JAKARTA – Minat investor asing terhadap saham-saham bank berkapitalisasi besar di Indonesia kembali membara. Arus dana segar dari mancanegara mengalir deras ke saham perbankan papan atas, didorong oleh valuasi yang dinilai menarik serta sentimen makroekonomi domestik yang positif. Emiten-emiten raksasa seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menjadi incaran utama. Tak ketinggalan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga berhasil mencatatkan akumulasi beli bersih yang signifikan sepanjang pekan terakhir, menandakan kepercayaan pasar terhadap sektor ini.
Pada penutupan perdagangan Selasa, 4 November 2025, pergerakan saham-saham jumbo ini mencatatkan tren beragam namun dengan dominasi beli bersih asing. Saham BBCA ditutup stabil di level Rp 8.650, diiringi oleh aksi beli bersih investor asing sebesar Rp 316,3 miliar. Hebatnya, dalam sepekan, total akumulasi beli bersih asing pada BBCA bahkan menembus angka Rp 2 triliun, menjadikannya primadona. Di sisi lain, BMRI mengalami koreksi tipis 0,63% ke Rp 4.730, namun tetap banjir pembelian asing senilai Rp 101,6 miliar pada hari itu, dengan total akumulasi beli bersih mingguan mencapai Rp 734,2 miliar. Sementara itu, BBNI menguat 0,45% menjadi Rp 4.450, dengan catatan beli bersih asing harian Rp 151,9 miliar dan total Rp 165,3 miliar dalam sepekan. Meskipun BBRI tercatat mengalami aksi jual bersih asing harian Rp 183,1 miliar dan harganya terkoreksi 1,73% ke Rp 3.970, saham bank BUMN ini masih membukukan beli bersih mingguan yang signifikan sebesar Rp 485,9 miliar.
Pergerakan harga saham-saham big banks ini memang dinamis dan sarat akan fluktuasi. Sebelumnya, sentimen pasar juga sempat diwarnai catatan seperti: Mayoritas Saham Big Banks Ditutup Melemah Kamis (2/10), Cermati Rekomendasi Analis. Namun, data terkini menunjukkan adanya perubahan tren yang signifikan, memicu para ahli untuk kembali memberikan pandangan dan rekomendasi strategis.
Menurut Muhammad Wafi, Analis dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), daya tarik utama saham-saham bank berkapitalisasi besar terletak pada valuasinya yang kini undervalued. Kondisi ini memicu investor asing untuk melakukan strategi bottom fishing, yaitu membeli saham saat harganya tertekan dengan harapan akan rebound. Wafi secara khusus menyoroti BBCA sebagai target utama, berkat likuiditasnya yang tinggi dan fundamental yang kokoh. Ia bahkan menyebut BBCA sebagai proksi yang kuat bagi perekonomian Indonesia. Lebih lanjut, Wafi memaparkan bahwa stabilitas makroekonomi domestik turut menjadi katalisator, didukung oleh kebijakan Bank Indonesia yang menahan suku bunga acuan, serta ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada awal tahun 2026.
Meskipun pernah ada periode ketika pasar mencatat bahwa Saham Big Banks Mayoritas Anjlok Sepekan Terakhir, Cermati Rekomendasi Analis, optimisme kini tumbuh kembali seiring pandangan para pakar mengenai potensi penguatan di masa depan.
Menyambung pandangan tersebut, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, memprediksi potensi penguatan sektor perbankan hingga akhir tahun. Momentum ini akan didorong oleh efek window dressing, di mana investor berupaya mempercantik portofolio mereka dengan saham-saham berfundamental solid. Nico Demus menegaskan bahwa sektor perbankan tetap sangat menarik, ditopang oleh fundamental yang kuat dan prospek cerah dalam jangka menengah hingga panjang, meskipun pergerakan dalam jangka pendek mungkin masih menunjukkan keterbatasan.
Senada dengan optimisme tersebut, Hendra Wardana, seorang pengamat pasar modal dan Founder Republik Investor, menafsirkan pergeseran dana asing ke sektor perbankan sebagai indikator pemulihan kepercayaan terhadap stabilitas keuangan nasional. Ia meyakini bahwa saham-saham big banks akan terus menjadi pilar utama penyokong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga awal tahun 2026.
Pandangan positif ini hadir setelah periode di mana, seperti pernah diulas, Sentimen Belum Mendukung, Kepemilikan Asing di Saham Big Bank Terus Merosot. Namun, kondisi pasar saat ini justru menandai pembalikan sentimen yang kuat, mendorong para analis untuk memberikan rekomendasi spesifik dan target harga yang menarik.
Dengan prospek cerah yang terpancar, para analis pun memberikan rekomendasi investasi spesifik. Hendra Wardana merekomendasikan ‘speculative buy‘ untuk BBCA dengan target harga Rp 8.975, BMRI Rp 4.950, dan BBRI Rp 4.370. Untuk BBNI, ia menyarankan ‘trading buy‘ dengan target Rp 4.880. Senada, Muhammad Wafi dari KISI menawarkan pandangan strategisnya: ia menempatkan BBCA dan BMRI sebagai ‘safe play‘ dengan target harga yang lebih ambisius, yakni Rp 10.200 dan Rp 6.200 secara berturut-turut. BBRI dianggap menarik untuk strategi imbal hasil (‘yield strategy‘) dengan target Rp 6.000, sementara BBNI dilihat memiliki potensi untuk ‘catch-up trade‘ menuju Rp 6.800.



