Vivo & BP-AKR Tolak BBM Pertamina: Bahlil Turun Tangan!

Posted on

Kisruh seputar pasokan bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat setelah sejumlah SPBU swasta, yakni PT Vivo Energy Indonesia dan PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), menunda pembelian BBM dari PT Pertamina (Persero). Keputusan mengejutkan ini dipicu oleh temuan kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam BBM Pertamina, yang dinilai terlalu tinggi oleh pihak swasta.

Menanggapi polemik ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan bahwa penundaan pembelian BBM oleh SPBU swasta masih berada dalam ranah komunikasi bisnis ke bisnis (B2B). “B2B-nya lagi dikomunikasikan. Saya kan sudah katakan bahwa B2B-nya itu kolaborasi antara swasta dengan swasta,” terang Bahlil saat ditemui usai peresmian perubahan logo BPH Migas di Jakarta Selatan, Kamis (2/10).

Menteri Bahlil turut memastikan bahwa stok BBM nasional saat ini dalam kondisi aman. Ia menyebut pasokan bensin dengan beragam varian seperti RON 92, RON 95, RON 98, hingga Pertalite, mencukupi untuk kebutuhan 18 sampai 21 hari ke depan. “Stok BBM kita, mau RON 92, RON 95, RON 98, ataupun Pertalite itu cukup untuk 18-21 hari. Kewajiban pemerintah memastikan bahwa stok BBM kita cukup,” tegas Bahlil. Ia juga menegaskan tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan menipisnya ketersediaan BBM, sebab baik stok maupun kuota impor telah terpenuhi sesuai ketentuan. Oleh karena itu, keputusan B2B antara perusahaan swasta tetap dipersilakan dengan panduan dari pemerintah. “B2B-nya silakan. Kami hanya memberikan guidance. Selebihnya diatur,” lanjutnya.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan pandangan terkait kandungan etanol ini. Laode menerangkan bahwa perbedaan pandangan dari setiap Badan Usaha terkait kandungan etanol dalam BBM merupakan bagian dari spesifikasi yang berbeda di masing-masing pihak. “Itu kan spesifikasi yang ada di mereka sendiri (Vivo dan BP-AKR), tidak mau menggunakan yang mengandung etanol. Jadi badan usaha ini ada yang kalau mengandung etanol enggak mau seperti itu. Tapi bukan berarti tidak berada di dalam toleransi,” jelas Laode dalam kesempatan yang sama.

Ia menambahkan, etanol sebenarnya adalah salah satu jenis biofuel yang telah diimplementasikan secara luas di banyak negara. Hanya saja di Indonesia, fokus pengembangan masih pada biodiesel dan belum sepenuhnya menggarap bioetanol. Terkait dugaan adanya kandungan etanol di semua produk Pertamax maupun Pertalite, Laode memastikan hal tersebut belum terbukti, kecuali pada temuan impor tertentu oleh Pertamina yang sebelumnya sudah dikonfirmasi. “Sejauh ini kita baru menemukan yang kemarin. Jadi kalau yang sebelum-sebelumnya kita tidak konfirmasi seperti itu,” tuturnya, mengindikasikan bahwa temuan etanol bersifat spesifik dan tidak merata pada semua produk BBM Pertamina.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan kronologi pembatalan ini. Pada 26 September 2025, Vivo dan SPBU BP-AKR sebenarnya telah menyatakan kesediaan untuk membeli BBM jenis base fuel, yang tanpa pewarna (dyes) dan zat aditif. Bahkan, pada tanggal tersebut, Vivo sepakat untuk membeli 40 ribu barel (MB) base fuel dari Pertamina. Namun, pada malam hari yang sama, Vivo dan BP-AKR secara mengejutkan memutuskan untuk membatalkan pembelian tersebut. Sementara itu, Shell enggan melanjutkan proses negosiasi karena masalah administrasi internal.

Achmad menjelaskan, alasan utama pembatalan oleh Vivo dan BP-AKR adalah karena kandungan etanol sebesar 3,5 persen pada BBM yang diimpor Pertamina. Meskipun ambang batas kandungan etanol yang diizinkan pemerintah adalah 20 persen, badan usaha swasta tersebut tetap memilih untuk tidak melanjutkan transaksi. Hal ini menyoroti perbedaan interpretasi atau standar operasional antara Pertamina dan SPBU swasta, meskipun secara regulasi batas toleransi masih jauh terpenuhi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *