
Warga di Bener Meriah terancam mengalami “kelaparan panjang” imbas terputusnya jalan darat menuju kabupaten terdekat pasca-banjir bandang yang disusul longsor pada 26 November lalu.
Seorang warga, Satie Ruhdi Koara, bercerita sehari setelah banjir menerjang wilayah itu, bahan pangan mulai dari beras hingga telur ludes. Stok bahan bakar minyak (BBM) juga tak bertahan lama.
Untuk bertahan hidup, warga tidak punya pilihan selain berjalan puluhan kilometer, menyusuri curamnya jalan lintas KAA yang amblas dan berlumpur menuju Lhokseumawe.
“Kami mesti berjalan menggendong beras, minyak, melewati longsoran karena stok logistik tidak ada lagi. Kalau akses jalan tidak dibuka, akan membuat kami kelaparan sangat panjang,” ujarnya dari ujung telepon yang jaringannya timbul-tenggelam.
Kepala BNPB, Suharyanto, mengakui dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo bahwa dua kabupaten di Provinsi Aceh yakni Bener Meriah dan Aceh Tengah masih terisolasi.
Karenanya, kata Suharyanto, TNI Angkatan Udara berencana membuka pendaratan pesawat baru di Bandar Udara Rembele, Bener Meriah, untuk memperpendek jalur distribusi bantuan logistik.
‘Kami hidup dalam gelap gulita’
Sudah hampir dua pekan lamanya, warga di Kabupaten Bener Meriah hidup terkurung.
Itu karena akses darat, biasa disebut Jalan KKA, yang biasa mereka lintasi menuju Lhokseumawe, amblas sangat dalam di beberapa titik akibat diterjang longsor.
Jembatan Teupin Mane yang menghubungkan Bener Meriah-Takengon ke Bireun juga runtuh ditendang derasnya banjir bandang.
“Kalau akses jalan tidak diselesaikan [diperbaiki], bagaimana nasib kami?” kata Satie Ruhdi Koara, Rabu (10/12).
Untuk bisa berkomunikasi dengannya, bapak satu anak ini berkata dia harus mencari area yang dekat dengan kantor bupati. Karena cuma di sanalah ada layanan internet satelit, Starlink.
Pasalnya, jaringan telekomunikasi, listrik, dan air bersih masih padam di banyak tempat. Sangat payah, ungkapnya.

Rabu (10/12) kemarin , Ruhdi akhirnya membalas pesan dengan fitur pesan suara.
Ia tinggal bersama keluarga kecilnya di Desa Blang Sentang, Kecamatan Bukit. Pada 24-25 November lalu, hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Bener Meriah tanpa henti.
“Hujannya dari pagi sampai ke pagi, nonstop,” imbuhnya.
Di hari ketiga, yaitu 26 November, banjir menggenangi beberapa area seperti di Bale Redelong—yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari pusat kota.
“Nah itu [banjir] menghantam rumah, jalan, hampir saja terputus… tapi alhamdulillah tidak.”
Pusat Data dan Informasi Posko Penanganan Bencana Hidrometeorologi Bener Meriah mencatat per 9 Desember pukul 21.00 WIB, terdapat 39 korban meninggal dunia dan 8 orang masih dinyatakan hilang.
Sementara itu, warga yang masih terisolasi yang tersebar di seluruh kecamatan mencapai 35.664 jiwa.
Pusat data bencana Bener Meriah juga menyebut sebanyak 59 desa di 6 kecamatan masih sulit dijangkau lantaran akses yang terbatas.
Ruhdi bilang agak bersyukur karena banjir di tempat tinggalnya tidak terlampau tinggi dan surut pada Jumat pekan lalu. Ia pun tak harus mengungsi ke tempat lain.
“Karena ini sudah beberapa hari, hujannya seperti biasa, tidak seperti tanggal 26 November,” ucapnya.
“Tapi meski begitu, kami hidup dalam gelap gulita dan telekomunikasi terputus, listrik padam, air bersih mati total,” katanya, kesal.
“Hanya kemarin saja listrik hidup sebentar, habis itu mati lagi.”
Bahan pangan habis
Meskipun pusat kota Bener Meriah masih tergolong baik alias tidak ada bangunan yang rusak. Namun, akses jalan masuk ke Bener Meriah putus, baik dari Lhokseumawe ke Bener Meriah atau Bireun ke Takengon-Bener Meriah.
Jalan KKA, yang melintasi Lhokseumawe ke Bener Meriah, amblas diterjang longsor di beberapa titik. Seorang warga yang mencoba keluar dari wilayah itu menyebutkan setidaknya ada lima titik jalan lintas yang hancur.

Amblas terparah dan cukup dalam, yang dekat dengan wilayah Kem—sebutan warga setempat untuk kampung di Kecamatan Permata, Bener Meriah.
Adapun Jembatan Teupin Mane yang menghubungkan Bener Meriah-Takengon ke Bireun juga ambruk tak bersisa.
Itu artinya, tak ada jalan yang bisa dilalui warga.
Untungnya jalan yang menghubungan Bener Meriah ke Takengon, Aceh Tengah, yang sempat tertutup material longsor, sudah dibersihkan dan bisa dilewati.
Masalahnya, hanya dua hari setelah banjir surut, bahan-bahan pangan di Bener Meriah habis. Begitu pula di Takengon.
“Per tanggal 27 November, beras, telur, mi, habis. Jadi stok [toko-toko di Bener Meriah] sekarang hanya menjual jajanan, minuman saja,” ungkap Ruhdi.
Untuk BBM, katanya, juga tak bertahan lama. Sebab pemilik SPBU hanya menghabiskan stok yang ada.
“Jadi sekarang BBM tidak ada di Bener Meriah,” ujarnya.
Nekat menyusuri jalan amblas nan curam
Sejumlah warga, kata Ruhdi, akhirnya mau tak mau, mesti berjalan puluhan kilometer untuk mendapatkan bahan pangan dan BBM melewati jalan KKA yang amblas tersebut.
Di media sosial, berseliweran video yang memperlihatkan bagaimana susahnya warga melewati area yang penuh batu dan lumpur itu. Sedangkan di kanan-kiri terbentang potongan aspal dan gundukan tanah bekas longsoran.

Warga mesti berjalan sangat hati-hati karena lumpur yang masih basah setinggi lutut bisa saja membuat mereka terperosok atau sulit bergerak.
Di video-video yang beredar, nampak bapak-bapak memakai sepatu boots memanggul tas besar atau karung berukuran jumbo yang terisi penuh dan menenteng jeriken.
“Itu adalah warga yang menggendong minyak, beras, bahan pangan. Mereka beli dari kampung Kem atau Lhokseumawe,” kata Ruhdi.
“Mereka berjalan kaki 3 sampai 4 jam ke Kem.
“Dan kami beli sembako di sini harganya naik sembilan kali lipat karena mereka bawanya juga enggak mudah, aksesnya curam, jadi harganya sangat tinggi,” ucapnya.
Di kampung Kem, kendaraan bak terbuka yang membawa drum-drum berisi BBM maupun bahan kebutuhan pokok menghampar di sepanjang jalan. Barisan orang nampak mengular di belakang mobil.
Untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), sama mahalnya.
“Per liter sudah Rp55.000 sampai Rp80.000 akibat kelangkaan ini.”
Ruhdi juga bercerita, aksi penjarahan di toko-toko swalayan sempat terjadi beberapa hari pasca-banjir. Sebab warga sudah kelaparan.
“Karena stok pangan di toko-toko itu masih ada. Tapi karena listrik padam, mereka pun tutup. Masyarakat yang sudah kelaparan, akibatnya mulai melakukan penjarahan.”
“Pertama kali saya dengar informasi itu ada di Buntul, Kecamatan Permata, kemudian Pondok Baru, lalu Simpang Tiga,” ujarnya.
Kelaparan panjang
Ruhdi bilang stok bahan pangan di Bener Meriah hanya bertahan sekitar dua hingga tiga minggu ke depan. Meskipun sebetulnya, kata dia, beberapa warga sudah kehabisan beras.
“Karena dibeli pun tidak ada stok, sangat sulit,” katanya.
Bantuan sembako dari pemerintah pun sebagian besar tertahan di Medan dan Banda Aceh lantaran beberapa kendala.
“Yang saya dengar, armada pesawatnya tidak ada atau rusak dan tidak ada bahan bakarnya, jadi sulit terbang,” ucapnya.

Itu mengapa, dia khawatir warga Bener Meriah bakal mengalami kelaparan panjang jika jalan darat tak kunjung diperbaiki.
Apalagi, sebentar lagi warga akan panen raya kopi. Jika tidak bisa terjual, maka mereka tak punya uang untuk membeli bahan-bahan kebutuhan pokok.
“Ini tentunya akan memperparah keadaan kami di sini. Membuat kami kelaparan sangat panjang,” ungkap bapak satu anak ini penuh khawatir dan putus asa.
Karenanya, Ruhdi mendesak pemerintah menetapkan bencana di tiga provinsi di Sumatra menjadi bencana nasional. Sebab, menurutnya, kalau ditetapkan sebagai bencana nasional, maka pergerakan pemerintah bakal lebih cepat.
Pemerintah akan mengerahkan segala kekuatan yang ada untuk memperbaiki dan membuka akses jalan yang putus tersebut.
“Jadi pemerintah jangan menyepelekan kondisi ini, karena kami sangat membutuhkan bantuan sesegera mungkin. Ini sudah hari ke-15, bantuan untuk kami sangat sulit masuk kemari,” kata dia.
“Kalau tidak mampu, minta bantuan ke negara lain. Negara lain sudah banyak menawarkan bantuan, kenapa tidak diterima? Kami yang menderita di sini,” ujar Rudhi penuh emosi.
Apa langkah pemerintah?
Pemerintah kembali mengirimkan BBM ke wilayah terdampak bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, pada 9 Desember lalu.
Sebanyak empat ton atau sejumlah 20 drum BBM jenis solar dikirimkan melalui jalur udara menggunakan Pesawat CN TNI AU ke Bandara Rembele, Bener Meriah.

Juru bicara BNPB, Abdul Muhari, mengatakan selain pengiriman bahan bakar, pemerintah juga mengirimkan bantuan permakanan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak, di hari yang sama dengan jumlah 10 ton menggunakan pesawat Hercules TNI AU.
“Pengiriman yang dilakukan dari Pos Pendamping Nasional yang berada di Lapangan Udara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh ini nantinya akan didistribusikan ke dua kabupaten, yakni Bener Meriah dan Aceh Tengah guna memenuhi pasokan BBM di kedua wilayah tersebut,” katanya dalam keterangan resminya, Selasa (09/12).
Pos pendampingan nasional terus mengoptimalkan upaya pengiriman bantuan ke berbagai wilayah yang masih mengalami keterbatasan akses jalan darat menggunakan jalur udara.
“Hal ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah untuk terus berupaya memenuhi kebutuhan dasar bagi saudara terdampak bencana di wilayah tersebut,” ujarnya.
Terpisah, pada konferensi pers Senin 8 Desember lalu, Pertamina berkata telah mengoptimalkan pengiriman pasokan BBM ke wilayah-wilayah terdampak di Aceh.
Pengiriman melalui jalur darat dan udara relatif sudah dapat dilakukan kecuali ke Aceh Tengah yang masih terbatas akses transportasi darat.
Sales Area Manager PT Pertamina Patra Niaga Aceh Misbah Bukhori mengatakan, pemulihan SPBU di wilayah Aceh telah mencapai 90%. Di mana sebanyak 174 SPBU telah beroperasi normal dan 18 SPBU yang masih belum bisa beroperasi.
“Hanya ke Aceh Tengah yang masih terbatas akses daratnya, yang lain tidak ada masalah untuk jalur darat dan udara. Kita menemukan jalur-jalur di wilayah Aceh barat daya yang depotnya itu di Meulaboh,” kata Misbah dalam keterangan resminya.
- Pemerintah tolak bantuan asing, pemulihan wilayah terdampak banjir-longsor di Sumatra diprediksi butuh 30 tahun
- Jalan aspal berubah jadi sungai, Sumatra Utara masih porak poranda dua pekan usai banjir dan longsor – ‘Pemda kehabisan alat berat’
- Pemerintah janji telusuri korporasi yang turut memicu bencana Sumatra – Bagaimana nasib perusahaan yang terafiliasi dengan Prabowo di Aceh?
- Pascabanjir dan longsor di Sumatra, warga mencuci di parit – Ancaman penyakit menular mengintai
- Kisah warga di Aceh Tamiang yang selamat usai desanya ‘hilang’ disapu banjir
- Prabowo setuju alokasikan bantuan Rp60 juta per rumah rusak berat akibat banjir Sumatra, apa syaratnya?
- Satu pekan yang mencekam di Aceh Tamiang, gelap gulita, penjarahan, dan bau bangkai menyengat – ‘Seperti kota zombie’
- Kisah perawat yang bertahan di RSUD Aceh Tamiang demi seorang bayi
- Kisah warga tolong warga di tengah pemerintah yang disebut ‘lamban’ dan ‘duduk-duduk saja’ atasi bencana di Sumatra



