caristyle.co.id JAKARTA. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), bank swasta terbesar di Indonesia, kembali menunjukkan sinyal positif untuk rebound. Hal ini didorong oleh aksi beli asing yang signifikan.
Pada perdagangan Kamis (28/8/2025), BBCA mencatatkan foreign net buy sebesar Rp 145,5 miliar, angka tertinggi di antara emiten lainnya. Aksi beli ini turut menyokong penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 0,2% pada hari tersebut.
Meskipun mengalami koreksi sekitar 1,8% di sesi pertama perdagangan Jumat (29/8/2025), turun menjadi Rp 8.175 per saham, para analis tetap optimistis. Mereka menilai fundamental BCA yang kuat menjadi pendorong utama rebound saham ini.
Laporan keuangan bulanan menunjukkan laba BCA pada tujuh bulan pertama tahun 2025 mencapai Rp 34,7 triliun, meningkat signifikan dari Rp 31,39 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya (Juli 2024). Pertumbuhan ini ditopang oleh pendapatan bunga bersih yang mencapai Rp 46,55 triliun, naik 5,92% secara tahunan (YoY), dan peningkatan pendapatan berbasis komisi atau fee dari Rp 10,17 triliun menjadi Rp 10,97 triliun.
Dari sisi intermediasi, BCA telah menyalurkan kredit sebesar Rp 923,5 triliun pada Juli 2025, meningkat dari Rp 832,34 triliun pada Juli 2024. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan, mencapai Rp 1.160 triliun dibandingkan Rp 1.099 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
James Stanley Widjaja, analis Buana Capital, menekankan kekuatan dana murah sebagai fondasi utama kekuatan BBCA. Dengan Loan to Deposits Ratio (LDR) sekitar 78%, likuiditas BBCA tetap memadai untuk memanfaatkan peluang di semester kedua 2025, sekaligus menjaga biaya dana (CoF) tetap rendah di angka 1,1%. Buana Capital mempertahankan rekomendasi BUY dengan target harga Rp 11.150, potensi kenaikan 33%.
Senada dengan Buana Capital, Erni Marsella Siahaan dari Ciptadana Sekuritas menilai kinerja BBCA pada semester I-2025 solid, ditandai dengan margin bunga bersih (NIM) yang terjaga di 5,8% dan biaya operasional yang terkendali. Ciptadana juga merekomendasikan BUY dengan target harga Rp 11.600 per saham, melihat BBCA sebagai saham pilihan utama berkat profil laba yang defensif, kualitas aset yang terjaga, dan franchise pendanaan terdepan di industri. Keunggulan ini membuat BBCA tetap kuat di tengah ketidakpastian ekonomi makro.
OCBC Sekuritas menambahkan empat faktor yang membuat saham BBCA menarik: pertumbuhan kredit yang solid, likuiditas dan permodalan yang kuat, prinsip penyaluran kredit yang pruden, dan peningkatan pendapatan berbasis komisi serta efisiensi operasional. OCBC mempertahankan rekomendasi BUY dengan target harga Rp 11.000 per saham.
CGS Internasional juga memberikan rekomendasi beli (BUY) untuk saham BBCA, menganggap konsistensi BBCA sebagai bank transaksi dengan CASA cost terendah sebagai poin plus. Potensi belanja pemerintah di semester kedua tahun ini dinilai sebagai katalis pertumbuhan kredit.
Dengan valuasi saat ini di kisaran 3,6–3,8x PBV 2025F, BBCA diperdagangkan di bawah rata-rata historisnya (di atas 4x). Kondisi ini, menurut analis, merupakan titik masuk (entry point) yang menarik, dan secara historis sering diikuti oleh technical rebound. Investor juga menantikan dividen interim di akhir tahun ini dan dividen final tahun depan, dengan yield diperkirakan stabil di 3,5–4% per tahun. Likuiditas yang kuat dengan CAR di atas 28% memberikan ruang untuk potensi peningkatan dividen.
Meskipun ada risiko kualitas aset yang perlu diperhatikan, konsensus analis menempatkan BBCA sebagai salah satu top pick di sektor perbankan Indonesia. Kombinasi valuasi relatif murah, prospek capital gain hingga 40% lebih, dan potensi dividen reguler membuat saham ini berpeluang segera rebound dari level saat ini.
Mulai Borong BBCA, Cermati Saham-Saham Net Buy Tebesar Asing pada Kamis (28/8)
IHSG Menguat ke 7.952 Hari Ini (28/8), Net Buy Asing Terbesar di Saham BBCA