Saham Bank Loyo, Padahal Fundamentalnya Sudah Membaik!

Posted on

caristyle.co.id JAKARTA. Kinerja keuangan bank-bank bermodal besar, atau yang dikenal sebagai big banks, telah dirilis sepanjang tujuh bulan pertama tahun 2025. Meskipun perbaikan fundamental pada beberapa bank mulai terlihat, hal ini belum cukup untuk mendongkrak signifikan harga saham mereka di pasar.

Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), yang sejatinya sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan sejak awal semester II-2025. Namun, secara akumulasi, laba bersih BRI (khusus bank only) dari Januari hingga Juli 2025 masih tercatat mengalami penurunan 8,9% secara tahunan (YoY), mencapai Rp 28,6 triliun.

Sinyal perbaikan yang lebih konkret terlihat pada periode Juli 2025 saja, di mana laba BRI pada bulan tersebut mencapai Rp 3,8 triliun, melonjak hampir 20% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pendorong utama pemulihan kinerja ini adalah menyusutnya beban provisi yang turun signifikan, hampir 55% YoY, menjadi Rp 3 triliun untuk periode Juli 2025. Tak hanya itu, pendapatan bunga bersih BRI juga mengalami peningkatan sekitar 16% YoY, mencapai Rp 9,2 triliun pada Juli 2025. Alhasil, rasio profitabilitas penting seperti Net Interest Margin (NIM) ikut terangkat, berada di level 6,15% pada Juli 2025, naik dari 5,59% pada Juli 2024.

Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) kembali membuktikan konsistensinya dalam menjaga profitabilitas. Selama tujuh bulan pertama tahun 2025, BCA berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp 34,7 triliun, tumbuh 10,5% YoY, sebuah pencapaian yang menonjol di kala big banks lainnya justru mengalami penurunan laba. Kinerja positif ini didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih BCA yang cukup tinggi di antara bank besar lainnya, yakni naik 5,92% YoY menjadi Rp 46,5 triliun dari Januari hingga Juli 2025. Menariknya, BCA juga menjadi satu-satunya big bank yang mampu menaikkan penyaluran kredit hingga dua digit, mencapai Rp 923,5 triliun atau naik 10,96% YoY.

Bisnis Cash Management Makin Mengalir, Sokong Dana Murah Bank

Perbaikan kinerja juga terpancar dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Di Bank Mandiri, perbaikan fundamental lebih terlihat pada beban impairment yang berhasil diturunkan hingga 10%, berbanding terbalik dengan bank-bank besar lainnya yang justru mengalami kenaikan. Sementara itu, BNI tampaknya berfokus pada peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), dengan kenaikan DPK mencapai 19,4% YoY, di saat bank lain hanya mampu tumbuh satu digit.

Namun, performa fundamental yang tampak positif tersebut sayangnya tidak diikuti oleh pergerakan harga sahamnya di bursa. Ambil contoh BBCA, yang meski konsisten menjaga profitabilitas, harga sahamnya justru turun 16,54% sepanjang tahun 2025 berjalan. Bahkan, dalam sepekan terakhir, saham BBCA terkoreksi 4,44% dan kini berada di level Rp 8.075 per saham. Situasi serupa menimpa BMRI, yang harga sahamnya telah anjlok 17,02% sepanjang 2025, didorong oleh koreksi 3,27% selama sepekan terakhir menjadi Rp 4.730 per saham. Padahal, BMRI merupakan bank dengan total kredit terbesar yang mencapai Rp 1.335,9 triliun per Juli 2025.

Ekonom Bank Mandiri Prediksi Inflasi Tahunan Naik Menjadi 2,60% pada Agustus 2025

Menanggapi fenomena ini, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, mengakui bahwa secara fundamental, saham-saham perbankan memang cukup solid berkat sentimen penurunan suku bunga acuan. Hal ini memicu optimisme akan adanya perbaikan kinerja bank hingga akhir tahun. Meski demikian, ia mengingatkan untuk tetap mewaspadai potensi tekanan pada Net Interest Margin (NIM), dengan cermat memperhatikan rasio dana murah yang dimiliki bank-bank ini, serta kondisi makro ekonomi, terutama daya beli masyarakat.

Oleh karena itu, Indy memaklumi kehati-hatian investor dalam mengambil posisi di saham-saham perbankan, yang menyebabkan pergerakan saham big banks belum banyak bertenaga. “Dari sisi asing juga masih belum perlu ada konfirmasi akan optimisme kinerja keuangan saham-saham perbankan akan pulih lagi,” ujar Indy. Untuk saat ini, ia merekomendasikan saham-saham perbankan ini untuk investasi jangka panjang, dengan target harga BBRI di Rp 5.000 dan BBCA di Rp 9.500.

Senada, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, berpendapat bahwa fundamental big banks ini masih sesuai ekspektasi, dengan tanda-tanda perbaikan kinerja yang perlahan mulai terlihat. Namun, ia kembali menegaskan bahwa fundamental saja belum cukup untuk mendongkrak harga saham perbankan. Menurutnya, investor saat ini cenderung melirik sektor-sektor lain yang menawarkan narasi lebih positif, berbeda dengan perbankan yang kerap dibebani program-program pemerintah.

Strategi Bank Maspion Genjot Kinerja Setelah Laba Anjlok 50,31% pada Semester-I 2025

Oleh karenanya, Nico juga sepakat bahwa saham-saham perbankan belum akan menarik untuk jangka pendek, setidaknya hingga akhir tahun. Jika ingin masuk ke saham bank, ia merekomendasikan bagi investor yang memiliki profil jangka panjang. “Meskipun ya naik dan turun itu pasti, tapi secara fundamental masih cukup baik, prospeknya pun juga cukup menarik,” jelasnya.

Nico pun merinci batas bawah harga yang mungkin menjadi waktu yang tepat bagi investor untuk melakukan akumulasi. Untuk BBRI, ia merekomendasikan investor bisa masuk bertahap jika harga menembus Rp 3.960. Sementara itu, untuk BBNI, akumulasi dapat dilakukan di level Rp 4.200. Lebih lanjut, untuk BMRI, akumulasi direkomendasikan jika berada di level Rp 4.500, dengan catatan masih ada potensi koreksi hingga Rp 4.250 per saham, yang merupakan level terendah sepanjang tahun 2025. Khusus untuk BBCA, ia melihat ruang koreksi yang terbatas; namun, jika pada awal pekan besok harga menembus Rp 8.070, otomatis berpotensi untuk menguji level Rp 7.625.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *