Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengintensifkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji. Teranyar, lembaga antirasuah ini merampungkan pemeriksaan terhadap Tauhid Hamdi, mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), yang berlangsung maraton selama lebih dari delapan jam.
Usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Tauhid Hamdi mengungkapkan bahwa dirinya dicecar mengenai tugas dan fungsinya selama menjabat sebagai bendahara asosiasi. Namun, ia secara tegas membantah adanya pertanyaan dari penyidik terkait dugaan aliran setoran kepada oknum pejabat Kementerian Agama (Kemenag) dalam praktik jual-beli kuota haji khusus tambahan.
Lebih lanjut, Tauhid juga mengaku tidak memiliki informasi mengenai besaran kuota haji khusus tambahan yang dikelola Amphuri. Ia beralasan sudah tidak lagi menjabat di asosiasi tersebut saat peristiwa penetapan kuota tambahan itu terjadi, sehingga tidak mengetahui detail pembagiannya.
Inilah inti dari dugaan korupsi kuota haji yang sedang diusut KPK. Perkara ini bermula saat Presiden Joko Widodo pada tahun 2023 silam bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan berhasil mendapatkan 20.000 kuota tambahan haji. Informasi ini kemudian diduga memicu gerak asosiasi travel haji untuk mendekati Kementerian Agama (Kemenag) guna membahas mekanisme pembagian kuota.
Dalam prosesnya, asosiasi-asosiasi tersebut diduga kuat berupaya agar porsi kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan baku, yaitu maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Dugaan kuat mengemuka bahwa telah terjadi kesepakatan dalam sebuah rapat untuk membagi rata kuota haji tambahan tersebut, dengan alokasi 50% untuk haji khusus dan 50% untuk haji reguler.
Keputusan kontroversial ini kemudian disebut-sebut terwujud dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas atau yang akrab disapa Gus Yaqut. KPK kini masih terus mendalami keterkaitan antara SK tersebut dengan rapat-rapat yang diselenggarakan sebelumnya.
Selain manipulasi kuota, KPK juga menengarai adanya praktik setoran ilegal yang diberikan oleh para pihak travel penerima kuota haji khusus tambahan kepada oknum-oknum di lingkungan Kemenag. Besaran setoran ini bervariasi, berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, bergantung pada skala dan ukuran travel haji yang bersangkutan.
Dana suap tersebut diduga disalurkan oleh travel haji melalui perantara asosiasi travel haji, sebelum akhirnya disetorkan kepada oknum-oknum di Kementerian Agama. KPK bahkan menyebut aliran uang haram ini mengalir hingga ke para pejabat tinggi, termasuk pucuk pimpinan di Kemenag.
Dari hasil perhitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan akibat skandal ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian fantastis ini utamanya timbul karena perubahan alokasi jumlah kuota haji reguler menjadi haji khusus, yang menyebabkan potensi dana haji negara dari jemaah reguler justru mengalir ke kantong-kantong travel swasta.
Guna memperlancar proses penyidikan korupsi ini, KPK telah mengambil langkah tegas dengan mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri. Mereka adalah eks Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; serta bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Serangkaian penggeledahan juga telah dilakukan di berbagai lokasi krusial, meliputi rumah Gus Yaqut, kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah seorang ASN Kemenag, hingga rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa KPK juga telah menyita dua unit rumah senilai Rp 6,5 miliar di kawasan Jakarta Selatan dari seorang ASN Ditjen PHU Kemenag, yang diduga kuat dibeli menggunakan uang hasil korupsi kuota haji.
Menanggapi upaya penegakan hukum ini, Gus Yaqut melalui kuasa hukumnya, Mellisa Anggraini, menyatakan menghormati langkah-langkah yang dilakukan KPK, termasuk penggeledahan dan penyitaan, sebagai bagian dari upaya mengungkap tuntas perkara yang sedang disidik.