Free Float Saham Naik: Investor Siap Serap? Analisis BEI & OJK

Posted on

caristyle.co.id, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempertimbangkan perubahan penting terkait kepemilikan saham publik atau yang dikenal sebagai free float. Wacana ini berpotensi mengubah lanskap pasar modal Indonesia.

Budi Frensidy, seorang pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia, menilai bahwa pasar saat ini sudah cukup siap jika free float ditingkatkan dari 7,5% menjadi 10%. Menurutnya, angka 10% akan menjadi ideal, terutama untuk emiten dengan kapitalisasi pasar besar (big caps).

“Namun, akan kurang ideal jika dipaksakan menjadi 15% dalam waktu dekat,” ujar Budi pada Kamis, 4 Desember 2025.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa pemaksaan peningkatan free float menjadi 15% dalam waktu singkat akan memicu kebutuhan penyerapan pasar sekitar Rp200 triliun. Jumlah ini dinilai signifikan, mengingat target transaksi harian BEI saat ini hanya Rp14,5 triliun.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa penguatan kebijakan free float adalah langkah strategis untuk memperdalam pasar modal. Tujuannya adalah memastikan pertumbuhan pasar modal yang berkelanjutan, likuiditas yang memadai, dan kualitas yang semakin baik.

“Likuiditas yang merata adalah fondasi utama untuk menciptakan harga yang lebih wajar dan pasar yang semakin kredibel,” kata Mahendra dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Rabu, 3 Desember 2025.

Data dari OJK menunjukkan bahwa rata-rata tingkat free float emiten di BEI saat ini adalah 23,9%. Angka ini terendah dibandingkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Sebagai perbandingan, Filipina memiliki free float sebesar 41,18%, Thailand 45,98%, Malaysia 46,99%, Vietnam 50,96%, dan Singapura 68,92%.

Kondisi ini, menurut Mahendra, menyebabkan perdagangan saham lebih terkonsentrasi pada emiten-emiten besar saja. Akibatnya, mayoritas emiten lainnya mengalami likuiditas rendah, spread harga yang lebar, serta minimnya partisipasi investor.

“Oleh karena itu, OJK tengah menyiapkan kebijakan free float dengan dua pendekatan utama, yaitu initial free float dan continuous free float,” jelasnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menambahkan bahwa pihaknya sedang menghitung perkiraan nilai tambah yang harus diserap pasar jika kewajiban free float dinaikkan ke batas tertentu.

“Jika kami naikkan menjadi 10%, dibutuhkan pendanaan sekitar Rp21 triliun. Lalu, jika kami naikkan menjadi 15%, dibutuhkan sekitar Rp203 triliun. Oleh karena itu, ada beberapa strategi yang sedang dalam proses pembahasan,” ujar Inarno di hadapan DPR, Rabu (3/12/2025).

Inarno juga mengungkapkan bahwa saat ini, jika kewajiban free float sebesar 10% diberlakukan, 751 emiten sudah memenuhi syarat tersebut, sementara 192 emiten belum. Namun, jika free float dinaikkan menjadi 15%, hanya 616 emiten yang memenuhi persyaratan, dan 327 emiten tidak memenuhi.

Menyadari hal ini, OJK mempertimbangkan perlunya masa transisi untuk menerapkan aturan free float yang baru.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *