Rahasia Viral TikTok: Algoritma & Penjarahan Rumah Sahroni

Posted on

Siaran Langsung TikTok dan Fenomena Viral: Menelisik Algoritma yang Membentuk FYP

Siaran langsung (live) TikTok mendadak menjadi sorotan setelah insiden penjarahan rumah anggota DPR Ahmad Sahroni pada Sabtu, 30 Agustus 2024. Kejadian ini menyoroti kekuatan algoritma TikTok dalam menyebarkan konten secara masif dan menjadikannya viral. Namun, bagaimana sebenarnya algoritma ini bekerja? Pertanyaan ini menjadi fokus perhatian banyak pihak.

Meskipun live TikTok berpotensi menjangkau audiens luas melalui FYP (For Your Page), TikTok sendiri masih enggan mengungkapkan detail mekanisme kerjanya. Katadata.co.id telah berupaya mengkonfirmasi hal ini kepada TikTok, namun belum menerima tanggapan. Situs resmi TikTok pun tidak memberikan penjelasan rinci.

Informasi yang didapat dari Delivered Social menyebutkan bahwa TikTok memprioritaskan live yang menunjukkan keterlibatan tinggi dalam beberapa menit pertama. Semakin banyak pengguna yang bergabung, berkomentar, dan berinteraksi sejak awal, semakin besar peluangnya masuk FYP. Dengan jumlah pengguna TikTok di Indonesia mencapai 194,37 juta pada Juli 2024 (data We Are Social dan Meltwater), potensi viralitas sebuah live di platform ini sangat besar. Jumlah pengguna ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, seperti yang terlihat pada data Databoks.

Penulis John Seabrook dalam artikelnya di The New Yorker menjelaskan bahwa algoritma TikTok mengandalkan interaksi pengguna seperti like, komentar, dan durasi menonton video di laman “Untuk Anda”. Setiap tindakan ini memberikan data berharga kepada kecerdasan buatan (AI) dan machine learning yang ada di balik platform. Teknologi ini mengidentifikasi pola, membuat prediksi, dan merekomendasikan konten (video dan live) berdasarkan pola tersebut. Kompleksitasnya dan volume data yang sangat besar membuat cara kerja AI TikTok sulit dipahami secara menyeluruh.

Berbagai teori muncul untuk menjelaskan algoritma TikTok. Teori “batch”, misalnya, menyatakan algoritma menampilkan konten baru ke kelompok kecil pengguna di seluruh dunia. Jika konten mendapatkan perhatian, aplikasi akan menyebarkannya ke kelompok pengguna yang lebih besar secara bertahap. Dalam teori ini, perdebatan muncul mengenai metrik utama yang menentukan viralitas: apakah rasio like terhadap tayangan, atau durasi menonton hingga selesai. Kemungkinan besar, kombinasi beberapa faktor berperan. TikTok sendiri telah mengakui beberapa aspek ini di situs resminya, tetapi tanpa penjelasan detail.

Film dokumenter “The Social Dilemma” juga memberikan wawasan tentang algoritma media sosial. Tristan Harris, mantan Design Ethicist Google, menjelaskan bahwa algoritma dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna, bukan untuk memberikan informasi yang benar atau bermanfaat. Keterlibatan diukur dari klik, like, komentar, dan durasi menonton. Semakin lama pengguna berada di platform, semakin banyak kesempatan untuk menampilkan iklan. Harris berpendapat bahwa pengguna bisa menikmati platform secara gratis karena perhatian mereka adalah produk yang dijual kepada pengiklan. Hal senada disampaikan oleh Guillaume Chaslot, mantan engineer YouTube, yang menjelaskan bahwa algoritma YouTube dirancang untuk memaksimalkan waktu tonton, sehingga konten ekstrem, sensasional, dan provokatif cenderung lebih sering direkomendasikan.

Menariknya, TikTok sempat menonaktifkan fitur live pada Sabtu malam, 30 Agustus 2024, setelah insiden penjarahan rumah Ahmad Sahroni. Fitur ini kembali aktif pada Selasa, 2 September 2024. TikTok menyatakan akan meningkatkan keamanan platform, namun detailnya belum diungkapkan. Mereka hanya menekankan komitmen untuk menyediakan platform yang aman dan beradab bagi pengguna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *