Tragis! 59 Santri Terjebak Reruntuhan Ponpes Sidoarjo, BNPB Lakukan Evakuasi

Posted on

Pencarian intensif terhadap korban yang terperangkap dalam timbunan reruntuhan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, kini telah memasuki hari keempat. Hingga Rabu malam, 1 Oktober, tercatat sebanyak 59 orang masih diyakini terjebak di lokasi bencana. Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, mengonfirmasi angka ini dalam siaran pers, menyatakan data tersebut dimutakhirkan pada Rabu (1/10) pukul 23.00 WIB.

Menurut BNPB, data mengenai jumlah korban terjebak ini diperoleh dari gabungan daftar absensi yang dirilis oleh pihak pondok pesantren, serta laporan kehilangan yang disampaikan oleh keluarga korban. Dinamika perubahan data menjadi tantangan tersendiri, mengingat banyak nama yang sebenarnya selamat atau tidak berada di tempat kejadian saat insiden berlangsung tidak melaporkan diri, sehingga menyebabkan fluktuasi pada angka perkiraan.

Sementara itu, tim SAR gabungan berhasil mencatatkan progres dalam upaya evakuasi. Pada Rabu hingga pukul 22.00 WIB, lima orang ditemukan dalam kondisi selamat dan segera dilarikan ke RSUD Sidoarjo untuk penanganan medis. Namun, satu dari penyintas tersebut dilaporkan berada dalam kondisi kritis, memerlukan perawatan khusus. Di sisi lain, tim SAR juga menemukan dua korban dalam kondisi meninggal dunia. Penemuan tragis ini menambah daftar korban meninggal dunia menjadi lima orang secara keseluruhan, akibat insiden kegagalan konstruksi yang menimpa fasilitas pendidikan tersebut. Jenazah korban meninggal langsung dibawa ke RS Siti Hajar untuk proses selanjutnya.

Tanda-Tanda Kehidupan
Pada Rabu malam, tim SAR gabungan melakukan asesmen ulang secara cermat untuk memastikan keberadaan tanda-tanda kehidupan dari satu dari enam orang yang sebelumnya terdeteksi masih hidup di balik reruntuhan gedung. Penentuan ini menjadi krusial untuk langkah operasi selanjutnya.

Apabila tanda-tanda kehidupan masih teridentifikasi, tim akan memaksimalkan upaya pencarian dengan perhitungan yang matang. Muhari menjelaskan, lokasi korban terakhir yang terdeteksi berada di posisi yang sangat sulit dan menantang. Oleh karena itu, selain keahlian khusus, strategi yang cermat sangat dibutuhkan agar keselamatan korban maupun seluruh tim yang bertugas dapat terjamin selama operasi penyelamatan ini.

Menyikapi kondisi tersebut, penggunaan alat berat di lokasi kejadian dinilai berpotensi menambah risiko. Muhari menegaskan bahwa struktur bangunan yang runtuh sangat labil dan sensitif terhadap guncangan. Pemaksaan penggunaan alat berat dikhawatirkan justru dapat mengancam nyawa korban maupun petugas penyelamat.

Selanjutnya, Muhari menambahkan, apabila tidak lagi ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan, BNPB bersama Basarnas dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan segera mengajak keluarga korban untuk kembali bermusyawarah. Pertemuan ini bertujuan untuk meminta kesediaan dan pemahaman dari keluarga atas segala kondisi yang ada. Adapun harapan besar saat ini adalah agar babak baru dalam operasi SAR yang melibatkan penggunaan alat berat dapat segera dilaksanakan guna mengangkat seluruh korban, terlepas dari kondisi mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *