Denda aktivitas usaha di hutan berlaku, cermati rekomendasi saham CPO dan tambang

Posted on

caristyle.co.id JAKARTA. Langkah pemerintah yang bakal agresif menerapkan denda administratif atas aktivitas usaha yang berada di kawasan hutan pada 2026 dapat menjadi isu krusial bagi emiten-emiten di sektor perkebunan kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan pertambangan.

Dalam berita sebelumnya, Jaksa Agung ST. Burhanuddin menyebut adanya potensi penerimaan denda administratif dari sektor perkebunan sawit dan pertambangan pada 2026 mendatang.

Adapun potensi denda administratif dari aktivitas perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan diperkirakan mencapai Rp 109,6 triliun, sedangkan potensi denda administratif dari kegiatan pertambangan tercatat sebesar Rp 32,63 triliun.

Cermati Rekomendasi Saham Emas: UNTR, BRMS, ANTM, dan PSAB untuk Senin (22/12)

Corporate Secretary Division Head PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Wisnu Danandi Haryanto belum bisa menanggapi secara mendalam terkait kebijakan pengenaan denda administrasi atas kegiatan usaha di kawasan hutan.

Terlepas dari itu, pada dasarnya ANTM menghormati dan mendukung kebijakan pemerintah dalam memperkuat tata kelola sumber daya alam, termasuk upaya penertiban aktivitas usaha di kawasan hutan sesuai ketentuan yang berlaku.

  ANTM Chart by TradingView  

ANTM pun selalu berkomitmen untuk mematuhi seluruh aspek perizinan, tata ruang, serta ketentuan kehutanan dan lingkungan hidup. Seluruh kegiatan usaha ANTM dilaksanakan berdasarkan izin resmi yang diterbitkan oleh instansi berwenang serta mengacu pada prinsip good mining practice dan keberlanjutan.

Di samping itu, ANTM juga secara rutin berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan kesesuaian operasional dengan regulasi yang berlaku, termasuk ketentuan di bidang kehutanan dan lingkungan.

Cek Rekomendasi Saham Pilihan MNC Sekuritas Hari Ini (18/12), IHSG Diprediksi Melemah

“Sebagai langkah mitigasi, Antam terus memperkuat sistem kepatuhan internal, audit perizinan serta pengelolaan risiko agar setiap kegiatan operasional tetap berjalan sesuai ketentuan dan mendukung pembangunan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ungkap dia, Kamis (25/12/2025).

Dihubungi terpisah, Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor Hendra Wardana mengatakan, kebijakan ini berpotensi mengubah cara investor dalam memandang risiko berinvestasi di saham-saham perkebunan CPO dan pertambangan.

Dalam hal ini, investor tidak lagi memandang harga komoditas, melainkan juga kualitas tata kelola, kepastian izin, dan kekuatan neraca emiten yang bersangkutan.

Di atas kertas, kebijakan pengenaan denda administrtif tidak akan merata ke seluruh emiten CPO maupun pertambangan. Emiten dengan legalitas lahan yang rapi, transparansi tinggi, dan arus kas kuat relatif lebih siap menyerap potensi biaya tambahan, baik melalui provisi maupun penyesuaian operasional. 

Sebaliknya, emiten yang masih menyimpan risiko terkait tumpang tindih kawasan hutan berpotensi menghadapi tekanan laba, peningkatan liabilitas, hingga penurunan valuasi. 

“Dalam konteks inilah, strategi investasi di sektor CPO dan pertambangan harus semakin selektif,” ujar dia, Kamis (25/12).

Hendra pun menilai, kebijakan denda atas pelanggaran aktivitas perkebunan CPO dan pertambangan di kawasan hutan bukan menjadi akhir dari daya tarik kedua sektor tersebut, melainkan menjadi mekanisme seleksi alam.

Rekomendasi Saham BRI Danareksa Senin (22/12): Buy AMMN, ENRG, UNVR, dan Sell MIKA

Kembali lagi, emiten yang disiplin, transparan, dan punya neraca keuangan solid akan tetap diminati investor atau bahkan berpeluang mendapat valuasi premium. Namun, emiten dengan tata kelola lemah akan semakin terdiskon oleh pasar.

Di sektor perkebunan CPO, Hendra menjagokan PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT). LSIP dapat menjadi salah satu saham yang menarik secara spekulatif yang mana emiten ini memiliki profil sebagai emiten perkebunan yang relatif mapan dengan struktur keuangan sehat. 

  LSIP Chart by TradingView  

Dia pun merekomendasikan speculative buy saham LSIP dengan target harga di level Rp 1.300 per saham dengan asumsi sentimen harga komoditas tetap kondusif dan tidak muncul isu hukum terkait lahan.

Sementara itu, BWPT dapat diperlakukan sebagai saham trading dengan pendekatan defensif. Rekomendasi buy on weakness diberikan untuk saham BWPT dengan target teknikal di kisaran level Rp 160 per saham.

“Namun demikian, BWPT juga menjadi contoh bahwa emiten perkebunan menengah perlu dicermati lebih dalam terkait kepastian lahan dan kapasitas keuangan bila denda administratif benar-benar diterapkan pada masa depan,” ungkap Hendra.

Simak Rekomendasi Saham Blue Chip untuk Perdagangan Hari Ini (18/12)

Di sektor pertambangan, Hendra menyebut saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) masih dipandang menarik meski sektor batubara menghadapi fase normalisasi harga.

Saham ADRO layak direkomendasikan speculative buy dengan target harga di level Rp 2.050 per saham. Risiko denda kawasan hutan tetap perlu diperhitungkan, namun ADRO dinilai memiliki kapasitas mitigasi yang jauh lebih baik.

Saham PT Indika Energy Tbk (INDY) juga disarankan speculative buy dengan target harga Rp 2.700 per saham.

INDY memiliki eksposur bisnis yang terdiversifikasi dan peluang pemulihan jika efisiensi dan optimalisasi aset berjalan sesuai rencana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *