Suku Bunga The Fed Pekan Ini: Turun atau Naik? Wall Street Menanti!

Posted on

caristyle.co.id, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat diperkirakan akan menghadapi pekan krusial, didorong oleh antisipasi langkah The Federal Reserve (The Fed). Untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan terakhir, bank sentral AS ini diprediksi akan memangkas suku bunga acuan, sebuah respons terhadap sinyal pelemahan pasar tenaga kerja AS yang kian nyata.

Meskipun data inflasi AS yang dirilis Kamis pekan lalu menunjukkan sedikit kenaikan di atas perkiraan, pelaku pasar tampaknya tidak terpengaruh. Mereka meyakini kenaikan tersebut tidak akan menghalangi niat The Fed untuk melakukan pemangkasan suku bunga pada Rabu mendatang, terutama setelah serangkaian laporan pertumbuhan lapangan kerja AS yang mengecewakan. Kendati demikian, besaran pemangkasan yang akan diputuskan serta seberapa agresif The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam beberapa bulan ke depan masih menjadi topik hangat yang diperdebatkan.

Menurut Chris Fasciano, Chief Market Strategist di Commonwealth Financial Network, dalam kondisi perdagangan global dan kebijakan fiskal yang relatif stabil, fokus utama investor kembali tertuju pada The Fed. Ia menjelaskan, “Dengan pasar tenaga kerja yang kini menunjukkan tanda-tanda pelemahan, narasi dominan bagi investor adalah bagaimana The Fed akan merespons situasi ini.”

Ekspektasi pemangkasan suku bunga ini telah menjadi katalis kuat, mendorong indeks saham utama AS mencapai rekor tertinggi. Dorongan tersebut juga diperkuat oleh euforia seputar potensi kecerdasan buatan (AI) yang masif, kinerja laba korporasi yang solid, serta meredanya kekhawatiran atas dampak ekonomi dari tarif impor Presiden Donald Trump. Sebagai cerminan optimisme pasar, Indeks S&P 500 dilaporkan telah melonjak 12% sepanjang tahun 2025.

Merujuk pada data LSEG yang diungkap Kamis, kontrak berjangka Fed fund mengindikasikan bahwa pelaku pasar melihat peluang 90% bagi The Fed untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada keputusan kebijakan pekan depan. Sisanya, sekitar 10%, masih memperkirakan pemangkasan yang lebih signifikan, yaitu sebesar 50 basis poin.

Nicholas Colas, Co-founder DataTrek Research, menyoroti sejarah pemangkasan suku bunga The Fed sejak tahun 1990. Dari 55 kali pemangkasan, 60% di antaranya dilakukan sebesar 25 basis poin. Menariknya, dari 18 kali pemangkasan yang lebih besar, yakni 50 basis poin, hampir semua terjadi pada saat atau setelah periode resesi.

Satu-satunya pengecualian terjadi pada September 2024, yang menandai dimulainya tiga kali pemangkasan berturut-turut dengan total 100 basis poin, membawa suku bunga ke level saat ini 4,25%–4,5%. Colas menambahkan, “Berdasarkan pola historis ini, yang disadari baik oleh The Fed maupun pasar, pemangkasan 50 basis poin akan secara implisit memberi sinyal kekhawatiran The Fed terhadap prospek ekonomi AS dalam jangka pendek.”

Saat ini, kontrak berjangka Fed fund memproyeksikan total pelonggaran kebijakan sebesar 73 basis poin hingga Desember, yang setara dengan hampir tiga kali pemangkasan standar. Bersamaan dengan keputusan suku bunga, The Fed juga akan merilis proyeksi ekonomi terbarunya pada Rabu mendatang. Sepanjang tahun 2025, The Fed telah konsisten menahan suku bunga. Ketua The Fed Jerome Powell dan beberapa pejabat bank sentral sebelumnya sempat menyatakan kekhawatiran bahwa tarif impor Presiden Trump dapat memicu inflasi yang lebih tinggi, berpotensi menunda pemangkasan. Data terbaru memang menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS naik 2,9% secara tahunan pada Agustus, mencatat kenaikan bulanan terbesar sejak Januari. Meskipun demikian, di tengah mandat ganda The Fed untuk menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja, investor kini sangat berharap agar fokus utama beralih pada upaya menopang pasar tenaga kerja yang melemah.

Revisi data pemerintah pekan ini menguak fakta bahwa ekonomi AS menciptakan 911.000 lapangan kerja lebih sedikit dalam 12 bulan hingga Maret dibandingkan estimasi awal. Menanggapi hal ini, Yung-Yu Ma, Chief Investment Strategist di PNC Financial Services Group, menegaskan, “Revisi data tenaga kerja ini sangat signifikan dan memerlukan perhatian serius. Pasar menuntut bukti adanya perubahan yang konkret dan komprehensif agar pelemahan pasar tenaga kerja ini tidak semakin parah.”

Di luar fokus terhadap kebijakan The Fed, perhatian Wall Street juga tertuju pada sektor saham teknologi dan akselerasi tren AI. Lonjakan fantastis 36% pada saham Oracle hari Rabu telah mendorong valuasi perusahaan perangkat lunak tersebut mendekati angka US$1 triliun. Reli impresif ini dipicu oleh serangkaian kontrak bisnis komputasi awan bernilai miliaran dolar, yang menggarisbawahi kebutuhan masif akan daya komputasi dalam sengitnya persaingan AI.

Yung-Yu Ma menambahkan, “Lonjakan saham Oracle ini sangat mengejutkan, terutama mengingat ukuran perusahaan. Reaksi pasar yang begitu besar mengindikasikan bahwa perkembangan di bidang ekonomi, teknologi, dan AI bergerak dengan kecepatan yang luar biasa.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *