caristyle.co.id JAKARTA. Prospek dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya masih akan menghadapi tekanan pelemahan, meskipun ada kemungkinan besar Federal Reserve (The Fed) akan mengambil langkah pemangkasan suku bunga acuannya.
Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa proyeksi ini didasari oleh serangkaian data ekonomi AS yang menunjukkan pelemahan, khususnya pada sektor tenaga kerja yang kinerja jauh di bawah ekspektasi pasar.
“Hampir bisa dipastikan, The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan September mendatang,” ungkapnya kepada Kontan, Kamis (7/8/2025).
Permintaan Dolar AS Diproyeksikan Meningkat, Ekonom Beberkan Pemicunya
Lebih lanjut, Lukman memperkirakan bahwa total pemangkasan suku bunga The Fed bisa mencapai sekitar 60 basis poin (bps). Ia bahkan memprediksi bank sentral AS tersebut akan memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya hingga pengujung tahun ini.
Selain itu, Lukman juga menyoroti perkembangan undang-undang kripto, yang dikenal sebagai Genius Act, yang berfokus pada regulasi transaksi stablecoin. Meskipun ia menilai undang-undang ini belum memberikan dampak langsung pada dolar AS saat ini, terdapat potensi bahwa regulasi tersebut dapat mengangkat nilai dolar AS di masa mendatang.
“Terutama, apabila di masa depan adopsi stablecoin dalam transaksi global mengalami peningkatan yang signifikan,” tambahnya.
Rupiah Menguat ke Rp 16.287 Per Dolar AS pada Kamis (7/8), Ini Sentimen Pendorongnya
Menatap ke depan, Lukman mencermati bahwa sentimen utama yang akan memengaruhi pergerakan dolar AS tetap berada pada perkembangan tarif perdagangan. Menurutnya, Amerika Serikat terus memberlakukan tarif-tarif baru yang berpotensi mengancam stabilitas perekonomian AS dan global. “Contoh terbarunya adalah penerapan tarif pada produk semikonduktor dan chip,” jelasnya.
Tidak hanya itu, eskalasi tarif antara AS dan India terkait pembelian minyak dari Rusia juga menjadi sentimen penting yang patut diperhatikan terhadap pergerakan dolar AS.
Dengan demikian, hingga pengujung tahun ini, Lukman memperkirakan bahwa indeks dolar AS (DXY) masih berpotensi untuk terkoreksi dan kembali menuju level 94 hingga 96.