TNI Jaga Keamanan: Indonesia Deklarasi Darurat Militer?

Posted on

344 Guru Besar Desak Presiden Prabowo Tolak Darurat Militer

Kekhawatiran atas potensi darurat militer di Indonesia meningkat tajam menyusul pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyinggung indikasi makar dan terorisme dalam aksi demonstrasi di beberapa wilayah. Seruan tegas dari 344 guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia pun langsung bergema, mendesak Presiden agar tidak memberlakukan darurat militer, yang dikhawatirkan akan memicu tindakan represif terhadap gerakan masyarakat sipil. Seruan ini muncul sebagai respons atas pidato Presiden yang bernada koersif, serta perintah kepada Polri dan TNI untuk mengambil “tindakan tegas”.

Sentimen serupa juga diungkapkan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, yang menyatakan Panglima TNI akan dibantu oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara untuk menjaga keamanan nasional dan melakukan upaya penertiban. Namun, Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita dengan tegas membantah adanya skenario menuju darurat militer, menekankan bahwa keterlibatan TNI dalam penanganan demonstrasi dilakukan sesuai aturan yang berlaku.

Iring-iringan Panser TNI dan Narasi Darurat Militer di Media Sosial

Kehadiran iring-iringan panser TNI di beberapa daerah, termasuk di Jakarta Barat (dekat Puri Indah Mall) dan Yogyakarta (kawasan Malioboro), semakin memperkuat kecemasan publik. Foto dan video yang beredar di media sosial, khususnya X (Twitter), memicu spekulasi dan kekhawatiran warganet akan potensi darurat militer. Sejumlah peristiwa lain, seperti penjarahan rumah beberapa anggota DPR dan pejabat publik (Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya/Surya Utama, Nafa Urbach, dan Sri Mulyani), serta perusakan fasilitas umum, semakin menambah keresahan. Perintah Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk menembak kelompok anarkis dengan peluru tajam, sebagaimana terungkap dalam video rapat daring internal Polri, juga menjadi pemicu ketakutan. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin kemudian memperkuat pernyataan Kapolri, menegaskan bahwa Kapolri dan Panglima TNI akan mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran hukum.

Apakah Situasi Memerlukan Pelibatan TNI? Pandangan Pengamat Militer

Pengamat militer dan Koordinator Centra Initiative, Al Araf, menjelaskan bahwa Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025 memang memungkinkan pelibatan militer dalam membantu kepolisian, baik dalam Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Namun, Al Araf mengkritik ketiadaan peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut, menyebutnya sebagai “cek kosong” yang berpotensi berbahaya. Ia menilai situasi saat ini tidak memerlukan perbantuan militer, karena aksi protes yang terjadi merupakan ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap kegagalan negara dalam memberikan keadilan sosial dan ekonomi, diperparah oleh arogansi pejabat. Menurut Al Araf, penanganan demonstrasi yang represif, seperti penggunaan kekuatan berlebihan yang menyebabkan kematian seorang pengemudi ojek online, justru memperkeruh suasana. Ia menyarankan Presiden untuk meminta maaf, melahirkan kebijakan yang pro-rakyat, dan mengoreksi kebijakan yang keliru, bukan malah melibatkan militer. Penanganan demonstrasi, menurutnya, masih bisa dikelola oleh aparat sipil dengan pendekatan yang profesional, proporsional, dan persuasif. Al Araf juga mengkritik pernyataan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin yang seolah menyerahkan penanganan keamanan kepada TNI, yang menurutnya bertentangan dengan konstitusi.

Apa Itu Darurat Militer?

Darurat militer merupakan pengalihan kekuasaan kepada otoritas militer dalam keadaan darurat. Hal ini biasanya terjadi jika kapasitas sipil lumpuh, ada ancaman serius seperti pemberontakan bersenjata, atau jika parlemen dan presiden menilai situasi tak tertanggulangi oleh pemerintah sipil. Al Araf menilai ketiga kondisi tersebut tidak terjadi saat ini. Demonstrasi masih berlangsung secara damai dan pemerintah sipil masih berfungsi. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU No. 74 Tahun 1957 mengatur tiga kondisi yang dapat memicu darurat militer di Indonesia: ancaman keamanan atau ketertiban hukum yang tak teratasi oleh alat-alat perlengkapan biasa; perang atau bahaya perang; dan keadaan bahaya yang membahayakan hidup negara. Presiden, sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang, berhak menyatakan darurat militer. Konsekuensi darurat militer, menurut Al Araf, termasuk pembatasan kebebasan sipil dan potensi pelanggaran HAM, bahkan berpotensi membawa Indonesia ke pemerintahan militeristik seperti di Myanmar.

Solusi yang Diajukan Ratusan Guru Besar

Ratusan guru besar dalam Aliansi Akademisi Peduli Indonesia mendiagnosis akar masalah demonstrasi sebagai jurang pemisah antara elite dan rakyat, akibat kebijakan dan alokasi anggaran yang salah sasaran. Mereka menyerukan restrukturisasi kabinet, peninjauan kebijakan politik anggaran, peninjauan instrumen hukum yang merugikan, pemberantasan korupsi, pencegahan diskriminasi, dan penolakan terhadap darurat militer. Tindakan tegas, menurut mereka, hanya perlu ditujukan pada provokator dan pelaku anarkis.

Tanggapan TNI

Wakil Panglima TNI, Jenderal Tandyo Budi Revita, membantah adanya rencana darurat militer dan menegaskan bahwa TNI bertindak sesuai konstitusi dan atas permintaan Polri. Ia menekankan bahwa TNI tidak berniat mengambil alih penanganan keamanan dari Polri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *