Saham Unggas LQ45: Murah, Prospek Cerah, Cuan Melimpah!

Posted on

JAKARTA — Saham dua emiten raksasa di sektor unggas, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), tengah menjadi sorotan investor. Keduanya disebut-sebut menawarkan prospek investasi yang sangat menjanjikan, terutama mengingat valuasinya yang kini terbilang masih murah di pasar.

Menurut analisis dari Nafan Aji Gusta, seorang analis terkemuka dari Mirae Asset Sekuritas, rasio price to earning ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV) kedua saham ini masih berada di bawah rata-rata industri. “Valuasi JPFA dan CPIN ini masih relatif menarik, masih undervalued, di bawah rata-rata median PE dan PBVR,” terang Nafan kepada Bisnis.com pada Rabu (6/8/2025).

Pada penutupan perdagangan Rabu (6/8/2025), harga saham CPIN tercatat melemah 1,70% ke level Rp4.620. Valuasi PER dan PBVR CPIN masing-masing berada pada 19,93 kali dan 2,49 kali, dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp75,76 triliun. Sementara itu, saham JPFA juga terkoreksi 1,82% menjadi Rp1.620, dengan PER 7,68 kali dan PBVR 1,20 kali. Sebagai perbandingan, indeks sektor Konsumen Non-Siklikal (IDXNONCYCLIC), yang mencakup kedua emiten ini, ditutup turun 1,01% atau 7,21 poin di level 704,14.

Data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) per Juli 2025 menunjukkan, PER dan PBVR indeks IDXNONCYCLIC masing-masing berada di 13,97 kali dan 1,64 kali. Angka PER indeks ini lebih tinggi dari rata-rata PER pasar sebesar 13,55 kali, sedangkan PBVR indeksnya justru lebih rendah dari rata-rata PBVR pasar di level 2,21 kali. Hal ini semakin menegaskan posisi valuasi saham CPIN dan JPFA yang menarik.

Nafan lebih lanjut mengamati bahwa pergerakan harga saham CPIN dan JPFA secara perlahan mulai meninggalkan fase tren penurunan (down trend). “Baik JPFA maupun CPIN ini kan tren kenaikan sahamnya bisa meninggalkan fase down trend. Jadi diharapkan terjadi fase akumulasi terbuka lebar dalam rangka membentuk fase markup trend,” jelasnya, mengindikasikan potensi kenaikan harga yang signifikan ke depan.

Dari sisi fundamental kinerja perusahaan, Nafan melihat adanya katalis positif dari perjanjian dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Kesepakatan ini memungkinkan barang impor dari AS masuk ke Indonesia tanpa dikenakan tarif, termasuk komitmen Indonesia untuk mengimpor produk pertanian seperti kedelai, bungkil kedelai, gandum, dan kapas senilai US$4,5 miliar. Kebijakan ini dipercaya akan memberikan dampak menguntungkan bagi kedua emiten unggas tersebut.

Kinerja finansial kedua perusahaan pada Semester I/2025 menunjukkan gambaran yang bervariasi. CPIN berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp1,90 triliun, tumbuh 7,48% secara tahunan (YoY), dengan penjualan neto tipis naik 0,30% YoY menjadi Rp33,06 triliun. Di sisi lain, laba bersih JPFA terkoreksi 16,47% YoY menjadi Rp1,24 triliun, dan penjualan netonya juga menurun 0,60% YoY menjadi Rp27,48 triliun. Meskipun demikian, Nafan meyakini kebijakan perdagangan baru ini dapat mengoptimalkan margin keuntungan dan menekan biaya produksi bagi CPIN, sementara JPFA berpotensi memperkuat laba bersih dan penjualannya.

Optimisme terhadap prospek saham kedua emiten ini juga tercermin dari konsensus analis. Berdasarkan data Bloomberg Terminal, 22 dari 23 analis merekomendasikan “beli” untuk saham CPIN, dengan target harga mencapai Rp6.004 per saham dalam 12 bulan ke depan. Target ini mencerminkan potensi imbal hasil sebesar 27,8%. Sementara itu, 26 analis kompak merekomendasikan “beli” untuk saham JPFA, dengan target harga Rp2.302,94 dalam 12 bulan mendatang, menawarkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi, yakni 39,6%.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *