caristyle.co.id – JAKARTA. Akhir tahun ini menjadi momen manis bagi reksadana saham. Kinerja positif tercatat seiring dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus menanjak. Penguatan IHSG ini menjadi angin segar yang mendorong performa reksadana saham. Para manajer investasi (MI) pun berpotensi untuk menyesuaikan strategi portofolio mereka, memanfaatkan momentum yang ada.
Data dari Infovesta menunjukkan bahwa reksadana saham berhasil mencetak return sebesar 7,14% secara year-to-date (YtD) per Oktober 2025. Bahkan, secara bulanan (MoM), reksadana saham juga mengalami kenaikan sebesar 2,18%. Kinerja ini jauh lebih unggul dibandingkan dengan reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang.
Reza Fahmi Riawan, Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Henan Putihrai Asset Management (HPMA), menyampaikan bahwa kondisi pasar saat ini mengindikasikan adanya potensi perubahan strategi portofolio reksadana saham oleh MI, meskipun tidak akan terjadi secara drastis.
Riset Delloite: Malaysia dan Indonesia Pimpin Volume IPO di Asia Tenggara
Laporan industri menunjukkan bahwa sebagian besar MI masih memfokuskan portofolio mereka pada saham-saham berkapitalisasi besar (big caps) seperti sektor perbankan, energi, dan komoditas. Akan tetapi, beberapa MI mulai melirik dan menambah eksposur ke saham-saham siklikal dan sektor-sektor yang diuntungkan oleh stimulus pemerintah serta pemulihan daya beli masyarakat, seperti sektor consumer cyclical dan properti.
Lebih lanjut, Reza menjelaskan bahwa MI yang lebih agresif juga memanfaatkan potensi dari saham-saham growth dan sektor teknologi, yang diproyeksikan akan menjadi pemimpin pasar di tahun 2026.
“Strategi ini dilakukan untuk menangkap momentum reli IHSG yang telah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH) sebanyak 15 kali sepanjang tahun 2025,” jelas Reza kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).
Sentimen positif terus mewarnai pasar reksadana saham domestik. Salah satunya adalah katalis dari pemerintah yang mengucurkan stimulus fiskal sebesar Rp 30 triliun melalui penyaluran BLT dan percepatan belanja APBN kuartal IV, yang diharapkan dapat mendorong sektor konsumsi dan properti.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia masih memberikan ruang untuk penurunan suku bunga, sementara The Fed juga mengindikasikan sikap yang lebih akomodatif.
Selain itu, potensi terjadinya Santa Claus rally dan window dressing secara historis seringkali menjadi pendorong kenaikan pasar pada akhir tahun. Meskipun demikian, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai potensi aksi ambil untung.
Arus dana asing juga mulai kembali memasuki pasar, tercermin dari net buy sebesar Rp 16,65 triliun sepanjang bulan November, terutama pada saham-saham perbankan dan komoditas.
Kinerja Reksadana Saham Melesat, Didorong Rally IHSG dan Rebound Saham Blue Chip
Namun, investor reksadana saham tetap perlu mencermati sejumlah risiko yang ada. Ketidakpastian global, mulai dari arah suku bunga The Fed, kondisi geopolitik, hingga volatilitas harga komoditas, masih berpotensi membayangi pasar.
Pelaku pasar juga perlu mewaspadai potensi aksi profit-taking pada saham-saham big caps yang telah mengalami re-rating. Selain itu, kenaikan IHSG yang masih terkonsentrasi pada sektor tertentu menyebabkan tidak semua reksadana saham secara otomatis mencatatkan kinerja outperform.
Secara umum, prospek reksadana saham masih terlihat positif, meskipun moderat. Reli IHSG yang sudah cukup tinggi, mencapai kisaran 16% secara YtD, membuat ruang kenaikan menjadi lebih terbatas.
Reza juga berpendapat bahwa kinerja impresif tahun 2025 akan sulit terulang di tahun 2026. Proyeksi return diperkirakan akan lebih rendah, yakni sekitar 5%–6%, karena valuasi yang sudah mahal dan yield yang menurun. Meskipun demikian, sektor-sektor seperti perbankan, energi terbarukan, teknologi, dan konsumsi diperkirakan akan tetap menjadi penopang di tahun 2026, didukung oleh digitalisasi, transisi energi, dan bonus demografi.
Dana Kelolaan Industri Reksadana Melonjak, Pendapatan Tetap Paling Jadi Incaran
Reza memproyeksikan bahwa return reksadana saham akan berada di kisaran 6% – 10% untuk keseluruhan tahun 2025. Beberapa sumber menyebutkan angka yang lebih moderat, yaitu 2% – 8%, tergantung pada strategi MI dan sektor yang diunggulkan.
Sementara itu, pada awal tahun 2026, Reza memperkirakan kinerja return reksadana saham akan lebih konservatif, yaitu sekitar 5% – 6%, mengikuti yield yang sudah rendah dan valuasi yang tinggi.



