caristyle.co.id – JAKARTA. Prospek emiten sektor perkebunan kelapa sawit (CPO) diprediksi tetap positif hingga semester II-2025. Kenaikan ekspor dan program biodiesel pemerintah menjadi pendorong utama kinerja sektor ini.
Sukarno Alatas, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas, memperkirakan outlook emiten CPO tetap menjanjikan hingga akhir tahun. Program B50, yang meningkatkan permintaan domestik, menjadi faktor kunci. Program biodiesel ini telah mengalami peningkatan bertahap, dimulai dari B15 pada 2015 hingga B40 yang diterapkan sejak Januari 2025. “Secara keseluruhan, outlook emiten CPO hingga akhir tahun 2025 masih positif, ditopang oleh permintaan domestik dan potensi ekspor yang lebih terbuka,” tegas Sukarno kepada Kontan, Jumat (5/7/2025).
Senada dengan Sukarno, Ahnaf Yassar, Analis Samuel Sekuritas, menekankan bahwa mandat biodiesel Indonesia yang terus berkembang, khususnya program B50 yang ditargetkan mulai 2026, memberikan dukungan struktural yang kuat. Program ini diperkirakan membutuhkan 15 hingga 16 juta ton CPO per tahun, menyerap 19,7% hingga 21% dari total produksi CPO nasional.
Dari sisi teknikal, Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, melihat potensi penguatan harga CPO global menuju MYR 4.700 per ton, asalkan harga tetap berada di atas level krusial MYR 4.350. Peningkatan konsumsi biodiesel di Indonesia akibat implementasi B40 menjadi pendorong utama.
Meskipun prospeknya cerah, Ekky mengingatkan adanya tantangan struktural. Tekanan tarif dan biaya ekspor menjadi perhatian utama. Tarif impor CPO hingga 32% yang diterapkan Amerika Serikat mendorong Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) untuk meminta pemerintah menurunkan tarif ekspor guna menjaga daya saing. “Transformasi struktural dan intensitas persaingan juga menjadi faktor penting,” tambah Ekky, menyinggung fluktuasi harga, perubahan kebijakan domestik, dan persaingan dengan produsen CPO dari negara lain seperti Malaysia.
Sukarno menambahkan bahwa sentimen penting lainnya yang perlu dipantau adalah arah kebijakan energi hijau global, perkembangan program biodiesel domestik (B50), dan dinamika hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa yang membaik setelah terhambat isu deforestasi. Kemenangan Indonesia terkait bea masuk biodiesel berbasis CPO Uni Eropa di WTO juga menjadi katalis positif yang dapat mendorong ekspor dan meredam risiko regulasi. “Tren harga minyak dunia juga patut dicermati karena berkorelasi dengan harga CPO di pasar global,” imbuhnya.
Ekky juga menyoroti beberapa sentimen penting lainnya: kebijakan biodiesel sebagai penopang permintaan domestik yang efektif menahan risiko oversupply dan menjaga stabilitas harga; pertumbuhan volume ekspor yang pada Juni 2025 meningkat hampir 37% dibandingkan bulan sebelumnya; dan potensi penurunan ekspor di masa mendatang yang justru dapat mengoptimalkan pasokan domestik untuk program biodiesel. Namun, ia menyarankan pendekatan wait and see karena mayoritas saham emiten CPO telah mengalami kenaikan signifikan sejak awal tahun dan kini menunjukkan gejala koreksi teknikal, menunggu momentum buy on weakness (BOW) yang lebih ideal. “Strategi akumulasi sebaiknya dilakukan secara selektif, menyesuaikan dengan tren harga CPO global serta respons emiten terhadap isu-isu struktural dan kebijakan ekspor,” saran Ekky.
Sebagai rekomendasi investasi, Sukarno menyarankan trading buy saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan target harga Rp 7.675 – Rp 7.825 per saham. Ahnaf merekomendasikan buy saham PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS) dengan target harga Rp 550 per saham. Ekky merekomendasikan beli saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dengan target harga Rp 1.900 – Rp 2.000 per saham.
AALI Chart by TradingView