensi yang tidak dapat diuangkan itu kemudian tidak dimasukkan dalam perhitungan ganti rugi atau kompensasi,” papar Agung ketika diwawancarai BBC News Indonesia.

“Kenapa? Karena sering kali ketika negara mengakui ada makna tanah di luar makna ekonomi, maka ini justru akan memusingkan negara atau pelaku usaha.”

Kuasa pasar kemudian turut bergerak dalam konteks keterlibatan para konglomerat di PSN, Agung menuturkan. Kehadiran pihak swasta sendiri memang dimungkinkan, salah satunya dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Turunan dari mekanisme ini yaitu model patungan swasta dan negara serta keseluruhan proyek ditanggung swasta.

Alasan yang melatarbelakangi: alokasi anggaran pemerintah tidak akan cukup menutup semua PSN.

“Model pembangunan KPBU ini akan terus kita dorong. Beban APBN ini juga akan berkurang. Dan nanti pengelolaannya justru swasta yang harus bergerak,” sebut Jokowi, 2021.

Saat swasta diajak ambil bagian, Agung menilai “garis batas antara kepentingan publik dan private menjadi sangat kabur.” Yang berbahaya, kepentingan komersial dapat diklaim sebagai PSN yang melayani kebutuhan umum, Agung menambahkan.

Konsekuensinya, Agung meneruskan, pertanyaan atas legitimasi PSN, bahwa apakah proyek dan kebijakan ini dibikin benar-benar untuk melayani publik, muncul di benak masyarakat.

“Saya pikir ini yang kemudian membuka berbagai persoalan. Karena ketika proyek komersial, yang notabene adalah tujuannya mengakumulasi keuntungan, maka konflik dan penyingkiran atas masyarakat menjadi muncul,” Agung menanggapi.

Keterbukaan pemerintah terhadap tangan swasta atau korporasi juga menuntun pada persoalan berikutnya: relasi penguasa dan pengusaha.

Menurut Agung, badan usaha atau aktor swasta mana yang bakal difasilitasi untuk menjalankan PSN “tentu saja sangat berkaitan dengan siapa rezim yang berkuasa saat itu.”

“Karena ketika melakukan listing Proyek Strategis Nasional, yang melakukan listing itu adalah pemerintah. Dan sering kali, seleksi yang dilakukan adalah berdasarkan pada seleksi kedekatan itu tadi,” ungkap Agung.

Di era pemerintahan Joko Widodo, 2014-2024, sejumlah pengusaha “diajak” menggarap PSN.

PSN Eco Rempang City, misalnya, yang hak eksklusif atas pengelolaan serta pengembangannya dipegang PT Makmur Elok Graha, terhubung dengan Grup Artha Graha kepunyaan Tomy Winata.

Pemerintahan Jokowi, sebelum akhir periodenya, memasukkan pengembangan kawasan ecotourism di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 ke daftar PSN. PIK 2 merupakan proyek Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan. Agung Sedayu Group sebelumnya membangun Hotel Swissotel Nusantara di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, yang terdaftar pula sebagai PSN. Peresmian Swissotel Nusantara dihadiri langsung Jokowi.

Pada Maret 2024, pemerintahan Jokowi resmi menetapkan Bumi Serpong Damai (BSD) City di Tangerang Selatan menjadi PSN dengan nama Pengembangan Kawasan Terpadu Bumi Serpong Damai. BSD adalah proyek yang dikembangkan Sinar Mas Land lewat PT Bumi Serpong Damai (PT BSDE). Pemimpin Sinar Mas ialah Franky Widjaja.

Di Papua Selatan, pemerintahan Jokowi menggencarkan PSN dalam rupa pengembangan energi dan pangan di atas lahan seluas 2 juta hektare. Beberapa kementerian ditunjuk sebagai pelaksana dan menggandeng korporasi, salah satunya PT Jhonlin Group punya pengusaha batu bara asal Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Irsyad.

Bergeser ke Sulawesi Tenggara, pemerintah membangun Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP). IKIP akan fokus ke pemrosesan nikel memanfaatkan teknologi HPAL. Proyek ini tercatat PSN pada 2022. IKIP dijalankan secara patungan antara perusahaan baja nirkarat raksasa dari China, Tsingshan Group, dengan Merdeka Battery Materials (MBMA).

Nama pertama, Tshingshan, sebelumnya terlibat dalam pengembangan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) serta PT Indonesia Weda Industrial Park (IWIP). Keduanya sama-sama PSN. Sedangkan Merdeka Battery Materials merupakan anak perusahaan dari PT Merdeka Copper Gold. Saham PT MBMA dipegang oleh PT Merdeka Energi Nusantara, Garibaldi Thohir, Winato Kartono, hingga Edwin Soeryadjaya.

Pola serupa ditemui saat pemerintahan berganti rezim, dari Jokowi ke Prabowo Subianto.

Juni silam, Prabowo meresmikan groundbreaking ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi. Proyek ini bagian dari PSN dengan nilai investasi sebesar $US5,9 miliar. Pemerintah mengklaim proyek baterai kendaraan listrik bisa menyerap ribuan tenaga kerja secara langsung.

“Kunci daripada pembangunan suatu bangsa adalah memang kemampuan bangsa itu mengolah sumber alam menjadi bahan yang bermanfaat dan punya nilai tambah yang tinggi, sehingga bisa mendorong kemakmuran dan kesejahteraan,” ucap Prabowo dalam sambutannya.

PSN baterai kendaraan listrik dikerjakan konsorsium Aneka Tambang (Antam), Indonesia Battery Corporation (IBC), serta Ningbo Contemporary Brunp Lygend (CBL). Lokasi PSN yang dipilih yakni Artha Industrial Hills (AIH), anak perusahaan Artha Graha Group yang dimiliki pengusaha Tomy Winata.

Sedangkan di Cilegon, Banten, PT Chandra Asri Pacific menyatakan kesiapannya membangun pabrik chlor alkaliethylene dichloride (CA-EDC). Proyek itu dimaksudkan mendorong pertumbuhan ekonomi serta hilirisasi industri, utamanya bahan kimia.

Sama seperti pembangunan ekosistem baterai listrik di Cikarang, pemerintah menetapkan pabrik kimia PT Chandra Asri sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Rencananya, pabrik kimia tersebut dikelola anak usaha PT Chandra Asri Pacific, PT Chandra Asri Alkali (CAA), dengan kapasitas produksi tahunan 400.000 kaustik soda basah dan 500.000 ton EDC. Masing-masing dipakai untuk industri baterai kendaraan listrik serta pemenuhan sektor konstruksi.

PT Chandra Asri Pacific adalah salah satu lini bisnis yang terkoneksi dengan Barito Pacific, perusahaan yang didirikan Prajogo Pangestu.

Saat diwawancarai pemimpin redaksi beberapa media di kediaman pribadinya di Hambalang, Jawa Barat, April kemarin, Prabowo menekankan bahwa pemerintah, dalam mewujudkan pembangunan, tidak dapat berjalan sendiri, begitu pula pihak swasta. Prabowo memandang kolaborasi keduanya merupakan keniscayaan. Kolaborasi, atau kerja sama, pemerintah dengan pengusaha ialah paradigma baru yang mesti diterima secara terbuka.

Prabowo mengaku bahwa para konglomerat bersedia membantu pemerintah menggencarkan pembangunan.

“Mereka mengatakan, ‘Pak, apa yang bisa kami ikut?’ Silakan Anda pilih! Gimana yang Anda mau, kan? Ada yang, ‘Pak, kami akan buka rumah sakit di sini.’ ‘Pak, kami mau buka sekolah.’ Okay, good. Konsultasi sama saya, tanya sama saya,” Prabowo menceritakan ulang isi pembicaraannya dengan para taipan.

“Semua terbuka. Exciting, kalau saya. Everybody go! Competition is good, tetapi jangan kompetisi yang saling menjegal. Cooperation, collaboration, this is the new paradigm,” tambah Prabowo.

‘Warga Sudah Mengadu ke Pemerintah dan Semua Jalan Buntu’

Warga terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) berupaya memperjuangkan tanah dan tempat tinggal mereka. Upaya demi upaya ditempuh supaya pemerintah bersedia mendengar kenyataan pahit yang dilahirkan pembangunan PSN.

“Baik mengadu ke DPR, mengadu ke pemerintah, bahkan menggugat ke pengadilan di bawah lembaga Mahkamah Agung. Tapi, hampir semua jalan itu buntu,” sebut advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Edy K. Wahid, ketika dihubungi BBC News Indonesia.

“Semua saluran-saluran komplain, baik melalui mekanisme eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, itu buntuk. Hampir enggak ada jalan.”

Edy memandang kebuntuan tersebut didorong oleh fakta bahwa PSN adalah “proyeknya presiden” dan “tentunya ditopang oleh oligarki,” imbuhnya.

Meski begitu, masih ada satu saluran yang belum dicoba: Mahkamah Konstitusi. Dari situ, koalisi sipil bernama Gerakan Rakyat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *