Update Banjir Longsor Aceh, Sumut, Sumbar: Kondisi Terkini & Dampaknya

Posted on

Hujan deras yang mengguyur sejumlah wilayah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dalam beberapa hari terakhir telah memicu bencana banjir dan tanah longsor yang dahsyat. Dampaknya sangat memilukan: puluhan orang dilaporkan meninggal dunia, dan puluhan lainnya masih dalam pencarian. Bencana ini juga menyebabkan ribuan rumah rusak parah, memaksa ribuan warga mengungsi untuk mencari tempat yang aman.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan ekstrem yang menjadi penyebab utama banjir dan longsor ini dipicu oleh Siklon Senyar. Fenomena ini dianggap langka karena jarang terjadi di wilayah khatulistiwa seperti Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Erma Yulihastin, seorang peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN.

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti bahwa kerusakan lingkungan, yang diperparah oleh maraknya industri ekstraktif, semakin memperburuk dampak dari hujan ekstrem ini. Senada dengan hal tersebut, Fakhrudin, seorang peneliti Limnologi dari BRIN, menyatakan bahwa pembangunan masif juga turut memperparah efek hujan ekstrem karena mengakibatkan pendangkalan dan perubahan bentuk sungai.

Aceh: Status Tanggap Darurat Diberlakukan

Merespons situasi darurat ini, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, telah menetapkan status tanggap darurat di seluruh wilayah Aceh pada Kamis (27/11). Keputusan ini diambil setelah melihat dampak banjir dan longsor yang meluas di berbagai kabupaten dan kota. Status tanggap darurat ini berlaku selama 14 hari, mulai dari 28 November hingga 11 Desember 2025.

“Hari ini saya Gubernur Aceh menetapkan status keadaan tanggap darurat bencana hidrometeorologi di Aceh,” tegas Muzakir dalam keterangan persnya.

Selain itu, akses transportasi dari Banda Aceh menuju Medan lumpuh total setelah jembatan yang menghubungkan kedua kota tersebut ambruk akibat terjangan banjir. Pemerintah Aceh, melalui Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), telah menyalurkan bantuan penanganan bencana.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan bahwa banjir dan tanah longsor telah menyebabkan setidaknya 13 korban jiwa dan merendam 20 dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Selain merusak rumah dan fasilitas umum, banjir juga merendam lahan pertanian serta memutus jaringan listrik dan telekomunikasi akibat robohnya tiang transmisi.

Azharul Husna, seorang warga Banda Aceh, mengungkapkan bahwa listrik di wilayahnya padam selama dua hari terakhir, dan sinyal telekomunikasi juga mengalami gangguan. “Saya dan keluarga semalam mengungsi tanpa listrik dan jaringan [internet],” ujarnya kepada BBC News Indonesia, seraya menambahkan bahwa banjir berasal dari luapan Krueng Aceh.

“Krueng Aceh dalam kondisi siaga, meski tidak separah Aceh Timur dan Aceh Utara, Lhokseumawe,” lanjut Husna, yang juga mengaku kesulitan menghubungi keluarga dan kenalannya di Aceh Timur.

Bupati Aceh Tengah, seperti dikutip dari Kompas.com, menyebutkan bahwa daerahnya terdampak cukup parah. Sejumlah ruas jalan terputus akibat banjir dan longsor, termasuk akses menuju Aceh Utara melalui Gunung Salak dan Gayo Luwes menuju Takengon-Blangkejeren.

Sumatra Utara: Puluhan Korban Jiwa dan Ratusan Hilang

Di Sumatra Utara, situasi juga tidak kalah memprihatinkan. Kepolisian Daerah Sumatra Utara melaporkan bahwa setidaknya 43 orang meninggal dunia dan sekitar 88 lainnya masih dalam pencarian hingga Kamis (27/11) sore.

“Jumlah korban meninggal dunia 43 orang dan korban hilang 88 orang. Sementara itu, jumlah warga yang mengungsi mencapai 1.168 orang,” kata Juru Bicara Polda Sumatra Utara, Komisaris Besar Ferry Walintukan, seperti dikutip dari Detik.com.

Ferry menjelaskan bahwa gelombang bencana melanda 12 kabupaten dan kota di seluruh provinsi, meliputi banjir, tanah longsor, dan puting beliung. Dampak bencana terparah terjadi di Tapanuli Utara dengan 40 titik mengalami longsor dan 12 wilayah terendam banjir. Tapanuli Selatan juga mencatat 13 titik longsor dan 31 wilayah terendam banjir.

“Kami terus mempercepat pencarian warga yang belum ditemukan. Tim bergerak siang dan malam karena pada beberapa titik kondisi medan cukup berat akibat akses jalan terputus,” pungkas Ferry.

Sumatra Barat: Ribuan Jiwa Terdampak

Sementara itu, di Sumatra Barat, Wakil Gubernur Vasko Ruseimy menyebutkan bahwa 12 orang meninggal dunia akibat bencana banjir dan tanah longsor. Sebanyak 12.000 jiwa dilaporkan terdampak gelombang bencana tersebut.

Banjir dan tanah longsor terjadi di 13 kabupaten dan kota di provinsi tersebut, antara lain Padang, Pariaman, Pasaman Barat, dan Bukittinggi. Pemerintah Daerah Sumbar pada Selasa (25/11) juga telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari, hingga 8 Desember.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (27/11) mengatakan, salah satu daerah terdampak cukup parah adalah bantaran Sungai Minturun di Kota Padang. Empat orang meninggal dunia di wilayah tersebut, terang Abdul Muhari.

“Arus banjir dengan volume debit air besar menerjang sejumlah rumah yang berada di bantaran Sungai Minturun. Material batang pohon dan lumpur merusak rumah warga di Lubuk Minturun, Koto Tengah, Kota Padang,” kata Abdul.

Meri Osman, seorang warga Lubuk Minturun, menceritakan bahwa banjir datang sekitar pukul 04.00 WIB. Ia yang tengah tertidur, sontak terbangun setelah mendengar suara dentuman keras.

“Saya lihat ke luar, ada air,” kata Meri, seraya menyebut air mengalir sangat kencang. Ia pun mengungsikan istri dan anaknya ke atas lemari, tetapi air yang semakin deras perlahan menggerus rumahnya. Meri lantas berusaha mencari tempat perlindungan lain dengan menyeberangi arus air yang deras, tetapi sempat terbawa arus sebelum akhirnya bisa menyelamatkan diri.

“Saya sempat terbawa arus, tapi berpengangan pada tali jemuran,” ujarnya kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Laporan ini akan diperbarui secara berkala.

* ‘Pak Bupati tolong kami’ – Ribuan orang mengungsi akibat banjir dan longsor di Sumatra Utara, akibat perusakan hutan atau cuaca ekstrem?
* Mengapa sistem peringatan dini banjir sering gagal selamatkan nyawa?
* https://www.bbc.com/indonesia/articles/cp9yvdv52d3o

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *