Rekomendasi Saham: MSCI Rebalancing Besok

Posted on

Investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) diimbau untuk tidak melewatkan momentum penting ini. Morgan Stanley Capital International (MSCI) dijadwalkan akan mengumumkan hasil peninjauan indeksnya pada 7 Agustus 2025, sebuah peristiwa yang berpotensi menyertakan sejumlah saham unggulan ke dalam daftar bergengsi tersebut.

Mengutip informasi dari Mirae Asset Sekuritas, MSCI adalah penyedia indeks pasar saham global yang memiliki pengaruh signifikan. Indeks ini menjadi tolok ukur utama bagi banyak institusi keuangan besar dalam penyusunan portofolio investasi mereka. Konsekuensinya, masuknya sebuah saham ke dalam indeks MSCI kerap memicu lonjakan permintaan. Hal ini terjadi karena manajer investasi yang berpegang pada indeks tersebut akan secara otomatis mengakumulasi saham-saham yang baru ditambahkan.

Untuk dapat terdaftar dalam indeks MSCI, saham harus memenuhi serangkaian kriteria ketat, meliputi:

  • Likuiditas yang memadai: Saham harus aktif diperdagangkan dengan volume yang konsisten.
  • Kapitalisasi pasar disesuaikan dengan free float (FFMC): Semakin besar FFMC, semakin tinggi pula probabilitas saham tersebut untuk dimasukkan.
  • Struktur kepemilikan saham yang tersebar: Saham dengan konsentrasi kepemilikan yang tinggi cenderung tidak memenuhi syarat.

Hasil evaluasi indeks MSCI ini dijadwalkan akan mulai berlaku efektif pada 27 Agustus 2025. Sebelumnya, saham-saham yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Petrosea Tbk (PTRO), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), telah menjadi sorotan sebagai kandidat potensial untuk masuk indeks MSCI.

Namun, riset terkini dari Samuel Sekuritas membawa dua nama baru ke permukaan, yakni PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), yang dinilai memiliki potensi kuat untuk bergabung dalam indeks MSCI yang prestisius ini. Prasetya Gunadi, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia, menyatakan bahwa DSSA memiliki probabilitas tinggi untuk masuk ke dalam MSCI Indonesia Big Cap Index. Prediksi ini didukung oleh kapitalisasi pasar free float-nya yang mencapai US$ 6,6 miliar, jauh melampaui ambang batas minimum US$ 1,5 miliar. Selain itu, rata-rata transaksi harian DSSA selama 12 bulan terakhir tercatat sebesar US$ 7,2 juta, melampaui syarat minimum US$ 2,5 juta. Prasetya menambahkan dalam risetnya pada Kamis (17/7), bahwa rasio nilai rata-rata yang diperdagangkan juga telah melampaui ambang batas 15%.

Lebih lanjut, Analis Samuel Sekuritas, Ahnaf Yassar dan Prasetya Gunadi, juga melihat SSIA sangat layak untuk masuk ke dalam MSCI Small Cap Index. Peluang ini semakin terbuka lebar pasca lonjakan harga saham SSIA, yang salah satunya dipicu oleh akuisisi 5,89% saham oleh Grup Djarum. Kenaikan harga ini telah mendorong kapitalisasi pasar free float SSIA hingga US$ 618 juta, jauh melampaui ambang batas US$ 250 juta. Dari perspektif likuiditas, SSIA juga menunjukkan performa impresif dengan rata-rata transaksi harian dalam 12 bulan terakhir mencapai US$ 1,8 juta per hari, melebihi ketentuan minimum US$ 1 juta per hari. Ahnaf dan Prasetya menjelaskan dalam riset mereka pada Selasa (22/7), bahwa “Masuknya saham SSIA ke dalam indeks MSCI akan meningkatkan visibilitas SSIA di mata investor global dan berpotensi menarik aliran dana dari investor pasif yang mengikuti indeks sekaligus membalikkan tren penjualan asing menjadi pembelian bersih.”

Senada dengan pandangan tersebut, Rully Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas, sepakat bahwa DSSA dan SSIA memiliki prospek kuat untuk menjadi bagian dari indeks MSCI pada periode mendatang. Ia turut menambahkan bahwa PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga berpotensi mengikuti jejak serupa. Rully menjelaskan kepada Kontan pada Selasa (23/7), bahwa “Saham-saham tersebut memiliki kapitalisasi pasar free float dan likuiditas harian yang mencukupi.”

Sementara itu, Hijjah Marhama, Analis MNC Sekuritas PIK, menawarkan perspektif lain. Menurutnya, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) memiliki peluang kuat untuk masuk indeks MSCI Small Cap. Emiten ini memiliki free float yang signifikan, sekitar 35%, sehingga memenuhi salah satu kriteria utama MSCI. Namun, Hijjah menambahkan bahwa agar memenuhi syarat minimum kapitalisasi pasar, harga saham BRMS idealnya harus berada di atas level Rp 490–Rp 500 per saham. Perlu dicatat, MSCI Small Cap menetapkan persyaratan minimum free float market cap sekitar US$ 250 juta, dengan proporsi kepemilikan publik minimal 15% dan likuiditas harian di atas US$ 1 juta atau setara Rp 16 miliar–Rp 20 miliar per hari. Dari aspek likuiditas, BRMS adalah salah satu saham yang sangat aktif diperdagangkan, dengan nilai transaksi harian yang umumnya berkisar antara Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar. Bahkan, pada 11 Juni 2025, nilai transaksi BRMS sempat mencatatkan rekor tertinggi harian mencapai Rp 1,2 triliun, seiring dengan penguatan harga saham sebesar 12% dalam sehari. Performa ini juga didukung oleh volatilitas harga emas, komoditas utama bisnis BRMS.

Di sisi lain, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), meskipun memiliki fundamental yang solid untuk berpotensi masuk indeks MSCI, masih menghadapi tantangan terkait kepemilikan publik yang relatif kecil.

Hijjah Marhama menekankan bahwa “Rebalancing MSCI perlu diperhatikan sebagai salah satu faktor acuan bagi investor dalam bertransaksi saham, khususnya untuk menilai tingkat likuiditas suatu saham.” Ia menyarankan investor dan pelaku pasar untuk memanfaatkan momentum menjelang rebalancing MSCI ini secara spekulatif. “Bisa buy saham yang berpotensi masuk MSCI secara kualifikasi dan sell on high saat inflow masuk pada momen rebalancing,” imbuh Hijjah. Lebih lanjut, Hijjah melihat adanya peluang trading buy untuk saham BRMS menuju level psikologis Rp 500 per saham dengan stop loss di posisi Rp 420 per saham. Sementara itu, SSIA memang mulai memasuki fase retracement, namun area support di kisaran Rp 2.150–Rp 2.200 dapat menjadi titik pertimbangan menarik untuk posisi re-entry. Di sisi lain, Rully Wisnubroto menilai bahwa rebalancing indeks MSCI pada periode Agustus berpotensi signifikan mendorong penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), seiring dengan sentimen positif yang muncul menjelang pengumuman MSCI. Rully menutup dengan menyatakan, “Secara teoretis (meningkatkan IHSG). Sekarang saja sudah terbukti menggairahkan.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *