caristyle.co.id NEW YORK. Bursa saham Wall Street dibuka menguat pada perdagangan Selasa (5/8/2025), menunjukkan optimisme investor yang tinggi terhadap potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve. Selain itu, perhatian pasar juga tertuju pada laporan kinerja keuangan sejumlah emiten besar.
Mengutip Reuters, pada sesi pembukaan, indeks Dow Jones Industrial Average berhasil naik 26,4 poin, atau 0,06%, mencapai level 44.200,07. Indeks S&P 500 juga turut menguat 6,7 poin, atau 0,11%, ke posisi 6.336,63, sementara Nasdaq Composite melonjak 38,5 poin, atau 0,18%, menjadi 21.092,09.
Kenaikan ini melanjutkan momentum positif dari hari sebelumnya, di mana Wall Street mencatatkan sesi terbaiknya sejak 27 Mei. Pasar berhasil memulihkan kerugian dari aksi jual pada Jumat sebelumnya, yang dipicu oleh data ketenagakerjaan Juli yang mengecewakan dan revisi penurunan tajam pada bulan-bulan sebelumnya. Kondisi ini secara signifikan memicu ekspektasi akan adanya pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September.
Wall Street Bangkit, Tiga Indeks Utama Catat Kenaikan Harian Tertinggi Sejak Mei
Berdasarkan perangkat FedWatch CME Group, peluang penurunan suku bunga pada bulan September kini mencapai 88,2%, meningkat tajam dari 63,3% seminggu sebelumnya. Pelaku pasar bahkan memperkirakan setidaknya dua kali penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin akan terjadi hingga akhir tahun ini.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan besar dijadwalkan merilis laporan keuangan pada hari Selasa, termasuk Advanced Micro Devices, Snap, dan Rivian. Beberapa nama telah memberikan kejutan, seperti saham Pfizer yang naik 2,4% dalam perdagangan pre-market setelah perusahaan menaikkan proyeksi laba tahunannya. Demikian pula, saham Palantir Technologies melonjak 7,1% berkat peningkatan proyeksi pendapatan tahunannya.
Namun, tidak semua emiten bernasib sama. Saham perusahaan telehealth daring Hims and Hers Health anjlok 10,2% setelah gagal memenuhi estimasi Wall Street untuk pendapatan kuartal kedua, menyusul penurunan jumlah pelanggan obat penurun berat badan versi racikannya.
Sementara itu, dinamika politik juga memengaruhi sentimen investor. Keputusan Presiden Donald Trump untuk memecat kepala Biro Statistik Tenaga Kerja, lembaga yang bertanggung jawab atas data pekerjaan, memicu kekhawatiran serius tentang integritas data ekonomi. Lebih lanjut, pengunduran diri Gubernur Federal Reserve Adriana Kugler yang mengejutkan pada hari Jumat membuka peluang bagi Trump untuk memengaruhi kepemimpinan The Fed lebih awal dari yang diperkirakan, mengingat kritiknya yang berulang kali terhadap Ketua The Fed Jerome Powell karena enggan memangkas suku bunga.
Wall Street Menguat pada Awal Pekan Ini, Pasca Aksi Jual Pekan Lalu
Trump pada hari Selasa mengumumkan bahwa ia akan segera menyampaikan keputusannya mengenai pengganti sementara Gubernur The Fed Kugler, sekaligus mengumumkan pilihannya untuk ketua The Fed berikutnya. Menanggapi hal ini, Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Wealth, berpendapat, “Anda bisa mengumumkan siapa ketua berikutnya, tetapi saya rasa Ketua Powell tidak akan pergi hingga akhir masa jabatannya. Saya juga tidak yakin siapa pun yang diumumkan sebagai ketua Fed yang baru akan benar-benar berdampak.”
Agenda ekonomi hari ini mencakup pembacaan akhir Indeks Manajer Pembelian S&P Global untuk bulan Juli yang dijadwalkan rilis pukul 09.45 ET, diikuti oleh PMI non-manufaktur dari Institute for Supply Management pada pukul 10.00 ET. Data-data ini akan memberikan gambaran lebih lanjut mengenai kondisi ekonomi.
Investor juga terus mencermati dampak kebijakan tarif AS terhadap ekonomi global dan pendapatan perusahaan. Trump, pada Senin, mengancam akan menaikkan tarif impor barang-barang dari India sebagai respons atas pembelian minyak Rusia oleh negara tersebut, yang langsung ditanggapi New Delhi dengan menyebut serangan itu tidak dapat dibenarkan dan berjanji untuk melindungi kepentingan ekonominya.
Pasar juga masih menanti keputusan Trump mengenai apakah ia akan memperpanjang gencatan senjata perdagangan dengan China yang akan berakhir pada 12 Agustus, atau berpotensi membiarkan tarif melonjak kembali hingga tiga digit, sebuah langkah yang dapat menimbulkan gejolak lebih lanjut dalam perdagangan global.