Rebalancing MSCI 2025: Efektif Selasa, Analis Ungkap Strategi Jitu!

Posted on


KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kabar terbaru dari Morgan Stanley Capital International (MSCI): hasil tinjauan berkala (index review) untuk periode November 2025 telah diumumkan pada Kamis, 6 November 2025. Apa saja perubahan yang terjadi dan bagaimana dampaknya bagi pasar modal Indonesia?

Perubahan signifikan ini akan resmi berlaku setelah penutupan perdagangan pada tanggal 24 November 2025, dan efektif mulai Selasa, 25 November 2025. Mari kita bedah saham-saham mana saja yang mengalami perubahan dalam komposisi indeks.

Dalam rebalancing kali ini, dua emiten Indonesia berhasil mencuri perhatian dan masuk ke dalam jajaran bergengsi MSCI Global Standard Index. Mereka adalah PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).

Kehadiran BRMS dan BREN di MSCI Global Standard Index ini sekaligus menggantikan posisi yang sebelumnya ditempati oleh PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). BRMS sendiri berhasil naik kelas dari MSCI Indonesia Small Cap Index.

Sementara itu, KLBF harus rela turun kasta ke MSCI Indonesia Small Cap Index, bersama dengan enam emiten lainnya. Siapa saja mereka? Yakni, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DNSG) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG).

Masuk Indeks MSCI, Begini Respons Manajemen Barito Renewables Energy (BREN)

Selain nama-nama di atas, ada pula saham milik Grup MNC yang turut meramaikan MSCI Indonesia Small Cap Index, yaitu PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI), dan PT Timah Tbk (TINS).

Sebaliknya, PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) harus rela tergusur dari MSCI Indonesia Small Cap Index.

Menjelang pemberlakuan efektif hasil tinjauan MSCI, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menjelaskan bahwa saham-saham yang baru masuk indeks cenderung mengalami penguatan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan rebalancing portofolio dari fund global.

“Dari jajaran saham terkait, inflow asing paling agresif terlihat pada BREN, RAJA, WIFI, dan BRMS, masing-masing dengan katalis yang berbeda,” jelas Ekky kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).

Lebih lanjut, Ekky menerangkan bahwa kenaikan saham BREN didorong oleh kombinasi sentimen positif, yaitu masuknya saham ini ke dalam indeks MSCI dan narasi kuat di sektor energi terbarukan yang sedang menjadi fokus global. Selain itu, ekspansi kapasitas dan prospek pertumbuhan jangka panjang BREN juga menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing.

RAJA, di sisi lain, didorong oleh momentum sektor energi dan distribusi gas, peningkatan utilisasi infrastruktur, serta likuiditas yang semakin baik sehingga lebih menarik bagi institusi. Sementara itu, WIFI mendapat dorongan dari momentum teknikal dan spekulasi terkait peluang konsolidasi bisnis digital, sehingga menarik minat investor domestik.

BRMS pun tak ketinggalan, dengan keuntungan ganda dari sentimen MSCI dan tren kenaikan harga emas global yang memperkuat outlook operasional dan menarik minat beli.

“Menurut saya, kondisi saat ini justru momentum yang pas untuk mulai mengakumulasi saham-saham tersebut. Kenaikan dalam beberapa hari terakhir masih terbilang moderat, dan banyak yang belum menembus resistance utamanya sehingga ruang upside menjelang rebalancing masih terbuka. Biasanya, arus masuk asing dan aksi akumulasi memuncak mendekati tanggal efektif,” tambah Ekky.

MNC Digital (MSIN) Resmi Masuk Indeks MSCI Small Cap, Ini Tanggapan Manajemen

Dihubungi secara terpisah, analis fundamental BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, berpendapat bahwa saham-saham yang masuk ke dalam Indeks MSCI Global Standard, seperti BREN dan BRMS, cenderung menunjukkan pergerakan harga yang positif dan signifikan setelah pengumuman. Hal ini didorong oleh ekspektasi forced buying dari dana pasif global.

“Secara historis, saham yang dimasukkan ke indeks terbukti mencatatkan abnormal return yang positif dan peningkatan likuiditas yang signifikan sejak pengumuman hingga hari efektif berlaku,” kata Abida kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).

Kenaikan harga saham ini umumnya dimulai pada fase pra-pengumuman oleh trader dan diperkuat pasca-pengumuman resmi. Namun, Abida mengingatkan bahwa pergerakan saham yang masuk dapat menjadi sangat volatil setelah euforia awal. Sebagai contoh, BRMS menunjukkan lonjakan harga sebesar 9,68% pada hari pengumuman 5 November 2025, ditutup pada harga Rp 1.020, tetapi segera diikuti oleh koreksi tajam ke Rp 960 pada 6 November.

Fluktuasi seperti ini menciptakan peluang buy on weakness pada masa koreksi di pertengahan November, sebelum passive funds wajib menyelesaikan pembelian masif pada penutupan sesi 24 November 2025.

Abida juga menyoroti dinamika kompleks arus dana asing menjelang tanggal efektif. Meskipun pasar ekuitas Indonesia secara agregat mencatat beli bersih oleh asing setelah pengumuman, saham yang masuk indeks justru menghadapi tekanan jual dari manajer investasi aktif.

Namun, BRMS tercatat masuk dalam daftar top net buy asing selama 3 bulan terakhir, dengan net buy sebesar 3,19 triliun rupiah (beli sebesar 15,97 triliun rupiah dan jual sebesar 12,78 triliun rupiah). Data ini menunjukkan minat asing yang kuat terhadap saham BRMS.

Resmi Masuk MSCI, BREN dan BRMS Siap Jadi Incaran Investor Asing

Lebih lanjut, Abida menyarankan agar investor memperlakukan sentimen MSCI sebagai event yang didominasi oleh faktor teknikal flow, bukan fundamental. Investor disarankan untuk mengambil pendekatan taktis dengan memanfaatkan dislocation harga yang disebabkan oleh forced buying dan forced selling, yang harus diselesaikan oleh semua manajer investasi pasif pada penutupan sesi 24 November 2025.

“Investor harus memiliki strategi keluar yang jelas untuk posisi trading momentum pada saham yang masuk, sebelum tanggal efektif berlaku. Waktu yang paling pas untuk memburu saham yang masuk BREN dan BRMS adalah pada saat terjadinya koreksi atau konsolidasi harga, menerapkan strategi buy on weakness (BoW),” ujar Abida.

Selain itu, investor disarankan memanfaatkan koreksi yang terjadi di pertengahan November untuk mengakumulasi, sebelum pembelian besar-besaran dari passive funds dieksekusi mendekati tanggal efektif. Sebaliknya, saham yang keluar seperti ICBP dan KLBF akan mengalami tekanan jual teknikal masif menjelang 24 November, yang justru menciptakan peluang akumulasi yang menarik bagi investor jangka panjang yang berorientasi nilai.

Rekomendasi Saham

Dari sisi rekomendasi, Ekky menilai BREN berpotensi melanjutkan penguatan menuju Rp 11.500–Rp 12.000 seiring besarnya minat asing pada sektor energi baru terbarukan. WIFI memiliki peluang menuju Rp 4.500–Rp 5.000 bila momentum teknikal terjaga.

BRMS diproyeksikan bergerak ke Rp 1.200–Rp 1.400 dengan dukungan tren bullish harga emas. Sementara RAJA berpeluang menguji Rp 6.000, ditopang sentimen energi dan perbaikan fundamental jangka menengah.

Adapun Abida menyarankan buy saham BREN dan BRMS di harga masing-masing Rp 9.600-Rp 10.00 dan Rp 1.080. Sementara, untuk saham yang keluar seperti KLBF dan ICBP, tekanan jual teknikal menciptakan peluang value investing kontrarian.

Abida menyarankan buy KLBF dengan target harga di Rp 1.710. ICBP juga direkomendasikan untuk akumulasi, terutama bagi investor jangka panjang, dengan target harga di Rp 11.500.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *