Tagihan Royalti Bikin Pemilik Hotel Mataram Resah: Ini Alasannya!

Posted on

Sejumlah pengusaha hotel di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), kini dihadapkan pada surat tagihan royalti pemutaran musik dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Jumlah tagihan yang diterima oleh hotel-hotel di Mataram ini cukup bervariasi, menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha.

Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Adiyasa, mengungkapkan bahwa rentang tagihan tersebut berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 16 juta. “Jumlahnya tergantung pada jumlah kamar yang ada di hotel tersebut,” jelas Adiyasa pada Rabu (13/8). Ia menambahkan, berdasarkan surat tagihan yang diterima oleh anggota AHM, hotel dengan kapasitas di bawah 50 kamar umumnya dipatok tagihan sekitar Rp 2 juta. Hingga saat ini, para pengusaha hotel belum melakukan pembayaran karena masih mempertanyakan dasar dan rincian tagihan tersebut.

Adiyasa mencatat, baru sekitar tiga hotel yang telah melaporkan menerima surat tagihan pembayaran royalti dari LMKN kepada AHM. Para pengusaha hotel tersebut meminta agar informasi ini tidak terlalu disebarluaskan, khawatir akan lebih intensif dikejar oleh pihak penagih. LMKN sendiri memiliki mandat utama untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik, sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 tahun 2025 yang merupakan aturan pelaksana dari PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Kasus Royalti


Isu royalti musik ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, kasus serupa pernah menimpa PT Mitra Bali Sukses, pemilik gerai Mie Gacoan. Direktur perusahaan tersebut, I Gusti Ayu Sasih Ira, sempat ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta terkait penggunaan musik dan lagu di restoran Mie Gacoan yang tidak membayar royalti.

Namun, kasus ini tidak berlarut-larut dan berhasil diselesaikan melalui jalur mediasi. Proses penyelesaian perkara tersebut dimediasi langsung oleh Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, di Gedung Kantor Wilayah Kemenkum Bali di Denpasar pada Jumat (8/8). Hasil mediasi ini menghasilkan kesepakatan bahwa PT Mitra Bali Sukses bersedia membayar uang royalti sebesar Rp 2.264.520 melalui LMKN.

Jangan Membebani


Di kesempatan terpisah, Menkum Supratman Andi Agtas secara tegas meminta LMKN agar tidak membebani sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terkait pembayaran royalti. Ia menekankan pentingnya membangun tarif royalti secara rasional dan transparan. “Saya titip pesan ke mereka semua, satu, jangan membebani dulu UMKM. Ciptakan sistem yang lebih rasional,” kata Supratman Andi Agtas di SMESCO, Jakarta Selatan, pada Rabu (13/8).

Supratman memberikan waktu satu minggu kepada LMKN untuk berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Hal ini menyusul kekhawatiran publik mengenai penerapan pajak royalti yang belakangan ini dirasakan membebani semua golongan, termasuk penggunaan musik di restoran, kafe, hingga acara pernikahan. “Kita beri waktu seminggu. Silakan ngobrol dengan semua pemangku kepentingannya. Silakan tanya LMKN-nya. Saya tidak akan menandatangani terkait dengan usulan mereka, besaran, tarif, dan lain-lain sebagainya, kalau kemudian belum disosialisasikan,” tegas Supratman. Ia menambahkan bahwa terkait royalti untuk acara seperti pesta atau pernikahan, LMKN perlu bekerja terlebih dahulu dan mempresentasikan hasilnya kepadanya, yang kemudian akan dicocokkan dengan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *