Wall Street Kembali Tergelincir, Investor Ambil Untung Jelang Data Inflasi
Wall Street kembali mencatatkan penurunan untuk hari kedua berturut-turut. Penurunan ini didorong oleh aksi profit taking investor setelah indeks mendekati level tertinggi sepanjang masa. Hal ini terjadi setelah Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, memberikan sinyal potensi kenaikan harga saham yang signifikan dan menjelang rilis data inflasi akhir pekan ini. Ketidakpastian ini membuat pasar sedikit waspada.
Pada penutupan perdagangan Rabu (24/9/2025), indeks Dow Jones Industrial Average turun 171,50 poin atau 0,37% ke posisi 46.121,28. Indeks S&P 500 melemah 18,94 poin (0,28%) menjadi 6.637,98, sementara indeks Nasdaq Composite turun 75,62 poin (0,33%) dan berakhir di angka 22.497,86. Sektor material mencatatkan kinerja terburuk dengan penurunan 1,6%.
Investor saat ini tengah mencermati langkah The Fed terkait penurunan suku bunga. Bank sentral AS berupaya menopang perekonomian yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja tanpa memicu inflasi yang lebih tinggi. Ini merupakan tantangan besar bagi The Fed dalam menentukan kebijakan moneter yang tepat.
Awal pekan ini, ketiga indeks utama Wall Street, bersama dengan Russell 2000, sempat mencetak rekor tertinggi bersamaan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Namun, tren positif ini terhenti setelah pernyataan Powell pada Selasa yang menyebutkan bahwa harga aset tampak cukup tinggi. Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.
Komentar Powell ini, bagi beberapa analis, mengingatkan pada pernyataan mantan Ketua The Fed, Alan Greenspan, yang pada tahun 1996 menyebut adanya “kegembiraan irasional” yang mendorong kenaikan nilai aset. Analogi ini menunjukkan kekhawatiran akan potensi gelembung aset yang mungkin terjadi.
Pemotongan suku bunga The Fed pekan lalu sempat mendorong penguatan pasar saham di bulan September, yang biasanya merupakan bulan yang kurang menguntungkan bagi saham. Namun, investor kini berharap adanya pelonggaran moneter lebih lanjut untuk mempertahankan reli pasar saham.
Ron Albahary, kepala investasi di LNW di Philadelphia, memberikan pandangannya: “Dengan rasio harga terhadap pendapatan (P/E) S&P 500 diperkirakan mencapai 23-24 kali dan ekspektasi pertumbuhan pendapatan tahunan sekitar 15% selama lima tahun ke depan, terlihat cukup menjanjikan. Meskipun bukan berarti kita bisa memprediksi pasar secara tepat, namun penggunaan komentar Fed, khususnya pernyataan Powell, sebagai alasan untuk sedikit mengurangi posisi, masuk akal bagi saya.”
Beberapa metrik valuasi saham telah mencapai level tertinggi sejak 2021, dan kenaikan lebih lanjut akan mendorongnya ke ambang batas yang belum terlihat dalam beberapa dekade, bahkan sejak puncak booming internet. Ini menjadi sinyal potensi risiko di pasar.
Saham Freeport-McMoRan anjlok 17% setelah menyatakan keadaan kahar di tambang Grasberg, Indonesia, dan memprediksi penurunan penjualan tembaga dan emas pada kuartal ketiga. Namun, di sisi lain, indeks energi S&P 500 naik 1,2%, menjadi sektor berkinerja terbaik, didorong oleh kenaikan harga minyak mentah yang mencapai level tertinggi dalam tujuh minggu setelah penurunan mengejutkan persediaan minyak mentah mingguan AS.
Data yang dirilis pada Rabu menunjukkan penjualan rumah keluarga tunggal baru di AS melonjak 20,5% pada Agustus, sebuah peningkatan yang tak terduga. Di sisi berita perusahaan, saham Lithium Americas hampir dua kali lipat, ditutup pada $6,01 setelah laporan Reuters bahwa pemerintahan Trump berupaya memiliki saham hingga 10% di perusahaan tersebut. Negosiasi sedang berlangsung untuk pinjaman pemerintah lebih dari US$ 2,26 miliar untuk proyek litium Thacker Pass perusahaan dengan General Motors, yang sahamnya naik 2,3%. UBS juga menaikkan peringkat General Motors dari “netral” menjadi “beli”. Sebaliknya, Micron Technology turun 2,8% setelah merilis laporan keuangan kuartalan, dan Oracle turun 1,7% setelah rencana peningkatan penjualan obligasi korporasi senilai $15 miliar dilaporkan oleh Bloomberg News.
Perhatian investor kini tertuju pada data pengeluaran konsumsi pribadi, ukuran inflasi pilihan The Fed, yang akan dirilis akhir pekan ini. Data ini akan menjadi faktor penting dalam menentukan arah pasar selanjutnya.