caristyle.co.id JAKARTA. Pasar modal Indonesia kembali diwarnai geliat penerbitan surat utang korporasi, baik berupa obligasi maupun sukuk. Dalam sebulan terakhir, sejumlah emiten dari berbagai sektor industri terlihat aktif mencari pendanaan melalui instrumen ini, menandai tren yang menarik perhatian para pelaku pasar.
Salah satu yang mencuri perhatian adalah langkah emiten pertambangan batubara PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Perusahaan ini mengumumkan rencana penerbitan Obligasi Berkelanjutan I BUMI Tahap II Tahun 2025 dengan nilai pokok fantastis, mencapai Rp 721,61 miliar. Menariknya, sekitar 45,34% dari dana tersebut dialokasikan untuk pengembangan bisnis strategis, yaitu kewajiban tahap kedua dalam rangka akuisisi Wolfram Limited, sebuah perusahaan tambang tembaga dan emas yang berbasis di Australia.
Tak ketinggalan, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) juga baru-baru ini memperkuat posisi keuangannya. Pada Kamis (21/8/2025), MBMA sukses mencatatkan obligasi dan sukuk mudharabah senilai total Rp 3,71 triliun di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dana segar ini rencananya akan dimanfaatkan untuk beragam keperluan, mulai dari pemberian pinjaman kepada Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI) hingga pelunasan lebih awal fasilitas kredit yang dimiliki perusahaan.
Sempat Tembus ke 8.000, Begini Target IHSG dan Rekomendasi Saham Hingga Akhir 2025
Geliat pendanaan melalui surat utang juga merambah sektor properti dan konsumer. Emiten properti terkemuka, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), menerbitkan obligasi dan sukuk dengan nilai pokok masing-masing Rp 500 miliar. Mayoritas dana tersebut akan digulirkan untuk memperkuat infrastruktur di kawasan prestisius BSD City Tangerang. Sementara itu, raksasa makanan dan minuman PT Mayora Indah Tbk (MYOR), ikut memeriahkan pasar dengan penerbitan obligasi senilai Rp 1 triliun. Seluruh dana obligasi MYOR ini secara spesifik akan digunakan sebagai modal kerja untuk mendukung operasional bisnis inti perusahaan.
Fenomena maraknya penerbitan surat utang ini bukan tanpa alasan. Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maxiilianus Nicodemus, mengidentifikasi beberapa faktor pendorong utama. Menurutnya, penurunan tingkat suku bunga acuan menjadi insentif penting karena dapat mengurangi cost of fund atau biaya pendanaan yang ditanggung emiten. Selain itu, adanya kewajiban utang yang akan jatuh tempo mendorong kebutuhan refinancing, serta kebijakan ekspansi agresif emiten juga turut memicu pencarian pendanaan melalui surat utang.
MYOR Chart by TradingView
“Dengan kondisi imbal hasil yang relatif rendah saat ini, Nico memprediksi bahwa obligasi akan menjadi salah satu instrumen primadona bagi para emiten menjelang akhir tahun ini hingga tahun depan,” ujarnya, Jumat (22/8). Pandangan senada disampaikan oleh Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, yang menegaskan bahwa suku bunga acuan yang lebih rendah memungkinkan emiten untuk menerbitkan surat utang dengan bunga yang lebih kompetitif, sehingga tidak terlalu membebani keuangan mereka. Nafan menambahkan, jika emiten mampu merealisasikan dana hasil penerbitan obligasi, baik untuk ekspansi maupun refinancing, hal itu diharapkan akan berdampak positif pada peningkatan kinerja keuangan mereka, Sabtu (23/8/2025).
Meskipun demikian, para investor diharapkan untuk tetap cermat dan berhati-hati. Nafan mengingatkan pentingnya memperhatikan kondisi keuangan emiten penerbit surat utang, termasuk kemampuan mereka dalam melunasi pokok dan bunga surat utangnya secara tepat waktu.
Kinerja Grup Djarum Beragam Semester I-2025, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya
Menanggapi dinamika pasar ini, Nafan Aji Gusta merekomendasikan strategi akumulasi beli untuk saham MYOR dengan target harga Rp 2.720 per saham, dan menyarankan ‘add‘ atau menambah koleksi saham BUMI dengan target harga Rp 145 per saham. Di sisi lain, Maxiilianus Nicodemus juga melihat potensi pada beberapa saham. Ia menyarankan investor untuk mencermati saham BSDE dan MYOR, dengan target harga masing-masing di level Rp 1.150 per saham dan Rp 545 per saham.