The Fed Dovish? JPMorgan & Bank of America Beri Sinyal Terbaru!

Posted on

Dua bank raksasa dari Amerika Serikat, JPMorgan Chase & Co. dan Bank of America Corp. (BofA), kini mempercepat proyeksi mereka terkait penghentian kebijakan pengetatan neraca atau quantitative tightening (QT) oleh Federal Reserve (The Fed). Kedua lembaga keuangan tersebut memperkirakan The Fed akan mengakhiri kebijakan ini pada Oktober 2025, sebuah perkiraan yang lebih cepat dari jadwal sebelumnya. Langkah krusial ini akan menandai berakhirnya proses penarikan likuiditas yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2022.

Keputusan untuk memajukan perkiraan waktu berakhirnya QT didorong oleh peningkatan biaya pinjaman yang terlihat di pasar pendanaan dolar AS. Sebelumnya, JPMorgan dan BofA memprediksi penghentian QT baru akan terjadi pada Desember 2025 atau bahkan awal tahun berikutnya. Dengan adanya sinyal pasar terbaru ini, perhatian kini tertuju pada pertemuan The Fed di Washington pekan depan, yang diperkirakan akan menjadi momen krusial. Selain antisipasi penurunan suku bunga acuan ke kisaran 3,75–4%, pelaku pasar dengan cermat menunggu sinyal yang jelas mengenai akhir QT, salah satu instrumen kebijakan moneter utama The Fed dalam mengelola suku bunga dan mencegah potensi krisis di pasar keuangan.

Sebagai informasi, kebijakan QT merupakan upaya The Fed untuk secara bertahap mengurangi neraca keuangannya, yang saat ini berada di kisaran US$6,6 triliun. Hal ini dilakukan melalui penjualan surat utang pemerintah AS (Treasuries) dan sekuritas lainnya. Tujuan utama QT adalah untuk menarik kelebihan likuiditas yang sempat membanjiri pasar keuangan selama periode pandemi, sebagai bagian dari strategi normalisasi kebijakan moneter.

Proyeksi serupa juga datang dari lembaga lain. TD Securities dan Wrightson ICAP bahkan memperkirakan QT akan berakhir lebih cepat lagi, yakni pada bulan ini. Sementara itu, analis dari Barclays dan Goldman Sachs memprediksi penghentian kebijakan tersebut akan sedikit lebih lama dari proyeksi JPMorgan dan BofA. Ketua The Fed, Jerome Powell, sebelumnya telah menegaskan bahwa proses pengetatan neraca akan dihentikan ketika cadangan perbankan berada “sedikit di atas level yang dianggap cukup longgar” atau ample reserves—ambang batas minimum yang diperlukan agar pasar tidak mengalami gangguan akibat kekurangan likuiditas. Powell menambahkan bahwa titik tersebut kemungkinan akan tercapai dalam beberapa bulan ke depan.

Kondisi pasar uang saat ini telah memberikan sinyal kuat bahwa likuiditas di sistem keuangan mulai mengetat. Analis Bank of America, Mark Cabana dan Katie Craig, menjelaskan dalam riset mereka bahwa “tingkat suku bunga repo yang tinggi dan tekanan di pasar pendanaan menunjukkan cadangan sistem keuangan semakin menipis.” Senada dengan pandangan tersebut, tim analis JPMorgan yang dipimpin Teresa Ho juga menyoroti bahwa pasar pendanaan kini beroperasi “dengan lebih banyak gesekan” seiring dengan penurunan dana di fasilitas reverse repo milik The Fed, yang merupakan indikasi jelas bahwa cadangan yang tersedia dalam sistem keuangan semakin terbatas.

Situasi ini secara langsung menimbulkan pertanyaan penting: seberapa lama lagi The Fed dapat melanjutkan kebijakan pengetatan likuiditas tanpa memicu masalah serupa dengan yang pernah terjadi pada September 2019? Kala itu, cadangan uang di perbankan menipis secara drastis, sementara The Fed masih aktif mengurangi asetnya. Akibatnya, suku bunga pinjaman antarbank melonjak tajam karena bank-bank saling berebut dana tunai jangka pendek. Kondisi tersebut hampir saja membuat pasar uang macet sepenuhnya, memaksa The Fed untuk turun tangan dengan membeli surat utang jangka pendek demi menstabilkan kembali pasar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *