Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, berencana melakukan investigasi mendalam terhadap Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dugaan bahwa ketatnya penyaringan debitur melalui SLIK bukanlah satu-satunya penyebab rendahnya angka pembelian rumah tahun ini.
Purbaya berpendapat bahwa pelonggaran penyaringan SLIK belum tentu secara signifikan meningkatkan pembelian rumah. Ia menekankan bahwa persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saja tidak menjamin masyarakat langsung mampu membeli rumah.
“Jika pengawasan SLIK terhadap penerbitan KPR dilonggarkan, sebagian masyarakat sepertinya tetap belum tentu langsung mampu beli rumah. Kami akan pelajari lebih lanjut soal ini, apakah rendahnya pembelian rumah murni disebabkan lemahnya permintaan atau ada hambatan lain,” ujar Purbaya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (26/11). Pernyataan ini mengindikasikan adanya potensi faktor lain yang mempengaruhi daya beli properti.
Purbaya juga meyakini bahwa Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kemen PKP) akan menyesuaikan program penyaluran rumah dengan kondisi finansial terkini di dalam negeri. Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait, menyatakan bahwa SLIK menjadi faktor utama rendahnya pembelian rumah di berbagai daerah yang dikunjunginya, termasuk Bali, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca juga:
- Pemerintah Yakin Ekonomi Tumbuh 5,6% Akhir Tahun, Dorong Perputaran Uang Rp 85 T
- Amankan Pasokan Nataru, Pertamina Buka Opsi Impor Pertalite dari Amerika Serikat
- IHSG Sentuh Rekor Baru, Purbaya Ungkap Faktor Pengungkit Laju Saham to The Moon
Menurut Maruarar, banyak pengajuan KPR ditolak oleh OJK setelah melalui proses pemeriksaan SLIK. Sistem ini bertugas menilai kelayakan calon debitur yang mengajukan KPR, dengan fokus utama pada riwayat kredit. SLIK hanya akan menyetujui pengajuan KPR jika debitur tidak memiliki catatan kredit bermasalah, seperti tunggakan pinjaman atau gagal bayar kredit.
Maruarar bahkan mengusulkan, “Saya akan meminta agar SLIK meloloskan pengajuan KPR oleh debitur dengan riwayat kredit bermasalah pada nilai tertentu.” Hal ini menunjukkan keinginan untuk memberikan kesempatan bagi debitur dengan catatan kredit yang kurang sempurna untuk tetap memiliki akses terhadap KPR.
Namun, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, memiliki pandangan yang berbeda. Ia menegaskan bahwa OJK tidak memiliki aturan yang secara eksplisit melarang pemberian kredit atau pembiayaan kepada debitur dengan kualitas kredit non-lancar yang tercatat dalam SLIK.
Mahendra menjelaskan bahwa SLIK berfungsi sebagai sumber informasi netral, bukan daftar hitam atau blacklist. Tujuan utama SLIK adalah meminimalisir asymmetric information untuk memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan.
Lebih lanjut, Mahendra menekankan pentingnya penerapan manajemen risiko oleh lembaga jasa keuangan. SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam menjaga iklim investasi yang sehat di Indonesia. Ia juga mengklarifikasi bahwa otoritas tidak melarang lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan kredit kepada debitur dengan kualitas kredit tidak lancar.
Penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan hanyalah salah satu elemen informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur. Dengan kata lain, SLIK bukanlah satu-satunya faktor penentu dalam proses persetujuan KPR. Lembaga keuangan tetap mempertimbangkan berbagai aspek lain dalam menilai kemampuan bayar dan risiko kredit calon debitur.



